i | tama calandra

1.4K 306 50
                                    

"Kangeeen!!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kangeeen!!!"

"Cal, kita baru ketemu makan siang tadi." Tama menyahut sabar ketika Calandra berlari ke pelukannya, berusaha menahan malu akan pandangan orang-orang meski diam-diam tangannya balik mengusap sekilas punggung Calandra sebelum dia tersenyum canggung ke sekitar.

"Namanya juga kangen."

Tama menahan senyum. "Gue mesenin lo latte."

Bibir Calandra maju beberapa senti. "Gue lagi nggak pengen yang pahit-pahit." Namun dia tetap duduk dikursinya.

"Tumben. Biasanya suka."

"Gue suka kopi, tapi khusus buat yang namanya latte atau espresso gue cuma minum buat keperluan menahan kantuk."

Tama manggut-manggut, mencatat kalimat yang kekasihnya katakan di dalam kepalanya kemudian mengganti arah pandangan ke sisi lain, hal pertama yang dia dapatkan adalah keramaian yang mengisi rooftop kafe, kemudian tergantikan oleh langit yang bersih dari awan. Jingga yang tertumpah mewarnai langit mulai memudar sejak beberapa menit yang lalu sebab Tama sengaja bertolak duluan ke kafe terdekat, kelasnya hari ini tidak terlampau padat sehingga selesai terlebih dahulu dibanding kelas Calandra.

Diantara sedikit hal yang Tama benci tentang Calandra adalah bagaimana cara perempuan itu bersikap tidak seperti biasanya di kampus. Walaupun penolakan halus yang diberikan Calandra tidak terlalu kentara, mulai dari menolak ajakan Tama untuk makan siang hingga pulang bersama. Tama tetap bisa menyadari bahwa Calandra berusaha menjaga jarak darinya. Karenanya, Tama sengaja meminta Calandra datang ke rooftop kafe sore ini. Sebenarnya hal ini dipergunakan Tama untuk bertanya apa yang tejadi dengan gadis itu belakangan ini, namun Tama bersikap sewajarnya saja, seolah hanya datang untuk menghirup nafas sejenak dari lakon keseharian.

"Gimana rasanya jadi anak hukum?" Tama membuka obrolan ketika ada hening yang tercipta, meninggalkan spagetti nya sejenak.

Calandra menatap mata hitam Tama. "Lumayan, gue jadi sering debat. Ya meskipun di tiap hela nafas gue memijakkan kaki di fakultas gue merasa kalau gue salah jurusan."

"Yang awalnya salah akhirnya bisa jadi suatu kebiasaan, sebenarnya. Contohnya kita. Gue selalu menganggap mengenal lo diawal pertemuan adalah sebuah kesalahan, tapi gimana sekarang?" Calandra hanya diam ketika tangan Tama menyusup di sela-sela jarinya. "Lo pasti bisa."

"Gue butuh lo." Calandra melirih. Tanpa Tama ketahui konteks apa yang ia bicarakan.

"Gue tau. Makanya kita harus belajar."

"Sampai lulus ya?"

"Pasti." Tama berkata penuh yakin. "Tapi gue nggak mau apa yang terjadi dua bulan lalu terulang lagi. Gue nggak suka Calandra yang memaksakan diri, apalagi itu untuk tujuan yang bersangkutan dengan gue."

TAMANDRA, SUNGHOON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang