5. Continuation [Nindy]

119 38 22
                                    

"Ada hal yang menggangguku sejak kemarin." Nindy mengembuskan napas berat dan lanjut mengaduk-aduk soto di depannya tanpa selera. "Saking kepikirannya, aku sampai kena insomnia."

Listi yang duduk di hadapannya berhenti mengunyah. Kepalanya mulai celingukan menyusuri seluruh penjuru kantin. Tidak lama kemudian, dia menaruh sendok dan agak mencondongkan tubuh ke arah Nindy.

"Kamu mau cerita?" Ekspresinya tampak tertarik.

Namun, Nindy sudah sangat hapal dengan gelagat tersebut. Dia menyipitkan mata dan memandang sahabatnya curiga. "Ini nggak bakal dijadiin hot gossip, kan?"

"Anindya sayangku." Kali ini Listi memasang raut wajah tersinggung. "Kita sudah bareng dari SD and you know me so well. Aku nggak mungkin nyebarin berita yang ngerugiin sahabatku sendiri."

Nindy mencerna kalimat tersebut selama beberapa saat dan menyadari bahwa itu benar. Sejauh ini Listi memang selalu berada di pihaknya.

"Well," dia mengangkat bahu. "aku juga nggak yakin ini bisa dijadiin bahan gosip."

"Oke. Ayo cerita!" Listi semakin antusias.

"Menurutmu happily ever after itu ada?"

"Hah?"

"Aku kepikiran, apa yang terjadi di setiap dongeng setelah pangeran dan putri menikah. Mereka benar-benar hidup bahagia selamanya?"

Listi mengerjap-ngerjapkan matanya selama beberapa kali. Tidak lama kemudian dia melengos dan kembali meraih sendoknya. "Kirain apa." Dia bersungut-sungut. "Ternyata cuma hal random."

"Aku sungguhan kepo sama jawabannya!" Nindy tidak terima dikatai seperti barusan. "Bisa-bisa ntar malam aku nggak bisa tidur lagi!"

"Kalau dipikir-pikir, otakmu ini kasihan banget, ya?" Listi mengulurkan tangan dan mengetuk-etuk kepala Nindy pelan. "Hal yang nggak penting saja dipikirin. Kasih dia waktu istirahat, Nin."

"Ih, apa sih!"

"Ya sudah," Listi membuang napas berat. "jadi kamu maunya gimana?"

"Menurutmu apa yang terjadi ke putri Aurora after ending?" Kali ini Nindy benar-benar menyingkirkan mangkok sotonya dan melipat tangan di atas meja. "Dia benar-benar bahagia?"

"Iya. Kan akhirnya nikah sama pangeran ganteng. Paling sehabis itu mereka punya anak yang lucu-lucu." Sejurus kemudian, Listi menghela napas. "Dear God, why am I doing this conversation?"

Mengabaikan sindiran barusan, Nindy kembali lanjut berceloteh. "Tapi ya, Lis, itu si Aurora kan tidurnya lama banget. Dunia pasti sudah berubah. Apa dia nggak kena cultural shock?"

"Kenapa kita ngomongin princess Disney kayak lagi ngegosipin artis?" Listi menggeleng-geleng. "Bisa jadi. Bisa saja habis itu dia langsung gila karena dunia nggak sama lagi. Orang nggak lagi memasak di tungku, jarum pintal yang bikin dia tertidur sudah berganti jadi mesin jahit, terus ada aplikasi yang namanya Tik-Tok."

"Kuanggap aku nggak mendengar kalimat terakhir." Padahal Nindy lagi serius. "Aku malah menduga dia bakalan jadi benci ke si pangeran."

"Dasar si Aurora nggak tahu diuntung!"

"Dia ini kena pelecehan seksual, loh!" Tanpa sadar Nindy menggebrak meja dan mengeraskan suaranya. "Pangerannya main cium-cium sembarangan!"

Listi tampak panik dan kembali menoleh ke sekitar kantin. Nindy ikut melakukan hal yang sama dan buru-buru menunduk saat mendapati tatapan beberapa orang sedang tertuju ke arahnya.

"Jangan ngegas!" Listi berbisik keras.

Nindy membawa tangannya ke mulut dan mengangguk-angguk. Sepertinya dia terlalu terbawa suasana. Ketika kembali membuka mulut, dia langsung memelankan volume suara. "Lalu tentang Cinderella--"

"Kamu mau bahas berapa dongeng?" Listi menyela dan menunjuk piring makanannya. "Sebentar lagi jam istirahat selesai dan nasi gorengku masih ada separuh."

"Kamu makannya pakai telinga?" sindir Nindy pedas. "Jadi, kupikir Cinderella pasti kesulitan beradaptasi sama kehidupan di istana. Dia nggak dapat pendidikan dan bekal yang layak. Nggak kebayang gimana kacaunya kalau dia jadi ratu. Cuma modal cantik doang apa gunanya? Dan mengingat betapa julid-nya umat manusia, masa' sih nggak ada rakyat yang mikir dia pakai pelet dan guna-guna buat bikin pangeran jadi bucin."

"Astaghfirullah, Nin ...."

Mengabaikan Listi yang tengah melongo, Nindy masuk ke pembahasan ketiga. "Dan coba ingat-ingat lagi bagaimana ending Little Mermaid, waktu Ariel--"

"Sedang cerita apa, sih? Seru banget kayaknya."

Suara bariton itu selalu sukses membuat bibit-bibit kekesalan dalam diri Nindy mencuat secara instan. Dia pasti akan bisa mengenalinya di mana pun.

"Apa?" tanyanya sinis. Dia berbalik dan mendapati dua orang cowok tinggi berdiri di belakangnya. Fokusnya tertuju pada cowok berambut cepak dengan senyum tengil yang berdiri paling dekat. Di tangannya ada sebuah nampan. "Kalau mau duduk, silakan cari tempat lain."

"Sudah penuh."

"Nggak mau tahu--eh, apa-apaan?" Nindy protes waktu cowok itu dengan seenak jidat menaruh makanannya di atas meja. "Rama!"

Namun, seolah tuli, Rama tetap duduk di bangku kosong di sebelahnya. Ari--cowok berkacamata yang datang bersama Rama--mengambil tempat di samping Listi. Nindy tidak mengerti kenapa sahabatnya itu mendadak terlihat gugup.

"Listiana," Ari berbicara seraya menoleh ke Listi. "Mumpung ketemu di sini, aku mau tanya soal cokelat--"

"Astaga aku lupa!" Listi mendadak berteriak dan bangkit dari duduknya. "Habis ini Geografi dan aku belum bikin PR! Duluan ya, semua!"

"Tapi ...." Belum sempat Nindy mengatakan apa-apa, gadis itu sudah melesat keluar kantin, meninggalkan makanannya yang masih tinggal separuh.

Nindy mendecakkan lidah dan menopang dagunya dengan sebelah tangan. "PR apaan? Ini kan baru hari pertama sekolah." Perhatiannya berpindah pada orang yang dengan cueknya makan lahap di sebelahnya. Tiba-tiba dia teringat dengan taruhan absurd mereka yang yang terbaru. "Gimana? Sudah ketemu bukti kalau hantu itu ada?"

"Taruhan kalian nggak guna banget," komentar Ari dengan nada lelah.

"Ketemu dong!" Rama menyeka bibirnya dengan serbet dan memutar tubuh menghadap Nindy. "Ada di depanku!"

Nindy siap untuk mengamuk. "Kamu nyamain aku sama hantu!"

"Iya. Soalnya kamu selalu menghantui hati dan pikiranku."

Mendadak rasanya Nindy mau muntah.

***

Tema 5:
"Buat karya yang melanjutkan kisah dongeng/legenda yang ada"

***

Hahahaha temanya kayak dipaksain banget biar masuk ke cerita.

Aku pengin banget mulai nulis ceritanya "Rama-Nindy", tapi tanggungan masih banyak 😭

Dan sudah 5 cerita!
Sejauh ini, siapa tokoh favoritmu?

Love,
Tia

Jakarta, 5 Februari 2021
16.28 WIB

[End] When The New Day ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang