5. Untrustworthy [Tiyo]

40 17 3
                                    

"Heru! Tunggu!"

Tiyo memanggil seorang teman sekelasnya yang baru saja keluar kelas. Jam pelajaran terakhir baru saja selesai dan Tiyo harus menahan temannya itu sebelum dia pergi.

"Ini tentang tugas kelompok KWN kita." Begitu sampai di hadapan Heru, dia buru-buru mengutarakan maksudnya. "Aku sudah mengerjakan jatahku, tentang kewajiban warga negara. Bagianmu sudah selesai?"

"Ngg, memangnya bagianku tentang apa, ya?" Heru tertawa cengengesan.

What the hell?

Tiyo tentu saja kaget.

Tugas makalah tersebut diberika minggu lalu dan Tiyo ingat dia selalu rutin mengingatkan cowok itu tentang bagiannya. Sekarang bisa-bisanya dia lupa?

Hatinya sudah dipenuhi sumpah serapah, yang sayangnya tidak sampai ke mulutnya. "Tentang manfaat hak warga negara dalam mendapatkan pendidikan," jawabnya. "Semalam juga sudah kuingatin lewat chat."

"Ah, aku belum bikin."

Tiyo tidak percaya ini. Tugasnya untuk dikumpul besok dan bisa-bisanya orang ini bilang belum bikin sambil tersenyum tanpa dosa.

"Gimana ini?" Heru melirik jam tangannya. "Sebentar lagi aku mesti latihan band. Mungkin sampai malam. Bagianku susah nggak?"

"Enggak kok. Intinya, kalau warga negara dapat pendidikan yang layak, manfaatnya bisa buat pembangunan negara di--"

"Nah!" Mendadak Heru menepuk bahu kiri Tiyo cukup keras. "Itu kamu juga paham. Kerjain bagianku sekalian dong. Ya?"

Demi apa?

"Tapi--"

"Kamu tahu kan, Yo," Heru menyela. "festival sekolah sebentar lagi. Aku mesti sering latihan buat tampil. Kamu nggak ikut ekskul, sih. Jadinya nggak paham persiapannya sesibuk apa."

Tapi bukan berarti kamu melupakan kewajiban dan melempar tanggung jawabmu pada orang lain!

"Memangnya nggak bisa, ya? Meluangkan waktu sedikit aja?" Tiyo masih berusaha bersabar. "Ini gampang, kok."

"Kalau gampang, seharusnya buatmu juga nggak makan waktu, kan?"

Sialan!

"Oke, Yo! Tolong, ya!"

"Tunggu du--"

Dan dengan tidak tahu malu, Heru berlalu meninggalkannya.

"Apa bedanya ini sama tugas pribadi?" Tiyo mengumpat sendiri. "Masih banyak warga negara yang lebih berhak menerima pendidikan dibanding setan macam dia."

Tiyo membuang napas berat.

Lagi-lagi begini.

Dia dimanfaatkan dan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menolak. Seharusnya keberatannya dia utarakan langsung di depan muka si Heru, bukannya malah misuh-misuh begini setelah semua terlanjur terjadi.

Tiyo hendak berbalik masuk ke kelas, tapi matanya bersirobok dengan seorang gadis yang berdiri di depan kelas sebelah.

"Kak Liona?" Dia tidak menyangka akan melihat Liona di kawasan kelas 10.

Gadis berambut pendek itu gelagapan. "Eh, aku nggak bermaksud menguping, kok."

Pembelaan barusan membuat Tiyo tahu bahwa Liona memang menonton kejadian barusan.

"Kak Liona ngapain di sini?" Tiyo memutuskan untuk mendekat.

"Menunggu adik sepupuku." Liona menunjuk pintu kelas X.4.

[End] When The New Day ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang