24. Rose [Azura]

22 12 0
                                    

"Azura?"

Azura berhenti ketika namanya dipanggil. Di sebelahnya, Liona ikut melakukan hal yang sama. Di samping pintu lobi asrama, seorang wanita paruh baya melambaikan tangan memanggilnya.

"Bisa ke sini sebentar?" Bu Lana--nama wanita itu--berseru dari balik meja jaganya. "Ada titipan buatmu."

"Dari siapa, Bu?" Azura mendekat dan bertanya pada pengurus asrama putri tersebut.

Bu Lana agak membungkuk untuk mengeluarkan sesuatu dari lemari kecil di bawah meja.

Sebuket mawar biru.

"Tadi ada kurir yang nitipin ini." Bu Lana mengulurkan buket yang cukup besar itu kepada Azura. "Ibu nggak tahu dari siapa, tapi di sana ada surat."

Seperti yang dikatakan bu Lana, di antara belasan kuntum mawar biru itu terselip sebuah amplop berwarna biru muda. Setelah mengucapkan terima kasih, Azura dan Liona kembali melanjutkan perjalanan ke kamar mereka yang ada di lantai 3. Buket tersebut begitu mencolok. Terlebih isinya adalah rangkaian mawar dengan warna yang katanya sangat langka. Azura jadi harus berusaha keras mengabaikan tatapan penasaran dari orang-orang yang berselisih jalan dengannya.

"Secret admirer lagi?" Liona tertawa. "Duh, fans-mu ada berapa banyak sih, Ra? Aku nggak bakalan heran kalau beberapanya berasal dari dunia gaib."

"Mungkin cuma perbuatan orang kurang kerjaan lain."

Azura membolak-balik amplop biru itu dan tidak menemukan nama pengirim. Hal ini mengingatkannya dengan rangkaian surat tanpa nama yang menerornya beberapa waktu lalu. Pada akhirnya ketahuan kalau si pelaku adalah kakak kelas yang pernah ditolaknya. Dan sekarang, setelah menangkap basah dan mengajaknya bicara "empat mata", cowok itu tidak lagi berani menatapnya tiap mereka bertemu di sekolah.

Tapi pengalaman adalah guru yang berharga. Tidak ada salahnya dia juga mewaspadai buket bunga misterius ini.

Setibanya di kamar, Liona langsung menuju kamar mandi, sementara Azura duduk di balik meja belajarnya dan membuka amplop tersebut.

Dear Azura van den Berg,

Kalimat paling atas itu membuat Azura buru-buru melipat kertas surat beraroma mawar di tangannya. Dia melihat ke arah pintu kamar mandi. Terdengar suara keran dinyalakan. Aman.

Dengan jantung berdebar cepat, dipandanginya mawar-mawar biru yang ada di atas meja.

Orang itu memanggilnya "van den Berg" dan di sini seharusnya tidak ada seorang pun yang mengenalnya dengan nama itu. Kali ini bisa dipastikan bahwa si pengirim bukanlah orang biasa.

Dear Azura van den Berg,

I'm sure that you're still remember me.
Can't wait to see you.
We will meet again.
Soon.

Thalita Arnold

Tangan Azura bergetar hebat hanya dengan membaca nama itu. Kejadian ketika hari ulang tahunnya yang ke-17 kembali berkelebat cepat. Dan tanpa bisa dikendalikan, kepalanya mendadak pusing dan perutnya menjadi mual.

Thalita Arnold.

Keberadaannya masih menjadi misteri bagi masyarakat umum. Orang-orang hanya bisa berspekulasi mengenai alasan di balik menghilangnya wanita terkenal ini. Sebagian bilang dia pindah ke luar negeri, sebagian beranggapan dia sedang sakit parah dan disembunyikan dari publik. Namun, asumsi yang paling dipercaya adalah bahwa dia menjadi korban penculikan dan pembunuhan oleh saingan bisnis.

Asumsi yang terakhir adalah yang paling mendekati.

Thalita Arnold sudah mati.

Dan seharusnya hanya orang-orang yang hadir ketika eksekusi yang mengetahui siapa eksekutor Thalita Arnold yang sebenarnya.

Sekarang Azura malah mendapat pesan seperti ini.

"Jadi dari siapa, Ra?"

Liona sudah berdiri di sampingnya dan Azura refleks meremukkan kertas surat tersebut.

"Surat kaleng lainnya," jawabnya sambil mengusahakan sebuah tawa.

"Yaah. Bunganya tampak meyakinkan. Sayang sekali. Padahal kayaknya si pengirim cukup bermodal."

Mendengar itu, Azura meraih buket di atas meja dan memasukkannya ke tong sampah.

"Ra, itu bunga mahal!" Liona malah histeris.

Namun, Azura tidak peduli. Dia tidak ingin melihat penampakan mawar-mawar biru itu. Lalu entah kenapa peringatan Vini tempo hari kembali terngiang di telinganya. Secara otomatis ingatannya ikut melayang ke dua kartu tarot yang diberikan gadis itu. Azura tidak tahu nama kartunya, tapi dia masih ingat gambar ilustrasi di sana. Seorang pria dengan punggung yang ditusuk sepuluh pedang dan dua orang yang jatuh dari menara tinggi yang terbakar.

Perasaannya tidak enak.

***

TEMA 24:

Buat yang mau tahu siapa Thalita Arnold, silakan mampir ke work "Yestoday" bagian 1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buat yang mau tahu siapa Thalita Arnold, silakan mampir ke work "Yestoday" bagian 1.

[End] When The New Day ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang