3. Love [Sanny]

30 18 0
                                    

Ada yang bilang cinta pertama setiap anak perempuan adalah ayahnya. Sanny mengakui dia pernah termasuk ke dalam golongan itu. Baginya Papa adalah yang terbaik. Penyayang, jarang marah, tidak pelit, dan selalu mendukungnya apa pun yang terjadi. Setidaknya begitulah pikir Sanny, hingga akhirnya empat tahun yang lalu Papa membawa seorang wanita hamil ke rumah dan mengumumkan dia sebagai calon istri barunya.

Sejak saat itu, cinta pertamanya luruh menjadi kekecewaan.

Mama menolak untuk dimadu dan tidak butuh waktu lama bagi Papa untuk berubah jadi sosok ringan tangan yang hobi tantrum melempar barang-barang di rumah.

Cinta pertamanya semakin meluruh menjadi benci.

Dan puncaknya adalah ketika Papa mengajak pelakor itu tinggal di rumah. Sanny sendirilah yang mendesak Mama agar mengajukan gugatan cerai. Pernikahan ini sudah tak tertolong. Mama berhak lepas dari monster itu. Sanny dan Munia--adiknya--tidak mau dijadikan alasan Mama untuk bertahan di neraka.

Cinta pertamanya sudah tidak ada. Papa sudah berubah jadi sosok asing yang tidak Sanny kenal. Jadi anggap saja cinta pertama itu sudah mati. Begitu lebih mudah.

"Kamu beneran weekend ini nggak pulang?" Ada sebersit kekecewaan dalam suara itu. "Munia juga nggak pulang. Katanya ada pesta ulang tahun teman."

"Enggak. Maaf ya, Ma." Sanny menyingkir ke tempat yang agak sepi. Dia sedang berada di kantin dan tadinya berencana untuk memesan makanan. Namun, mamanya mendadak menelepon. "Aku ada rapat buat festival sekolah."

"Oh, acaranya sebentar lagi, ya?"

"Iya."

"Ya sudah, tapi minggu depan pulang kan?"

"Iya, Ma."

Terdengar suara napas berat. "Oke. Pas festival nanti Mama pasti datang."

"Makasih, Ma. Titip salam buat kakek."

Setelah mamanya memutus sambungan telepon, Sanny terdiam sesaat seraya memandangi layar ponselnya yang menggelap.

Setelah dimulainya semester baru dua bulan yang lalu, dia belum sempat pulang ke rumah. Sanny merasa tidak enak harus kembali menunda kepulangannya, tapi mau bagaimana lagi.

Sembari berusaha mengusir perasaan melankolis itu jauh-jauh, Sanny kembali mendekati konter pemesanan makanan. Di sana sangat ramai dan penjaga kantin tampaknya tidak mendengar pesanannya. Padahal Sanny sudah menaikkan volume suara.

"Bu, nasi goreng, soto ayam, sama es teh dua, ya!" Cowok yang berdiri di sebelahnya ikut memesan dan yang bikin Sanny sebal, ibu kantin langsung me-notice-nya.

Bahunya dicolek dan Sanny langsung terpaku begitu menoleh. Cowok berkacamata di sebelahnya ternyata adalah seorang Arinaldo.

Dan seperti yang sudah-sudah, Sanny otomatis gelagapan tiap kali berhadapan dengan sang gebetan. Terlebih lagi, dia tidak menyangka Ari akan menyapanya.

"Benar soto ayam, kan?"

"Hah?" Otaknya Sanny gagal connect.

"Pesananmu."

"Ya?" Sanny mendadak merasa bagai orang paling telmi di dunia. Tapi sumpah! Dia sama sekali tidak paham apa yang dibicarakan Ari.

Ibu kantin meletakkan nampan berisikan nasi goreng, soto ayam, dan es teh di hadapan Ari. Cowok itu membayar dan mengambil nampan tersebut.

"Ayo." Ari seolah mengisyaratkan Sanny untuk mengikutinya. "Di sana ada meja yang kosong."

Sanny mencoba memaksakan otaknya untuk bekerja dan sampai pada satu kesimpulan--yang entah kenapa terkesan konyol dan tak tahu malu.

Jadi ini maksudnya Ari baru saja memesankan soto dan mengajakku makan bareng, gitu?

Ari berbalik dan menatap Sanny dengan ekspresi tenangnya yang biasa. "Cepat, Sanny. Nanti tempatnya diambil yang lain."

Dia ingat namaku?

Di pertemuan terakhir mereka, Sanny masih ingat cowok itu memanggilnya "Sandy".

"... iya." Meski tidak begitu mengerti apa yang terjadi, Sanny mengekori Ari ke salah satu meja panjang di ujung kantin.

Jantungnya berubah berisik. Dia sampai tidak punya keberanian untuk menyejajari langkah cowok jangkung itu. Jadinya dia hanya memandangi punggung Ari dengan pikiran yang kembali berkelana.

Cinta yang ini tidak akan menyakitinya lagi, kan?

***

TEMA 3:

TEMA 3:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[End] When The New Day ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang