8. Siapa yang salah?

36K 4.4K 88
                                    

Update🎉
Jangan lupa vote dan komentarnya❤️

🍁🍁

Aku mulai menduga-duga soal Ardhahi yang menurutku terlalu blak-blakan. Laki-laki itu tiba-tiba hadir di pernikahanku dan mengenalkan diri sebagai adik Ivander. Aku tahu karena aku pernah bertemu dengannya sesekali ketika Dias masih menjadi istri Ivander. Tapi tidak mengobrol akrab seperti sekarang.

Mendengar kalimat ambigu yang dia bisikan di pernikahan kemarin saja sudah membuat aku mencurigai laki-laki ini. Dan sekarang tiba-tiba dia menginap di rumah ini dan menyinggung soal malam pertama yang jelas tidak perlu dia tahu.

Apa dia begitu tidak tahu malu sampai harus tahu urusan selangkangan orang lain? Sial, sepertinya aku akan kesulitan memulai misiku untuk membalas Ivander jika di sekitarku ada laki-laki tidak berotak ini.

"Kamu tidak ada niatan pergi ke kantor suami mu?" tanya Ardhani yang sedang sibuk mengoles roti dengan selai kacang.

Aku mengabaikan pertanyaan Ardhani dan memilih untuk segera menghabiskan omelet telur yang dibuat Ivander.

Aku benar-benar tidak tahu apa benar omelet telur ini dibuat oleh Ivander? Aku tidak peduli. Karena pagi ini perutku benar-benar lapar juga sedikit lelah setelah melangsungkan pesta pernikahan kemarin. Walau sederhana, tetap saja cukup membuang tenaga.

"Kenapa diam saja?" lagi, Ardhani bertanya.

Kembali mengabaikan, aku memilih melahap omelet telur yang sebentar lagi akan habis.

Ardhani memandangiku penuh selidik. Aku harap laki-laki ini sadar bahwa sangat menggangguku. Pagi indah yang harusnya aku lakukan dengan bersandiwara menjadi istri baik untuk Ivander harus pupus karena bangun terlambat. Belum sosok laki-laki aneh ini juga ada di sini.

"Hm, aku penasaran. Apa benar kamu dan Dias saudara? Kalian terlihat jauh berbeda." Ardhani kembali membuka suara. Aku pikir laki-laki ini akan malu karena pertanyaannya aku abaikan sedari tadi. Tapi ternyata laki-laki masih mengatakan sesuatu yang tidak penting.

"Dias terlihat lemah lembut dan baik hati. Sementara kamu, sepertinya kebalikan Dias."

Aku menyimpan sendok di atas piring. Aku berhasil menghabiskan omelet telur yang rasanya mendadak tidak enak karena terus mendengar ocehan Ardhani.

"Lantas apa kamu dan Ivander mirip?" tanyaku, bangkit dari dudukku sembari membawa piring kotor untuk segera dicuci.

Ardhani yang awalnya melongo mendengar kalimatku tiba-tiba tertawa keras.

"Sudah aku duga. Kalian tidak punya kesamaan sama sekali."

Aku mendengus saja. Tidak mau memedulikan apa yang dikatakan Ardhani. Membilas piring yang sudah dicuci lalu menyimpannya ke rak piring. Aku mengeringkan tanganku yang basah dengan lap yang tergantung di atas rak.

"Kamu tidak berniat pergi ke kantor Ivander?"

Pertanyaan Ardhani kali ini mendadak membuat gerakan tanganku berhenti. Aku menoleh ke arah laki-laki yang tersenyum setelah melahap potongan roti terakhirnya.

"Kamu tidak penasaran dengan Ivander?"

Lagi, pertanyaan Ardhani membuat aku kebingungan.

"Apa maksudmu?"

Ardhani mengangkat bahu. "Ya sebagai istri yang terjalin karena menggantikan kakak sendiri, aku pikir kamu belum tahu sosok Ivander yang sebenarnya."

"Kenapa kamu menyinggung soal status hubunganku?"

"Aku tidak menyinggung, hanya memberitahu."

"Dan aku pikir kamu tidak perlu memberitahu soal apa pun kepadaku."

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang