17. Tamu di pagi hari

32.7K 4.2K 231
                                    

Update 🎉

Jangan lupa vote dan komentarnya ya 🥰

Buat yang gak sabar nunggu. Bisa melipir ke KBM udah bab 38 ya 🤭 Mayan nemenin puasa klean 😂

🍁🍁


Tahu bagaimana rasanya ketika hati patah dan terluka di tengah perjuangan yang sedang berlangsung dan tidak bisa dihentikan? Ya, seperti itu yang sedang aku rasakan sekarang. Ingin menyerah tapi tidak mau dan tidak bisa. Ingin melanjutkan tapi sudah muak dengan segala hal yang sudah sangat aku yakini semuanya tidak akan mendapat titik terang.

Kalimat-kalimat Ivander terus mengganggu sampai membuat aku tidak bisa tidur. Luka yang dirasakan Dias juga menghantui dengan semua pengkhianatan yang diberikan oleh suaminya. dan aku, sepertinya aku sedang berada di posisi Dias sekarang.

Sekalipun kamu istri saya, saya tidak suka urusan pribadi saya direcoki siapa pun.

Dia tidak cuek, hanya saja tidak mudah didekati.

Dia tidak jatuh cinta denganku.

Aku langsung bangkit dari tidurku. Kalimat itu tiba-tiba saja masuk ke dalam indraku. Ya, Dias pernah mengatakan kalimat itu di rumah sakit. Dias menjawab kalimat itu ketika aku mengatakan bahwa Ivander mencintainya. Sial, aku bodoh. Ternyata Dias sudah memberi kode dalam pembicaraan yang terus saja memuji suaminya waktu itu.

Ternyata aku yang bodoh di sini. Aku yang terlalu cuek dan masa bodoh. Aku yang terlalu fokus ke dalam hidup bebas dan kameraku sampai tidak mau tahu lebih dalam bagaimana kehidupan kakak perempuanku.

Aku menyibakkan selimut yang masih menutupi separuh tubuhku. Dengan cepat bangkit dari atas tempat tidur. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, akhirnya aku keluar dari kamar setelah beberapa jam bertapa di atas tempat tidur karena malas keluar apa lagi bertemu Ivander.

Dan lagi-lagi pagi ini aku harus dikejutkan dengan sosok yang tidak dikenal. Tidak, aku mengenalnya, sangat mengenalnya. Perempuan yang baru saja membuat pertengkaran denganku. Perempuan yang baru saja memberikan penjelasan palsu kepada Ivander seolah dia pemeran protagonis yang harus diberi belas kasihan.

Ya, perempuan itu Hera. Aku tidak tahu kenapa perempuan itu bisa ada di rumah ini. Pagi-pagi seperti ini.

"Kamu sudah bangun?" Ivander yang pertama kali melihatku melemparkan pertanyaan.

Aku menatap lak-laki itu dingin. Bisa-bisanya dia kembali bersikap seolah tidak ada yang terjadi di antara kami setelah pertengkaran semalam. Dan penyebab pertengkaran ini adalah perempuan yang entah bagaimana bisa ada di sini.

"Kenapa dia ada di sini?" tanyaku, menatap Hera tidak suka.

Hera tersenyum sinis. "Selamat pagi. Tidak menyangka aku akan melihat istri pemalas seperti kamu."

"Apa maksud kamu?"

"Maksudku? Aku tahu kamu tahu apa maksudku."

"Hera, jangan seperti itu," tegur Ivander.

Hera mengembungkan pipinya. "Kenapa? Memang seperti itu kan kenyataannya? Kamu sudah bangun pagi buta, sementara istri kamu masih sibuk dengan mimpinya. Dan setelah makanan siap di meja makan, dia baru keluar. Aku yakin dia juga akan ikut makan setelah itu kembali tidur."

"Apa menurut kamu aku harus bangun pagi lalu menyiapkan sarapan untuk suamiku. Setelah itu membereskan rumah? Jangan bercanda, aku tidak di didik untuk menjadi pembantu tidak tahu malu seperti kamu," balasku sinis.

"Pembantu!?"

"Ya, kenapa? Perempuan seperti apa yang tiba-tiba datang ke rumah pasangan suami istri di pagi hari seperti ini kalau bukan pembantu."

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang