22. Menarik kata-kata

32.9K 4.3K 159
                                    

Update 🎉

Kalau mau langsung baca bisa melipir ke KBM sudah bab 50 ya 😂🤭

Selamat membaca, jangan lupa vote dan komentarnya 🥰

🍁🍁

Kemunculan Ivander yang mendadak ketika aku tidak ingin melihatnya saja membuat aku pusing. Belum lagi apa kalimat yang dikatakan Ivander membuat aku kehilangan kata-kata dan hampir hilang kesadaran. Ya, jika saja laki-laki itu tidak pergi dan terus berdebat denganku, mungkin tanganku sudah melayang di wajahnya.

Menarik kata-kata dia bilang? Tidak menerima jika aku ingin bercerai. Padahal pagi tadi dia dengan tegas menawari aku pilihan untuk bercerai. Kenapa Ivander mendadak berubah pikiran secepat itu? Ini belum 24 jam. Sebenarnya apa yang sedang direncanakan lelaki itu?

Kenapa Ivander ingin mempertahankan pernikahan yang dia bilang tidak waras seperti yang dia tuduhkan kepada Dias. Karena pernikahanku dengan Dias tidak ada bedanya. Menikah karena sebuah paksaan atau niat terselubung. Tidak, mungkin hanya aku yang menikah karena ada niat itu. Tapi kenapa sekarang aku berpikir Ivander juga punya sesuatu yang tidak aku tahu apa.

Apa dia ingin balas dendam karena aku menghancurkan kebahagiaannya? Jika saja aku tidak menerima perjodohan ini. Mungkin Ivander dan Hera sudah menikah? Mungkin dia bahagia dengan pernikahannya karena itu bukan hanya status dan sebuah paksaan. Karena mereka saling mencintai.

Lalu bagaimana aku sekarang? Ivander bahkan sudah terang-terangan menantangku yang ingin mengadu soal perselingkuhannya dengan Hera. Aku bisa melihat dari manik matanya, Ivander mengarakan kata-kata menantang itu tanpa rasa takut. Jika aku mengirim bukti ini kepada ibu Ivander yang terlihat tidak menyukai Hera, aku yakin Ivander akan bertengkar dengan ibunya. Lantas setelah itu apa? Semuanya berakhir? Sudah jelas tidak. Apa lagi Ivander menyuruhku mundur walau akhirnya dia berubah pikiran.

Aku menarik knop pintu dan menutupnya. Mendadak tidak jadi ke kamar. Lagi pula laki-laki bajingan yang membuat aku memilih masuk ke dalam kamar itu juga sudah pergi. Aku berjalan ke ruang televisi, dan sosok Ardhani masih duduk diam dengan pandangan yang fokus ke layar televisi.

"Loh? Kenapa keluar lagi?" tanya Ardhani, menatapku sekilas lalu kembali melihat ke layar televisi.

"Suka-suka," balasku malas. Duduk kembali di samping Ardhani.

Aku tidak mengerti. Aku dan Ardhani tidak dekat. Bahkan selama pernikahan Dias, aku tidak pernah berbicara dengan Ardhani. Baru di rumah ini aku mengenal laki-laki yang mengaku sebagai adik Ivander. Aku masih tidak percaya Ardhani adik Ivander melihat sikap mereka yang sangat bertolak belakang. Ardhani itu narsis dan menyebalkan. Sementara Ivander sok ganteng dan lebih menyebalkan lagi.

"Pasutri baru memang bikin orang baper terus. Lihat aku dong yang single di sini."

Aku memberikan lirikan tajam ke arah Ardhani. Mengabaikan ucapan Ardhani, aku kembali melanjutkan memakan roti yang masih tersisa di dalam bungkusan yang aku genggam di satu tangan.

"Baru kali ini aku melihat Ivander membawakan makan siang untuk istrinya," kata Ardhani.

Aku mendengus. "Karena agar aku tidak ke kantor dan mengganggu kemesraan dia dengan Hera."

Ardhani langsung menatapku. "Oh? Apa ini? Apa kamu sedang cemburu?"

Aku tersenyum sinis. "Cemburu? Kepada siapa? Kepada bungkusan plastik makanan atau sendoknya?"

"Tentu saja kepada suamimu."

"Jangan bercanda. Aku bahkan tidak peduli kalau sekarang mereka sedang bergulat di dalam ruang kerja."

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang