20. Sebelum semakin menjauh

33.6K 4K 187
                                    

Maaf baru udpate ya. Mau lebaran, emak-emak sibuk banget sampe lupa ngetik dan wattpad 😭

Selamat membaca, jangan lupa vote dan komentarnya ❤️ bisa juga baca di KBM yaa ❤️

🍁🍁

Semakin lama aku semakin tidak mengerti dengan sikap Ivander yang berubah-ubah. Awalnya laki-laki itu marah karena aku menerima perjodohan ini. Kedua dia bersikap cuek dan tidak memedulikan kehadiranku walau masih terselip perhatian yang aku abaikan. Sekarang, Ivander semakin menjadi-jadi. Pagi hari dia membawa perempuan lain─tidak, teman dekatnya yang aku yakin lebih dari itu ke rumah yang sudah dihuni oleh istrinya. Memamerkan kedekatan mereka di depanku, memarahiku. Dan sekarang, dia seakan sedang bertanggung jawab menjadi suami yang baik untukku.

Obrolan soal ajakkan Hera yang meminta Ivander mengantarnya ke pernikahan temannya semakin panjang. Ivander menghentikan langkahku yang siap pergi dengan kalimat yang sama. Meminta izin dariku? Kenapa laki-laki ini bersikeras meminta sesuatu seperti itu? Apa dia lupa ingatan semalam baru saja memarahiku karena aku terlalu ikut campur dalam urusan pribadinya?

"Kenapa Mas Ivan perlu sekali izin dariku?" aku kembali melemparkan pertanyaan heran kepada Ivander. Apa sekarang laki-laki itu sedang mencari perhatian di depan Hera?

Ivander yang baru saja menyelesaikan sarapannya mendongak menatapku. "Karena kamu istri saya."

Aku mendengus. "Apa sesuatu seperti itu perlu? Aku pikir Mas Ivan tahu apa jawabanku."

"Saya tidak tahu," balas Ivander.

Aku mendesah, aku tidak tahu kenapa obrolan seperti ini harus dibuat panjang. "Aku sudah bilang. Lakukan apa pun yang Mas Ivan mau tanpa melibatkan aku di dalamnya."

"Bagaimana bisa kamu bicara tidak sopan seperti itu kepada suami kamu, Yiska?" tanya Hera yang langsung membuat aku mendengus malas.

"Kenapa? Apa yang salah dengan ucapanku?"

"Sudah jelas salah. Ivan bertanya baik-baik kepada kamu. Kenapa balasan kamu kasar seperti itu?" tanya Hera membuat suasana semakin tidak panas.

"Kasar bagaimana? Aku hanya menjawab apa yang ingin Mas Ivan dengar. Memang apa lagi jawaban yang bisa aku berikan selain ini. Apa dengan aku tidak mengizinkan Mas Ivan untuk menemanimu, Mas Ivan akan melakukannya?" tanyaku.

"Saya akan melakukannya," balas Ivander.

"Ivan! Bagaimana bisa kamu mengatakan sesuatu seperti itu." Hera menatap Ivander tidak percaya.

"Mau bagaimana lagi, istri saya tidak mengizinkan saya pergi."

"Kamu bisa mengabaikan larangannya. Lagi pula siapa dia? Hanya istri kamu. Tidak seharusnya dia mengatur kamu seperti ini!" Hera mulai marah.  perempuan ini memaksa aku menjawab apa yang ingin aku katakan lalu tiba-tiba menyuruh Ivan untuk mengabaikannya, sinting.

"Dia berhak mengatur saya."

"Tidak. Dia tidak berhak mengatur kamu. Tidak ada yang bisa mengatur kamu. Sekalipun dia istri kamu sekarang. Bahkan kalian menikah bukan karena cinta, tapi sebuah paksaan. Kenapa harus membawa serius hubungan yang bahkan tidak kamu inginkan?"

"Kenyataan itu tidak akan mengubah apa pun. Karena sekarang Yiska adalah istri saya."

"Kamu gila? Tidak─kalau kamu tidak mengantarku ke pernikahan temanku, siapa yang lagi? Aku mohon, tolong temani aku." Hera menurunkan nada suaranya. Perempuan itu memohon kepada Ivander, berharap laki-laki itu mau menemaninya.

Aku yang gemas dengan rengekkan tidak berdaya itu membalas. Aku harus segera mengakhiri perdebatan ini dan pergi dari ruangan ini. Apa lagi posisiku yang sudah berdiri di samping kursi dan siap untuk pergi. "Tidak usah dramatis seperti itu. Aku yakin teman kamu bukan hanya Mas Ivan. Buktinya kemarin kamu melakukan pesta ulang tahu yang mewah. Aku yakin kamu punya banyak teman yang siap siaga untuk bisa mengantar kamu. Kenapa kamu harus merengek kepada Mas Ivan? Hanya karena kalian teman dekat? Apa kamu tidak punya teman lain? Atau tidak ada yang mau dekat dengan kamu selain Mas Ivan?"

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang