Untuk kesekian kalinya Elle menghela nafas gusar ketika menatap kalender di meja kerjanya. Ia sudah akrab dengan perasaan ini, perasaan sedih ketika sadar tidak bisa menghabiskan waktu dengan suaminya. Padahal ini bukan kali pertama bagi Alden harus berada jauh dari jangkauan Elle untuk menjalani karirnya sebagai seorang musisi. Tak mau terlalu lama memikirkan hal yang bisa membuat suasana hatinya memburuk, Elle mencoba untuk kembali fokus dengan desain digital poster di layar komputernya.
__
Jet yang membawa seluruh staf dan anggota band Ashwood akhirnya tiba di bandara John F. Kennedy. Menyadari ada perasaan kurang nyaman di tenggorokannya, Alden berdeham beberapa kali. Tidak ada hal lain yang terbesit di pikirannya saat ini selain menghubungi istri tersayangnya. Setelah beberapa kali nada sambung berbunyi, Alden tersenyum begitu mendengar suara dari seberang.
"Halo, Alden. Sudah sampai?" Tanya Elle langsung. Elle memang bukan tipikal perempuan yang suka berbasa basi, tapi bagi Alden hal tersebut adalah salah satu hal yang ia sukai dari istrinya.
"Sudah, Peach. Kamu sedang apa, Elle?" Alden melirik jam tangannya sekilas, ia berusaha menyamakan perbedaan waktu antara New York dengan London.
"Aku sedang makan malam dengan Cloe dan Beth. Masih di jet ya?"
"Iya kita masih di jet. Setelah makan malam mau kemana, Elle?" Alden tahu ini malam sabtu, waktu yang sangat tepat untuk memanjakan diri.
"Perhaps, coffee time?" Jawab Elle setelah jeda untuk menyesap beberapa teguk air mineralnya.
"How about watching movie? You haven't watched Little Women right?" Oh, sekali lagi Elle berhasil dibuat kagum oleh suaminya sendiri. Elle yakin dirinya belum pernah menyebutkan kalau ia tertarik dengan film yang dimainkan oleh aktris favoritnya, Saoirse Ronan. But see, Alden sangat mengenalnya dengan baik.
"Hm, sepertinya aku sedang ingin bersantai dulu malam ini. It's alright. Kamu sudah makan?" Alden tahu, istrinya itu pasti merasa sepi. Weekend yang akan disambung dengan satu minggu off tanpa suami cukup untuk membuatnya sendu.
"Sudah, Sayang, Elle, sepertinya kita akan turun. Aku tutup dulu, ya. Text me when you get home," ucap Alden ketika dia mendapat sinyal dari Jude yang duduk di sampingnya.
"Oke, Alden. Kamu hati-hati di sana, jangan lupa banyak minum air putih dan makan buah, ya."
Alden tersenyum sebentar, "yes, my love. Kamu juga hati-hati pulangnya. Jangan terlalu malam."
"Iya. Good luck for Ashwood. Bye, Alden."
"Thank you, Peach. Bye, Elle."
__
Sebenarnya Elle bukan tipe orang yang akan gelisah ketika sesuatu terjadi di luar keinginannya, tapi entah kenapa kali ini ia tak bisa memungkiri jika kepergian Alden sangat tidak tepat. Kalau ia tetap masuk kantor dan bekerja seperti biasa, mungkin ia bisa sedikit aman dari perasaan sendu. Tapi nyatanya, ia mendapatkan waktu off untuk seminggu kedepan.
"Liburan ada rencana apa, Elle?" Beth yang tengah menikmati segelas mojito itu memandangi sahabatnya yang sedari tadi fokus menatap layar ponsel.
Elle menatap ke arah Beth, "Just stay at home, maraton Netflix." Elle membuat ekspresi tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya.
"Maaf ya, aku sudah janji dengan Mama." Jika Cloe bisa, dia mau saja membatalkan rencana untuk pergi ke Vienna dan memilih untuk travelling ke Iceland, destinasi impiannya dengan Elle.
"Tidak masalah, Cloe. Iceland soon, ya." Elle tersenyum lembut.
"No plan for New York Elle?" Elle menghembuskan nafasnya pelan. Menyusul sang suami adalah opsi nomor satu yang ada di kepalanya begitu tahu jadwal liburnya. Tapi, ia tidak enak jika harus membicarakan hal ini dengan Alden di tengah kesibukannya saat ini.
"There was." Cloe tidak perlu bertanya alasannya lagi, ia sudah mengerti.
"Alright. Besok kalau ingin keluar coba kontak aku saja dulu. Mungkin Kevin sedang ada pekerjaan, jadi aku bisa menemanimu."
"Iya Bethany. No worries, okay?" Ketiga wanita cantik itu lalu tertawa bersama.
__
Elle tidak bisa berhenti tersenyum ketika mendengar setiap kata yang disampaikan dengan penuh antusiasme oleh Michio Kaku di seminarnya hari ini. "The Future of Humanity", topik tentang kemanusiaan sudah pasti membuat Elle tidak perlu berpikir dua kali untuk memilihnya. Elle mengedarkan pandangannya sebentar, area duduk section B tidak buruk juga, pikirnya.
Ketika Elle berusaha memusatkan perhatiannya lagi ke arah stage ia menyadari ada sosok yang sedang memandanginya dari sudut mata kanannya. Situasi seperti ini tidak terjadi satu dua kali, tidak, Elle tidak menganggap dirinya menawan sehingga orang akan tertarik untuk menatapnya. Ia selalu berpikir mungkin lelaki atau perempuan tersebut menatapnya hanya untuk sekedar memperhatikannya lebih detail.
Walaupun identitasnya sebagai istri dari seorang Alden Arslan bukan lagi sebuah rahasia, Elle yakin masyarakat London tidak mungkin bertindak berlebihan. Lagipula Ashwood bukan band yang sangat populer jika harus dibandingkan dengan para musisi yang berhasil masuk di tangga lagu Billboard, sehingga begitu penting identitasnya untuk disorot publik.
__
Baru saja Elle berniat untuk membuka pintu mobilnya, ia bisa merasakan kehadiran seseorang di sekitarnya. Mendengar namanya dipanggil, Elle segera melepas kacamata hitamnya.
"Grizelle?" Butuh waktu bagi Elle untuk mengenali Pria yang berdiri di hadapannya. Pria bertubuh tinggi tapi terbilang kurus dengan hoodie putihnya.
"Catra? Catra Hanani?" Pria itu tertawa kecil sambil menganggukan kepalanya beberapa kali.
"Apa kabar, Elle?" tanya Catra Hanani, seniornya di Southbank International School dulu. Sekaligus mantan kekasihnya.
Sejujurnya Elle masih belum bisa bersikap normal, ini terlalu mendadak. "I'm good, thank you. Catra bagaimana? Sehat?" Catra tersenyum. Pria dengan etnis Tionghoa-Indonesia itu selalu bisa membuat Elle merasa bertemu dengan keluarganya sendiri. Tentu saja karena sesama keturunan Indonesia, membuat Catra mampu memberikan rasa nyaman yang berbeda.
"Jauh lebih baik daripada dulu, indeed." Mereka tertawa bersama. Elle menjadi teringat dengan kondisi laki-laki yang pernah dicintainya ini dulu. Catra, ia mengidap GERD atau penyakit Gastritis akut. Salah satu penyebab perpisahan mereka.
Catra menyadari perempuan di hadapannya ini merasa sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya, itu wajar menurutnya. Ia pun memutuskan untuk menyudahi pertemuan ini. "Kamu mau pulang?" Elle yang terus berusaha menghindari kontak mata dengan Catra akhirnya mencoba untuk menatap lawan bicaranya.
"Iya. Kamu juga?"
"Belum. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Baiklah, kamu hati-hati ya. Aku duluan." Catra menggoyangkan ponsel di genggamannya beberapa kali memberi tanda bahwa ia harus segera pergi, kemudian berlalu.
Elle tidak memperhatikan ke arah mana pria itu pergi. Ia segera masuk kedalam Ford Fiestanya, kemudian menenangkan diri.
Catra Hanani, sudah 2 tahun sejak terakhir kali ia melihat pria itu di Singapura, di masa pengobatannya. Sepengetahuannya, pria itu kembali ke Indonesia dan melanjutkan hidup di sana. Baik antara Elle ataupun Catra tidak ada komunikasi sama sekali. Elle juga tidak bisa menemukan media sosial Catra, mungkin Catra memang tidak suka membagikan informasi personal-nya ke media.
Tidak ada pikiran apapun di kepala Elle mengenai kembalinya Catra ke ibu kota Britania Raya ini. Mungkin ia sedang berlibur, mengunjungi teman, ada banyak alasan bukan? Tidak mungkin bagi Elle berpikir bahwa kedatangan Catra menyangkut dengan dirinya, Pria itu tentu sudah mendengar jika dirinya sudah bersuami, ya kan? Lagipula, Catra seems alright. She must be safe.
![](https://img.wattpad.com/cover/257904882-288-k676722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Beloved
Romance"You are the best that I've ever had, Grizelle." Alden mencium kening perempuan di dekapannya dalam. Ia tak akan pernah bosan memberi tahu Elle betapa ia mencintai istrinya itu. Elle mengeratkan pelukannya setelah Alden selesai mengecup keningnya...