Aku menelungkupkan kepalaku di lipatan kedua tanganku di atas meja. Informasi dari Yura tambah membuatku pusing. Ia memberitahu bahwa deadline tugas Biologi tinggal empat hari lagi dan ia mengajak untuk mengadakan kerja kelompok sore nanti karena katanya tugas itu tidak akan selesai jika dikerjakan dalam waktu singkat. Sedangkan aku saja masih sibuk memikirkan tugas fisika yang deadline-nya besok dan sialnya baru 2 soal yang sudah kukerjakan.
Hari ini Sendy sekolah, entah ini keberuntungan atau tidak karena tugas kelompok ini ujung-ujungnya tetap aku juga yang mengerjakan. Tapi setidaknya Sendy bisa menemaniku ke perpustakaan. Satu jam pelajaran sebelum istirahat pertama ini tengah kosong, tapi aku memutuskan ke perpustakaannya nanti saja ketika istirahat berlangsung. Kepalaku masih pusing karena memikirkan tugas itu, hanya kupikirkan bukannya cepat kukerjakan agar lekas selesai.
"Sen, nanti temenin ke perpus," rancauku dengan kepala masih tenggelam di lipatan tangan.
"Ngapain?"
"Ngerjain tugas kelompok, kita sekelompok," jawabku lesu.
"Hm."
Sendy itu sebenarnya enak jika diminta bantuan atau pertolongan, namun sayangnya ia jarang sekolah. Sendy memang duduk sebangku denganku, tapi karena ia jarang sekolah aku lebih sering duduk sendirian.
Aku menegakkan kepalaku, mengembuskan napas panjang lalu menoleh ke belakang dan mendapati Jiko yang tengah fokus bermain game. Mataku juga melirik ke samping, ternyata bukan hanya Jiko, Sendy pun juga tengah bermain game.
"Ko." Aku memanggil Jiko.
Tak ada sahutan dan aku mengulanginya agak kencang. "Jiko!"
"Hm." Ia hanya berdeham menanggapi panggilanku.
"Pokoknya nanti Istirahat temenin gue ke perpus!" ucapku memaksa.
"Gak!" balasnya. "Gue ada janjian mabar," lanjutnya setelah jeda menolak ajakanku.
Aku mencengkram tangannya dan ia mengalihkan pandangannya dari layar hp dan melirikku sekilas dengan sinis. "Ini tu tugas kelompok lu, bege!" ucapku geram.
"Kan lo bisa ngerjain sendiri. Tadi juga si Sendy mau nemenin tuh," jawabnya dengan arah pandang mata tak terlepas dari layar ponselnya.
"Awas aja, nama lo nggak akan gue tulis!" ancamku kesal.
Jiko melirikku lagi. "Yakin lo setega itu sama gue? Emang siapa nanti yang bakal desain PPT-nya?"
Bam! Ucapan Jiko membuatku bungkam. Lelaki itu selain piawai bermain game, ia juga pandai dalam mendesain. Dan faktanya aku memang mengadalkannya untuk membuat PPT dari tugas ini. Yap, selain mengerjakan soal-soal, tugas ini juga harus dibuat dalam bentuk PPT. Sudah kukatakan ini sangat-sangat membebankan murid!
"Bodo. Bete gue sama lo!" kesalku pada Jiko.
Sedangkan laki-laki itu malah tersenyum bahagia. Dan itu menyebalkan. Sangat menyebalkan. Aku kembali menelungkupkan kepalaku di lipatan kedua tanganku seraya menunggu bel istirahat pertama berbunyi. Perutku sebenarnya sedikit lapar dan ada sandwich di kotak bekalku. Namun aku sedang malas mengunyah dan mengambil bekal itu.
Tak berselang lama bel istirahat pertama berkumandang, tanpa basa-basi aku langsung menarik Sendy menuju perpus tak lupa sebuah buku dan pulpen di tangan kananku. Untungnya Sendy tidak protes.
"Eh ... eh ... Pelangi!"
Langkah kakiku otomatis terhenti. Dayat memanggilku. "Kenapa?" tanyaku memastikan.
Dayat menghampiriku kami -aku dan Sendy- yang telah berada di daun pintu kelas. "Mau ke mana sama Sendy?" tanyanya pengin tahu.
"Ngerjain tugas fisika."
"Emm ... itu Sen, lu tadi disuruh nemuin walas mau diminta keterangan kenapa jarang sekolah. Gue tadi lupa mau bilang."
"Oh oke," kata Sendy enteng. Hal itu membuatku terperangah karena menurutku masalah yang menimpa lelaki itu cukup pelik.
"Sorry deh Ngi, gue nggak bisa nemenin." Oke, aku memang benar-benar harus mengerjakan ini sendirian. "Tapi nanti kalo urusan gue dah kelar, gue samperin ke perpus," janjinya.
"Ya udah sana," jawabku lesu.
Aku lagi-lagi kembali mengeluh.
••o••
Kakiku mengayun pelan memasuki perpustakaan. Lumayan ramai pengunjungnya hari ini. Mungkin mereka juga tengah mengerjakan soal-soal yang merepotkan atau membaca buku untuk menambah pengetahuan. Entah apa tujuan mereka datang ke sini aku juga tidak peduli, sedangkan tujuanku datang ke sini sudah tentu karena kepepet.
"Maaf Bu ... buku paket fisika kelas 11 jilid 2 di mana ya?" tanyaku kepada ibu penjaga perpustakaan.
Ibu itu menatapku heran. Wajar sih dia begitu. Mungkin hanya aku saja yang tak tahu letak barisan buku paket ada di mana karena aku jarang sekali memasuki perpustakaan.
"Di rak ujung kanan," jawabnya sambil menunjuk sebuah rak.
Aku mengangguk dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Lalu kuhampiri rak itu, yang keadaannya terdapat dua siswi berdiri di depan rak saling berdiskusi. Buku fisika kelas 11 ada di bagian rak paling atas dan sudah tentu aku tak dapat menjangkaunya karena aku pendek. Kucari di rak bagian bawah, mungkin saja ada yang terselip. Namun tidak ada. Buku paket fisika kelas 11 hanya ada di rak atas.
"Em ... hai," ucapku ragu kepada dua siswi yang tengah berdiskusi tadi. Salah satu dari mereka lumayan tinggi dan mungkin bisa membantuku mengambil buku paket itu.
Mereka berdua menyahut bersamaan, "iya kak?"
Ternyata adik kelas.
"Dek?" Sapaan yang cukup bagus karena aku tak tahu nama mereka. "Bisa tolong ambilin buku paket itu nggak?" tanyaku ragu.
"Bisa kak," balas salah satu dari mereka.
Siswi yang lumayan tinggi itu mengambilnya dan menyerahkan buku paket itu kepadaku.
"Makasih ya."
"Iya kak," balasnya.
Aku meninggalkan rak itu dan menuju barisan meja dan kursi yang tersedia untuk mengerjakan soal-soal ini. Kupilih tempat duduk tepat di bawah kipas angin yang kebetulan ada 2 kursi kosong, tujuannya agar aku khusyuk mengerjakan tugas ini tanpa khawatir panas dan keringat bercucuran. Tapi aku tak menjamin pasti hal itu, bisa saja keringatku bercucuran bukan karena gerah melainkan pusing dengan soal-soal jahanam ini.
Jawaban nomor 3 dan anak-anaknya berderet rapi di satu halaman. Aku mengucapkan syukur. Jadinya aku tak perlu repot mencari ke sana ke mari jawaban anak-anak dari nomor 3. Dengan pasti aku mulai menyalin jawaban itu ke bukuku dan juga lengkungan bibir menghiasi wajahku. Ternyata menemukan jawaban dari soal-soal sebahagia ini.
Aku tak butuh waktu lama menyalin jawaban itu, ya karena aku terbiasa menulis cepat walau begitu tulisanku masih dalam kategori rapi dan enak dipandang mata.
Kini aku beralih ke soal nomor 4, lalu mulai kucari di buku paket namun hanya jawaban induknya yang ada, anak-anaknya tidak. Senyum sumringahku sirna. Walau begitu aku tetap menyalinnya dengan cepat tak ingin membuang waktu percuma.
Deritan kursi ditarik terdengar. Yap, kursi di samping ada yang mendudukinya. "Ekhem." Dan dehaman suara laki-laki membuatku berhenti menulis.
••o••
Hayo siapakah dia?
Tapi keknya udah ketebak deh :(
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah kalo pencet bintang di langit kejauhan, hehe
Xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA HILANG MAKNA
Teen Fiction"Katanya aksara itu pasti bermakna, tapi kenapa aku merasa tidak berguna?" - Aksara Senardi "Katanya aksara itu belum bisa bermakna jika tidak ada huruf lain di sisinya." - Pelangi Biola Desember, 2020 © feffiamlp Cover by Bocah Halu Ig: @bocahhalu2...