2. jiwa yang semakin mengkerut

37 10 2
                                    

Lagu Kill This Love menggema di kelas, para anak cewek yang merasa dirinya K-popers sejati sedang mengambil alih kelas dengan menyetel lagu korea itu lumayan keras dengan berjoget meliuk-liukkan badannya. Salah satu dari meraka adalah Ruby si rubah. Bukannya gerakan mereka terlihat bagus, malah aku bergidik jijik dibuatnya. Tidak ada kecocokkannya sama sekali, gerakan mereka masih terlalu kaku dibandingkan para girlband itu.

Aku bukan fangirling seperti mereka, tapi tidak berarti aku tak tahu sedikit pun tentang k-pop, aku juga generasi millenial, tolong.

Para guru sedang rapat dan ini kuasa mereka mengambil alih tanggung jawab kelas yang biasanya ditanggung ketua kelas.

"Pelangi." Suara Jiko memanggilku. "Lo gak ikut joget pistol?" tanyanya, bangkunya tepat dibelakangku.

Aku menolehkan kepala ke belakang, pertanyaannya membuatku melongo, "ha?" tanyaku meminta penjelasan.

"Tuh kayak mereka, tangannya dibentuk pistol-pistolan, masa kecilnya kurang bahagia," ujarnya kelewat jujur.

Aku tertawa mendengar ucapannya, "gue udah gede, biar gak dikira MKKB," jawabku.

"Anak pinter," ucapnya sambil mengacung jempol. "Gue ngeri ngeliatnya, mending gitu kalau jogetannya bagus, ini mah kebangetan," lanjutnya setengah berbisik.

Aku makin tertawa, "anggap aja wanita penghibur."

"Anjiirr. Sadis," balas Jiko seraya tertawa, namun tiba-tiba ia terlihat marah. "Si Bagas keparat! Kaum gue terlecehkan gegara dia!" makinya.

Aku menoleh ke arah pandang Jiko ke sebelah kanan, di sana ada Bagas yang mengikuti gerakan dance dari anak perempuan. Sontak tertawa makin keras aku dibuatnya. Pasti selalu ada salah satu manusia diantara teman seangkatan yang perangainya mirip Bagas, bermain dan berkumpul dengan perempuan. "Tapi gerakan Bagas lebih cucok meong Ko, dibanding anak-anak cewek itu," ujarku menahan tawa.

"Harga diri gue hancur berkeping-keping ngelihatnya."

"Sabar. Kalem," ucapku lagi. "Eh Ko, PR lo udah belum?" tanyaku kemudian.

"Belum nih. Dari tadi gue mohon-mohon ke Yura gak dikasih-kasih. Pelit banget bocah satu itu!" kesal Jiko.

"Gue juga belum, gak bisa caranya. Pasrah gue kalau dihukum bu Rita."

"Nanti gue temenin," jawab Jiko.

Aku memutarkan tubuhku kembali ke depan. Aku pikir-pikir sebenarnya apa sih kemampuanku, pelajaran sekolah hancur, olahraga malas, sukanya rebahan, dan bisanya marahan dengan Aksara.

Dari semua nilai raportku hanya ada satu yang bernilai diatas 85. Sebagian besar nilaiku adalah nilai kasihan yang diberikan oleh para guru, karena perangaiku yang terkategori lumayan baik.

"Permisi," salam seorang perempuan yang memasuki kelasku. "Maaf, ada kak Pelangi?" tanyanya mencariku.

Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba ada seseorang yang mencari bocah biasa aja?

"NGII! DICARIINN," teriak Dayat, ia sedang duduk dibawah papan tulis.

"Iyaaa," jawabku. "Kenapa?" tanyaku kepada sang pencariku itu dan berjalan ke depan kelas.

"Kakak dipanggil kak Gilang di ruang osis."

Aku terkejut. Kenapa tiba-tiba sekretaris osis mencariku? Ada apa ini? Aku tidak pernah macam-macam di sekolah dan aku tidak punya masalah apa pun di sekolah ini.

Aku berjalan ke ruang osis dengan cemas, memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi padaku.

••○••

AKSARA HILANG MAKNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang