Akhirnya setelah sekian senja aku pergi keluar rumah juga untuk menikmati sore. Aku menghirup udara sore penuh nikmat dari jendela kaca mobil taksi online yang kutumpangi. Melihat kendaraan yang lalu lalang, pejalan kaki yang hilir mudik dan beberapa cowok ganteng yang melintas. Ah, ini memang benar dapat menghilangkan stres.
Aksara duduk di kursi depan, sebelah driver. Aku tak tahu apa yang tengah ia kerjakan dan tak peduli juga.
Langit telah berwarna jingga kemerahan dan cahaya matahari mulai meredup perlahan. Malam segera datang. Dan sore menuju malam ini aku tengah menemani Aksara menuju surganya; toko buku. Entah buku apa yang ingin dibeli aku pun tak tahu. Sedangkan aku jika ikut ke surganya Aksara adalah untuk berburu alat-alat tulis lucu.
"Ini kalian pacaran kok duduknya pisah gini? Satu di depan satu di belakang. Lagi marahan ya?" Sang driver memecah keheningan.
"Bukan Pak!" ucapku dan Aksara bersamaan.
"Kami tetanggaan," lanjut Aksara sambil mengusap tengkuknya.
"Tapi sering musuhan." Aku menimpali.
Bapak driver-nya terkekeh. Sedangkan Aksara menengok ke belakang, melirikku sinis dan aku mengalihkan pandangan menuju jalanan lagi.
"Ini lagi akur ya? Buktinya jalan-jalan berdua," ujar sang driver.
"Diiming-imingi mau ditraktir sih Pak. Kalo nggak gitu saya mah ogah diajak pergi," jawabku jujur walau sedikit kulebih-lebihkan.
"Cewek matre emang gitu Pak," sahut Aksara lirih ke bapak driver, tapi aku dapat mendengarnya jelas.
"Enak aja!" sanggahku tak terima. "Ini namanya realistis bukan matre!"
"Realistis sama matrealistis beda-beda tipis juga."
"Dari katanya aja beda, artinya juga beda!"
Bapak driver kembali terkekeh. "Saya percaya sama kata si neng, tetangga tapi sering musuhan."
"Dianya aja Pak yang sering ngeselin, suka mancing-mancing emosi," ucapku membela diri.
"Udah Pak, iyain aja. Cewek nggak pernah salah selalu benar," ujar Aksara kepada bapak driver.
Aku menggerutu dalam hati.
••o••
"Kenapa lo nggak beli pas liburan kemarin sih?" tanyaku kepada Aksara. "Ups! Itu bukan liburan, lebih tepatnya memboloskan diri dengan sengaja." Aku meralat ucapanku untuk lebih menyindirnya.
Kami tengah berada di eskalator, menuju lantai dua salah satu mall, tempat salemba buku berada.
"Takut ketauan mama papa," jawabnya.
Aku berprasangka buruk. "Pasti lo mau beli buku aneh-aneh, 'kan?"
"Iya," sahutnya enteng.
Aku tercengang kaget. "Iiww ...." Aku bergidik jijik sambil membentang jarak sedikit menjauh dari Aksara.
"Gue tahu jalan pikiran lo," ujar Aksara seraya mendekat ke arahku lalu merangkul leherku seperti seorang tawanan.
"Lepas! Gue gak mau deket-deket sama lo!" amukku tertahan.
Kami melangkah besar melewati pembatas eskalator. Aksara masih mengapit leherku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA HILANG MAKNA
Teen Fiction"Katanya aksara itu pasti bermakna, tapi kenapa aku merasa tidak berguna?" - Aksara Senardi "Katanya aksara itu belum bisa bermakna jika tidak ada huruf lain di sisinya." - Pelangi Biola Desember, 2020 © feffiamlp Cover by Bocah Halu Ig: @bocahhalu2...