6. malas yang mendarah daging

30 5 6
                                    

Tandain kalo ada typo

Selamat membaca

••o••

"Bio ... tok ... tok ... tok ... Bio ...."

Oke. Mama gak jelas sekali. Pengin nangis rasanya mendengar mama seperti itu. Ia mengetuk pintu tapi bukan dengan gerakan tangan yang bersentuhan langsung dengan bidang pintu tapi dengan mulutnya yang mencontohkan suara ketukan pintu.

"Mama jangan waras, huhuhu ...," ujarku sambil memperagakan suara orang menangis. "Eh, jangan gila maksudnya," lanjutku memperbaiki ucapanku tadi. Beneran itu tidak disengaja.

"Durhaka ya kamu!" Mama mencak-mencak di depan pintu kamarku yang tertutup. "Bukain!" teriaknya. Mama satu hari tanpa teriakan seperti sayur tanpa garam.

"Mau ngapain? Kalau gak penting gak mau bukain!"

"Ini masih rumah papa sama mama ya ... jangan mancing-mancing buat diusir!"

"Eh ... eh, bercanda Ma." Aku kalang kabut dan langsung membukakan pintu. "Selamat datang ...," sambutku penuh suka cita mempersilakan mama masuk ke dalam singgasanaku.

"Buka buku PR matematika dari bu Sari sekarang!"

Aku terkejut, "kok Mama tahu ada PR dari bu Sari? Mama nyerap ilmu hitam? Ilmu sihir? Ilmu dukun?!" Aku mencerocos panjang lebar karena kepo kenapa mama bisa tahu? Tepatnya panik.

"Aw!" rintihku pelan. Mama itu kejam. Bisa-bisanya dia menganiaya anak semata wayangnya ini dengan melempar buku setebal 1 cm dan tepat mengenai dahiku, mungkin tebalnya segitu. "APA SIH LEMPAR-LEMPAR?!"

"Kamu berisik! Ambil buku PR MTK cepat!"

Oke, mama teriak lagi. Dan aku berlari kalang kabut mengambil apa yang dia inginkan karena nyawaku hanya 1.

"Nah!" ujarku terengah-engah sambil menyodorkan buku PR.

Mama melotot tajam. Aku benar-benar ingin ikut melotot tapi tak jadi kulakukan takut diusir.

"Duduk di meja belajar!" ujarnya penuh penekanan.

"Mau ngapain sih?" Aku merengek malas.

"Duduk!"

Undang-undang dasar di rumah ini, pasal pertama adalah mama tidak bisa dibantah. Cuakss! Kenapa sih papa dulu harus membuat pasal itu?! Sebucin itukah papa ke mama?!

Aku duduk. Pasrah.

"Kerjain!"

"Mau besok ngerjainnya," ucapku memelas.

Mama tak lanjut berbicara dan berjalan ke arah jadwal pelajaran. Gawat. "Besok deadline Bio!" jerit mama yang kesekian kalinya. Mama jelmaan singa mode on.

"Ya makanya itu, kalau besokkan Bio bisa nyontek ke temen yang udah ngerjain," cicitku pelan. Itu adalah pengakuan dari tukang contek yang sangat jujur. "Aw ... aw ... sakit Mama!"

"Mama gemes pengin gulai kamu!" geram mama.

"Gulai aja tuh, ikan koi di depan dari pada gulai aku yang kecantikan dan kepintarannya luar biasa!" ujarku sambil mengusap-usap telingaku yang panas sehabis dijewer mama.

"Sok kecantikan dan kepintaran dalam minta uang, bohong dan mencontek hasil PR orang!"

Jleb!

Perkataan mama langsung sampai ke ulu hati. Sakit hatiku ketika aku diolok-olok dengan perbuatan buruk yang telah aku lakukan. "PAPA ... BIO DIANIAYA TERUS SAMA MAMA!" lantangku mengadu.

AKSARA HILANG MAKNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang