02 : Hukuman Telat

136 39 31
                                    

Motor itu berhenti tepat didepan gedung sekolah. Dan orang yang Louis tumpangi itu langsung berlari ke dalam gedung sekolah tanpa mengucapkan kata terimakasih.

"Lun! Helm!!" Teriak Louis. Luna tak mendengarkan ucapan itu dengan jelas. Dia masih berlari ke dalam gedung sekolah. Louis sempat berdecak, tak lama, dia pergi dari pekarangan sekolah.

"Mampus," Luna sudah meramal dalam gumaman. Kalau bukan bersihin toilet, cabut rumput di taman belakang, pasti pungut sampah dan daun kering yang berjatuhan di parkiran sekolah.

Dinding berwarna kuning pudar Luna gunakan sebagai tempat pelindungi persembunyiannya. Dia melirik keadaan, dan pas waktunya karna guru sedang berpidato didepan sana.

"Pst, Psstt! Bel! Bella!"

Pemilik nama yang dipanggil pun langsung menoleh. Matanya membulat saat mengetahui sahabatnya terlambat lagi dan lagi. Bella, cewek itu hanya bisa menggeleng samar dengan kelakuan sahabatnya. Si ratu terlambat, julukan itu yang sering orang katakan untuk Luna.

"Bantuin nape!" Ucap Luna pada Bella tanpa mengeluarkan suara.

"Bu Siska lagi pidato. Gimana caranye?" Balas Bella ikutan.

"Cari cara lah!" Tukas Luna lagi.

Bella hanya bisa menghela. Dia berpikir keras untuk menyusun rencana agar Luna bisa masuk ke dalam barisan.

Satu detik, dua detik, matanya terus mengamati sekitar. Tak lama kemudian, Bella langsung menggerakkan tangannya. Seolah mengisyratkan Luna untuk lewat koridor belakang karna tempat itu tembus ke lapangan upacara. Dan Luna langsung mengangguk mengerti. Dia berbalik badan dan langsung mengendap-endap untuk berjalan melewati koridor belakang.

"Demi Samudra Hindia dan lautan sekitar, gue tobat lambat terus." Gumamnya meratapi keadaannya yang sudah seperti agen FBI karna mengendap-endap tak jelas. Setidaknya, kalau ingin terlambat, jangan hari Senin. Hari lain boleh, tapi Senin Jangan. Itu prinsip Luna.

"Mau kemana?" Sahut seseorang dibelakang Luna.

Luna tak berbalik badan, dirinya mengira orang yang menyahut itu adalah orang yang terlambat juga. "Mau ke barisan. Lo terlambat juga? Sini, ikut gua." Ucapnya.

"Kalau lo yang ikut gua? Gimana?"

Luna mengerutkan keningnya, tak lama, dia berbalik badan. Bulu tangannya mendadak berdiri semua. Seolah merasakan aura mencekam dari sosok yang ia lihat saat ini. Luna berdehem kecil sambil merapikan rok serta rambutnya.

"Ehem, lo siapa? Murid baru? Gak usah cepu. Gue barusan sekali terlambat. Sebelumnya gak pernah." Jawab Luna yang tentu saja berbohong.

"Gue gak peduli lo terlambat berapa kali. Aturan tetap aturan. Dan aturan itu lo langgar. Jadi lo harus terima hukuman." Jawab orang itu lagi.

Luna hanya bisa berdesis, dia memikirkan sebuah alasan yang dapat meloloskannya kali ini. Karna tentu saja dia tak ingin membersihkan taman sekolah apalagi membersihkan toilet. Itu paling, ugh! Gak banget!

"Biarin gue lolos, ya.. Kali ini aja, plis, plis. Gue tau gue salah karna udah terlambat, tapi kan gue gak pernah sengajaiin buat terlambat." Mohon Luna pada orang yang ia yakini anak kepala sekolah. Ya gak tau kenapa mikirnya gitu. Tapi rata-rata anak kepala sekolah itu emang paling tertib, disiplin, pinter, dan rapi diantara murid lainnya.

"Gue gak tertarik sama tawaran lo. Sekarang, lo-"

"Seblak! Orang kayak lo makan seblak gak sih? Apa nasi pecel? Lo alergi kacang gak? Yang paling enak... bakso! Tapi disini cuman bakso sapi doang yang ada. Jadi lo mau yang mana? Eh, tapi gue cuman bawa uang lima puluh rebu. Jadi lo dua puluh rebu aja, yak." Luna sudah berencana untuk mengeluarkan dompetnya. Dan orang yang ada didepannya hanya bisa diam tak bersuara. Dia berusaha sesabar mungkin untuk menghadapi orang yang ia tak kenali itu.

"Lo ikut gue sekarang." Ketus orang itu sekali lagi.

Luna menghela nafas panjang. Dia tak bisa mengelak atau melarikan diri lagi. "Oke, fine!" Helahnya pasrah.

~

Sekarang, mereka berdua sedang berada didepan toilet. Dan Luna hanya bisa diam sambil melirik sekitaran toilet. Berpikir semoga apa yang dia pikirkan tidak akan terjadi dalam beberapa menit nanti.

"Misi, Mas. Ini ngapain disini?" Tanya Luna tersenyum paksa.

"Bego." Balas orang itu bergumam. Luna hanya bisa mengerutkan keningnya samar. "Lo tau gak, orang yang udah ngelanggar aturan bakalan kena apa?"

Luna nampak berpikir sebentar. "Sidang?"

Sial, orang itu hampir tertawa kecil. "Bukan."

"Oceh?"

Orang itu kembali menggeleng.

"Apa, sih? Disuruh mikir gue." Gerutu Luna mengomel. Tak lama dari itu, dia kembali bertepuk tangan kecil. Sepertinya dia sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan tadi. "Hukum!" Ucapnya lagi.

Orang itu hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan. Sepertinya orang yang ia hadapai ini sudah bego keterlaluan. "Gue minta lo bersihin toilet. Gue bakalan kembali lima belas menit lagi. Kalau lo gak selesai, lo nyesel." Jawabnya yang sudah memperkirakan waktu.

Luna yang awalnya tersenyum langsung ternganga sangking terkejutnya. "B-bentar, lo gak salah? Lo gak salah nyuruh gue b-" Belum selesai Luna berbicara, orang itu sudah keburu meninggalkannya dengan beberapa peralatan untuk membersihkan kamar mandi di lantai koridor. Luna mengedipkan matanya berulang kali. Seolah mendapatkan kejutan dari orang itu. "W-wahh, parah! Woi! Lo mau gue kutuk jadi pete, hah?! Biar kentut lo bau!!" Misuh Luna dari kejauhan.

"Yang bener aja. Gue disuruh ngebersihin ini semua dalam waktu lima belas menit? Emang lo siapa nyuruh-nyuruh gue?!" Omel Luna lagi. Sekarang ini dia bergumam tak jelas. Tapi mau tak mau, dia tetap harus mengerjakannya. Lama berpikir dan mengomel, dengan terpaksa, cewek itu harus membersihkan toilet dua bilik yang kini menantinya.

~

Suara gesekan dari sikat toilet dan lantai menyoraki salah satu bilik toilet perempuan.

"Dikit lagi. Dikit lagi, anjing!" Umpat Luna lalu sedikit membanting sikat toilet. "Udahh!!" Teriaknya lumayan lantang sambil merentangkan tangannya.

Sebelas menit telah berlalu cukup lama, dan akhirnya Luna dapat menyelesaikan tugas hukumannya. Jarang-jarang dia mendapatkan hukuman seperti ini, biasanya dia akan lolos dari guru piket yang biasanya sedang berjaga didepan gerbang atau pintu masuk sekolah.

Mengingat hal itu, Luna kembali berdumel sendiri sambil mencuci tangannya. "Wahh, kalau dipikir-pikir, tu orang ngeselin banget, anjir. Nyuruh ini, nyuruh itu, nyuruh sana, nyuruh sini. Emangnya dia siapa?! Yang bener ajaa!" Dumelnya yang sudah pusing sendiri.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang