07 : Kartu AS

85 24 6
                                    

"Awww," Darren meringis. Kepalanya cukup pusing dan badannya terasa pegal.

"Udah bangun lo?!"

Suara itu membuat Darren menoleh. Cukup lama dia berpikir, lalu dia merespon dengan cepat. "Siapa lo?!" Belaknya terkejut. Reflek, badannya ia tutupi dengan selimut berwarna cream pudar dengan corak lingkaran asal.

"Dih? Lo yang siapa?!! Pulang-pulang mabuk gak karuan, dan nyusahin adek gue." Ucap Louis lalu meletakkan sup kaldu ayam diatas nakas sebelah kasur.

"Adek?"

"Iya, adek gue. Luna." Jawab Louis.

"Luna?" Darren berpikir sejenak. Lalu beberapa detik kemudian, dia teringat dengan kejadian kemarin. Dan dia teringat siapa itu Luna. Adik kelas yang sudah membuatkannya nasi goreng kemarin.

"Gimana? Udah inget?" Tanya Louis lalu melipat kedua tangannya didepan dada. "Tau gak, kemarin lo itu udah kedu-"

"Shit!," Darren keluar dari kamar Louis lalu berlari keluar dari rumah.

Dia berhenti didepan rumah Luna, mencari motor kesayangannya yang berwarna abu-abu kehitaman. "Where's my fucking motorcycle?!" Ucapnya frustasi. Tak berpikir panjang, Darren menutuskan untuk berlari ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Luna.

"Ahhh, gue kok bisa kelepasan, anjir. Kartu AS guaa!" Ucap Darren dalam hati. Kini, kartu AS miliknya sudah terbuka oleh salah satu orang yang selalu ia sumpahi sebelum tidur. Aurelia Luna Mawar Mateo. Kini, kartu AS miliknya sudah dipegang oleh cewek nyebelin itu.

~

Selama satu harian ini, Darren selama sekali tak melihat Luna di sekolah. Dia sudah mencari di segala tempat. Lobby sekolah, kantin, gudang, kelas Luna, bahkan di parkiran, tapi dia tak menemukan cewek berambut sebahu itu. Dia juga sudah mencari orang yang selalu mengkori Luna, Bella. Darren juga mencari cewek itu, tapi dia tak mendapatkan batang hidung kedua cewek itu.

"Tuh cewek kemana sih??!" Keluh Darren mengusak rambut.

Sesegera mungkin, Darren hanrus membuat mulut Luna bungkam agar tak menyebarkan rumor yang aneh-aneh. Bisa habis nyawanya kalau cewek itu membuka sedikit kartu AS miliknya.

"Gue bodoh banget, sih. Perasaan cuman minum berapa, doang. Kok bisa sampe mabuk, gitu?" Lanjutnya bergumam. Biasanya dia akan kuat minum sampai empat botol bir. Kalau Wine, dia bisa kuat sampai minum dua botol Wine. Dan kalau Soju, dia bisa minum sampai tiga botol Soju. Jadi heran saja kalau tiba-tiba dia mabuk tak karuan kemarin.

"Gue udah pulang, lo udah otw, kan?"

Mendengar suara yang familiar, Darren membalikkan badannya dengan cepat. Luna, cewek itu sedang menelfon Louis agar cepat menjemputnya.

Darren berjalan cepat kearah Luna, dia berdiri didepan Luna dengan nafas yang terengah-engah. Luna mendongkak, matanya membulat saat melihat siapa yang ada didepan matanya. Berulang kali dia selalu dikejutkan oleh kehadiran Darren yang entah datang dari mana.

"Eh, Kak, lo... Lo ngapain disini? Kepala lo gak pusing?" Tanya Luna lalu mendekat dan memegang kepala Darren.

Darren menepis kasar tangan itu, membuat Luna sedikit terkejut dengan kekasaran Darren. "Dari mana lo?" Tanya Darren dingin.

"Dari lapangan basket. Seharian ini gue ada disana, latihan buat lomba minggu depan. Lo gak tau? Tapi temen-temen lo ada di lapangan tadi." Jawab Luna terheran. Tak lama, dia tersenyum usil. "Kenapa? Lo kangen sama gue?" Lanjutnya tertawa kecil.

Darren terdiam, amarahnya kembali naik saat melihat candaan Luna yang selama sekali tak ada lucunya. "Lo, lo kenapa, sih, ngusik kehidupan gue terus??!!" Bentak Darren murka. Luna terdiam sejenak, dia masih begitu shock dengan bentakan Darren tadi. "Apa?! Lo udah tau kan semuanya?! Lo udah sebar rumor aneh itu ke satu sekolah?!" Lanjut Darren.

Luna menggeleng, tak menyangka Darren memandangnya dengan se-najis itu. "Kelakuan lo di sekolah sama di luar sekolah itu gak ada hubungannya sama gue. Mau lo mabuk, mau lo kecelakaan, mau lo ngabantai orang, gue gak peduli. Karna urusan lo itu bukan urusan gue."

Darren nampak diam dengan jawaban yang Luna berikan. Dia tertegun dengan ucapan itu.

"Gue gak se-anjing itu sampe nyebarin rumor itu ke orang-orang. Emang gue dapet untung apa dari nyebarin rumor itu? As you have to know, gue bakalan lupain kejadian kemarin." Lanjut Luna yang ikut naik pitam. Luna berdengus marah, dia mendorong Darren dari jalannya, dan menyumpahi cowok itu dalam gumaman.

Darren diam. Entah kenapa kali ini dia benar-benar diam. Biasanya dia tak akan tinggal diam kalau ada seseorang yang benar-benar membuatnya marah. Dia akan menghabisi orang itu tanpa pandang bulu. Tanpa memikirkan orang itu cewek atau cowok.

~

"Lun, gue didepan gerbang. Lo dimana? Gue udah nunggu sepuluh menit disini." Ucap Louis dari balik telfon.

Luna menghela nafas, lupa kalau dia meminta Louis untuk menjemputnya dari sekolah. "Sorry, Kak. Gue lupa. Gue naik bus." Jawab Luna.

"Hah?" Terdengar suara dengusan kecil dari Louis. Dan Luna hanya diam dengan itu. Dirinya sudah tidak bisa konsen karna dibentak dan dituduh oleh Darren beberapa menit yang lalu. "Btw, temen lo yang kemarin udah bangun. Udah pergi dia. Tanpa pamit pula," Lanjut Louis teringat.

"Iya, udah tau. Tadi aja gue diben-" Luna kembali diam. Dia tak ingin melanjutkan ucapannya tadi.

"Ohh, baguslah. Eh, gue pulang malem ya hari ini. Gue mau kerjain gambaran sturktur dari dosen bareng kakak kelas gue. Gue udah bilang juga Bibik tadi."

"Hm, have fun."

Luna memutuskan panggilan. Dan dia hanya bisa memandang lurus ke depan sambil melihat taman bermain yang kosong. Dengan satu gelas kopi pahit dingin, Luna meminumnya secara perlahan. Pergi ke tempat sepi dan meminum kopi, sudah sangat cukup membuat Luna menjadi tenang.

"Gue salah, ya, nolongin dia kemarin?" Gumam Luna bertanya pada dirinya sendiri. Dia hanya ingin Darren menghargainya karna sudah menolongnya di bar kemarin.

Tidak tau saja, dia mendapatkan omelan besar dari Louis kemarin karna Darren. Kakak mana yang tidak terkejut saat melihat adik perempuannya menggotong seorang laki-laki bertubuh tinggi? Bahkan hampir setengah jam Luna diomeli oleh Louis. Kalau bukan karna Bibik, pasti Luna terlambat lagi hari ini karna tidak tidur dengan cukup karna harus mendengarkan omelan kacau dari Louis.

"Darren, namanya Darren. Gue sumpahin lo gak dapet cewek, berak-berak mencret pas lomba basket minggu depan, dan gue sumpahin kaki lo cedera pas lomba nanti."

Disaat yang bersamaan, Darren sedang diam diatas kasurnya. Dengan lilin aroma terapi yang menyala, Darren menatap lama lilin itu.

Darren berdengus kesal. Entah kenapa jawaban Luna tadi siang tidak sesuai dengan ekspetasinya.

Lama berpikir, Darren tertawa remeh sambil menatap lilin itu. "Cih, anjing? Anjing???" Kesalnya meramat kuat lilin yang ia pegang. "Heh, gue gak ada bilang kelakuan lo kayak anjing, ya. Gue cuman gak suka lo ngusik hidup gueEeeeEEee!" Lanjut Darren berteriak diakhir.

"Kak Darren! Lo ribut banget, sih! Gue lagi buat presesntasi video!" Sahut Rasya. Rasya adalah adik perempuan Darren. Adik perempuan yang paling ia sayangi dan yang paling ia lindungi.

Darren tak menghiraukan ucapan adiknya. Dia kembali menatap lilin yang apinya masih menyala itu. Ada sesuatu yang harus dia ingat. "Goshhh, who's that girl again?" Tanya Darren mencoba mengingat. Dia lupa nama Luna. Dia lupa nama cewek yang membawakannya bekal nasi goreng beberapa hari yang lalu. "Lu... Luna?" Tebak Darren. "Gue yakin namanya Luna," Lanjutnya yang mendadak yakin.

Darren menarik nafasnya dan menutup matanya secara perlahan. Beberapa detik kemudian, dia membuka kembali matanya dan menatap intens lilin aroma terapi itu. "Luna, namanya Luna. Gue, Darren, nyumpahin lo bakalan apes banget besok. Mau itu terlambat terus kena hukum sama guru piket, didatengin kecoak berapa ekor, gue... gak peduli! Dan gue sumpahin minggu depan lo cedera pas lomba basket biar tim lo gak MENANG!"

Duar!!

Di langit yang sama, langit pun mendadak mendung dan petir mendadak datang. Kedua orang itu sama-sama saling mengutuk dan saling menyumpahi. Darren menyumpahi Luna, dan Luna menyumpahi Darren. Entah apakah sumpahan mereka akan terwujud atau tidak. Lihat saja besok dan minggu depan.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang