14 : Luluh Apa Lulur?

31 14 1
                                    

Bobby menghampiri Bella yang sedang berdiri sambil berbicara dengan Stiven didepan UKS. "L-luna, dia kenapa?" Tanyanya khawatir.

"Buset, lo lari dari lapangan terus kesini?" Tanya Stiven ternganga.

"Luna kecapekan, tekanan darahnya mendadak jadi rendah." Jawab Bella.

Bobby terdiam, medadak cemas dengan gebetannya itu. "Lunakuu,"

"E-eh, lo mau ngapain?" Tany Stiven menghadang jalan Stiven untuk masuk ke UKS.

"Minggir, gue mau liat cewek gue," Ucap Stiven.

Bella berdengus sabar. "Bob, Luna butuh istirahat. Lagipula disana ada Kak Darren juga. Kalau dia kebangun, gimana? Kalau dia bangun, sama aja lo bangunin singa tau, gak?" Kompor Bella yang dianggukkan setuju oleh Stiven.

"Udah, cewek abal-abal lo gak bakalan kenapa-napa," Ucap Stiven menenangkan sambil menepuk bahu Bobby berulang kali.

Bella berhasil dibaut tertawa dengan itu. Stiven juga ikut tertawa saat menyadari kalau jokesnya masuk ke Bella.

~

Kedua orang yang berada di UKS sedang terbaring di brankar yang berbeda.

Kaki Darre sudah diperban, dan suster mengatakan kaki Darren perlu di gips agar kaki Darren cepat membaik. Bukan hanya kakinya yang terluka, tapi lengan serta serta lututnya juga lecet karna bergesekan cukup kuat di lapangan tadi. Tapi semua luka itu sudah diobati telaten dengan suster dan dibantu oleh Stiven dan Bella.

Dan Luna, dia juga masih tidak sadarkan diri. Dia masih pingsan karna tekanan darahnya cukup rendah. Dan itu adalah salah satu alasan dari banyaknya alasan kenapa Louis melarang Luna untuk main basket lagi. Bahkan untuk lomba saat ini, Louis memberikan jawaban yang cukup Luna untuk Luna. Karna dirinya juga tak ingin adiknya kenapa-napa.

Tak lama kemudian, Darren bangun dengan mata yang terbuka secara perlahan. Kepalanya cukup pening dan kakinya cukup sakit.

"Arghh," Darren kembali meringis memegang kepalanya. Dia hendak bangun, tapi dirinya baru tersadar kalau kakinya diperban. "Ahh, Rangga mana?" Gumamnya yang mencari salah satu kawannya. Kalau soal beginian, Darren sangat membutuhkan Rangga di sisinya. Karna Rangga lebih tau tentang pengobatan.

Tak lama, Luna juga ikut bangun. Pada saat ia bangun, ia langsung menoleh ke kiri saat mendengar suara ringisan. Dia melototkan matanya, dan berteriak cukup kuat. "AHHHH!"

Darren tersentak mendengar teriakan itu. "Apa, sih?!" Marahnya sambil memegang kakinya.

Luna terdiam. Dia masih memproses situasi saat ini. "L-lo, lo ngapain disini?" Tanya Luna gagap.

"Lo buta?!" Tanya Darren sambil menunjuk kakinya menggunakan lirikan mata.

Luna melirik kaki Darren. Kaki yang sudah diperban itu membuat Luna jadi bertanya-tanya. "Kaki lo kenapa?"

"Dimakan buaya,"

"Haa? Ada buaya masuk ke sekolah tadi?" Heboh Luna yang ikut mengangkat kakinya. Takut kalau ada buaya masuk ke dalam UKS dan kakinya ikut menjadi sasaran empuk binatang itu.

Darren menghela nafas. "Lo bego banget, ya? Gue jatuh, jatuh pas lomba tadi. Lo gak liat?" Heran Darren yang lama-lama darah tinggi dibuat Luna.

Luna menggeleng. "Enggak, gue-" Ucapan Luna tertahan. Dia juga lupa kenapa dia bisa berada di ruang UKS. Sebelahan pula dengan brankar Darren. "Gue kanapa bisa disini?" Tanyanya pada Darren.

"Kenapa lo tanya gue?" Heran cowok itu.

Luna menggaruk lehernya. "Iya juga, ya. Kenapa gue tanya ke orang yang se-bego lo?" Lanjutnya melirik tajam kearah Darren.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang