12 : Stuck In My Head

30 15 1
                                    

Sepulang dari mall dan perpustkaan yang sering Rasya kunjungi, Darren langsung berbaringdi tempat tidur. Entah kenapa dia merasa lelah hari ini. Lelah raga, dan lelah hati. Mengingat kejadian tadi siang yang terus membuatnya menggerutu.

"Argghhh!" Darren mengusak rambutnya kasar. Nama Luna, wajah Luna, bahkan suara Luna seolah menggema dan terus melintas di pikirannya. "Dia mulu, dia lagi, dan dia terus," Lanjutnya.

Pusing memikirikan gadis itu terus menerus, Darren beralih untuk mengambil gitar yang ada di sampingnya. Gitar dengan ukiran DC itu diberikan oleh seseorang yang begitu spesial di hidup Darren. Seseorang yang saat ini belum ia temukan dimana keberadaannya. Hilang disaat dia telah membuat janji dengan Darren.

Darren mengelus lembut gitar itu. Berharap menemukan jawaban atas kehilangan sosok yang begitu spesial didalam hidupnya.

Tak lama, Darren memetikkan sinar gitar tersebut dengan perlahan. Dengan jiwa yang galau dan merantau. Darren membuat intro dari lagu yang selalu ia dengar dikala ia diambang keraguan. Antara rindu, sedih, benci atau marah. Semua perasaan itu ia campurkan untuk orang yang telah meninggalkannya.

She's my sunshine in the rain
My Tylenol when I'm in pain, yeah
Let me tell you what she means to me

Like a tall glass of lemonade
When it's burning hot on summer days
She's exactly what I need

She's soothing like the ocean rushing on the sand
She takes care of me baby

She helps me be a better man
She's so beautiful, sometimes I stop to close my eyes
She's exactly what I need

Serasa sudah sangat lama Darren tidak menyanyi, dia tersenyum kecil bangga karna masih bisa bernyanyi setelah sekian lama. Terakhir dia bernyanyi waktu kelas lima SD. Memang sudah lama talenta kecilnya itu dia sembunyikan dan tidak dia pamerkan pada siapa pun. Hanya Rasya saja yang tau kalau Darren mempunyai bakat menyanyi, selebihnya itu tak ada yang mengetahuinya, termasuk Rangga dan Stiven.

Tiba-tiba, benaknya teringat akan satu nama orang. Nama itu masih nge-stuck dipikirannya hampir satu harian ini.

Luna.

Darren mengigit bibir bawahnya, menatap gitarnya sesaat lalu menghembuskan nafas. Entah kenapa dia tiba-tiba memikirkan Luna.

Luna, Luna, dan Luna. Cewek itu membuat tanda tanya besar di hati Darren.

"Tadi itu beneran pacarnya?" Gumamnya serasa frustasi memikirkan itu. "Sejak kapan?" Lanjutnya bergumam.

~

Jam weker yang Luna setel telah berbunyi selama dua menit. Louis langsung membuka pintu kamar Luna dan mendapati adiknya masih molor di atas kasur. Dia membuka tirai jendela dan membangunkan Luna. Menepok-nepok kedua pipi Luna agar dia bisa bangun dari mimpinya. Saat Luna sadar, dia langsung membuka kedua matanya dan mengusap wajahnya. Rambutnya yang berdiri karna habis bangun tidur membuat Luna menjadi tersadar dengan kenyataan kalau hari ini dia masuk sekolah.

"Lo dibangunin susah banget! Kasian tuh jam weker mulai dari tadi dah bunyi! Cepetan! Gue tunggu dibawah, kalau lo lama gue tinggal!" Tegur Louis lalu pergi dari kamar Luna. Dirinya memutuskan untuk menunggu dibawah dan sarapan bersama Mamanya yang barusan saja pulang dari perjalanan bisnis. Mungkin perasaan senang sekarang ada dibenak Louis, sudah lama dia tidak merasakan sarapan bersama Mamanya.

"Pagi, Ma," Sapanya tersenyum lebar.

"Pagi juga. Luna belum bangun?"

Louis melirik kearah tangga. "Bentar lagi turun," Ucapnya.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang