16 : Somebody

25 12 0
                                    

"Astagaa, ini gimana ceritanya kaki lo bisa begini?" Tanya Rasya khawatir.

Darren meringis sambil memperbaiki posisi duduknya. "Gak tau gue," Jawabnya.

"Terus ini gimana? Harus dipasangin gips, nih," Rasya menoleh kearah Darren yang juga ikut khawatir dengan keadaaan kakinya. Seumur hidupnya, Darren tak pernah mengalami keseleo sampai gak bisa jalan.

"Keknya iya, tapi gak usah," Jawab Darren plin-plan.

"Maaf, ya, Mas. Ini tuh bukan kompetisi pantun. Lo yang bener jawabnya!" Omel Rasya memukul pundak Darren.

Darren hanya tertawa kecil. Membuat Rasya makin jengkel dan khawatir secara bersamaan. "Besok gue ke rumah sakit aja."

"Naik?"

"Mobil? Motor gue di sekolah. Disuruh sama Stiven buat ninggalin pujaan hati gue disana," Jawab Darren yang menjadi khawatir dengan keadaan motornya.

"Gue telfon Pak Jono aja, ya. Suruh dia kesini,"

Darren menggeleng cepat dengan rautan wajah tak suka. "Enggak. Kan gue udah bilang-"

"Di keadaan lo sakit dan genting kayak gini, lo masih gak mau ngutamain keadaan lo? Lo masih mikirin Kak Cindy?"

Darren terdiam. Ludahnya seakan tertahan di tenggorokannya. Pak Jono adalah asisten keluarga Cindy. Pak Jono adalah orag kepercayaan keluarga Cindy. Dan setelah Cindy dan keluarganya pergi, dia ditugaskan menjadi asisten perusahaan keluarga Darren. Sebenarnya, dia bisa menjadi apa saja saat Darren membutuhkannya. Tapi Darren tak pernah mau dan tak ada niat untuk ingin memakai jasa Pak Jono.

"Boleh gak sih, gak usah ninggiin ego lo? Kak Cindy itu udah ninggalin lo lebih dari lima tahun, Kak. Lo masih mau berharap sama dia sampai kapan? Gue takut dan gue kasian, Kak. Orang yang lo pikirin saat ini, belum tentu mikirin lo disana." Ucap Rasya yang serasa lelah melihat keadaan kakaknya yang terus memikirkan orang yang meninggalkannya sejak lama.

"Cindy bakalan kembali,"

"Kalimat itu terus lo ulang-ulang sejak lima tahun yang lalu. Kalau dia bakalan kembali, seharusnya dia kembali. Bukan ninggalin." Jawab Rasya yang menjadi emosi. Dan Darren hanya diam dengan itu. Lidahnya serasa kaku untuk menjawab semua apa yang Rasya katakan. Karna semua ucapan Rasya itu adalah benar, dan Darren selalu saja menolak untuk menerima kenyataan, bahwa Cindy telah melupakannya.

~

Keheningan menyelimuti keadaan dimana Darren berakhir satu mobil dengan Pak Jono yang telah lama ia tak lihat.

Darren masih memasang raut wajah tak suka. Karna saat dia bertanya dimana keberadaan Cindy dan keluarganya, Pak Jono selalu saja memasang wajah senyuman tippis dan anggukan pelan. Seolah benar-benar ingin menyembunyikan keberadaan Cindy dan keluarganya.

"Den Darren mau tunggu disini sembari saya urusin ruangannya atau mau saya suruh suster buat ambilin kursi roda?" Tanya Pak Jono sambil memberhentikan mobil didepan pintu masuk rumah sakit.

Darren diam cukup lama, tapi Pak Jono masih sabar untuk menunggu jawaban cowok itu. Darren menghela nafas cukup dalam. Betul kata Rasya, dia harus menurunkan egonya untuk saat ini. "Saya tidak mau inap. Saya mau langsung pulang." Jawab Darren datar.

Pak Jono diam sejenak. sempat ingin menyahut agar Darren dirawat inap dibanding dirawat di rumah. Karna semua kebutuhan yang ada di rumah sakit akan tersedia dengan sangat lengkap. Jadi Darren tak perlu khawatir akan itu.

Pak Jono berdehem lalu menggangguk pelan. "Iya, Den. Saya... panggilkan dulu susternya buat ambil kursi roda." Ucap Pak Jono lalu keluar dari mobil.

Darren menghembuskan nafasnya secara perlahan. Mungkin kalau dia bertanya tentang pertanyaan yang sama, pasti respon Pak Jono akan sama seperti beberapa tahun yang lalu.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang