04 : Elang Beku

93 24 4
                                    

Sepulang sekolah, Luna mengelilingi sepanjang koridor lantai dua. Mencari kelas 12 Fisika 3 yang katanya berada di lantai dua.

"Mana, anjir? Nyari kagak nemu-nemu. Kelas terselubung apa gimane?" Gumam Luna yang sudah kesal sendiri.

Beberapa menit mencari dan tak kunjung menemuka kelas 12 Fisika 3. Akhirnya dia memnutuskan untuk pulang, mungkin dia akan lanjut mencari besok.

Sesampainya di parkiran, dia tak sengaja menabrak seseorang yang berdiri tegap didepannya, membuat Luna menjadi terjatuh dan lututnya lecet sambil mengeluarkan darah walaupun tak banyak.

Luna meringis pelan sambil berdengus. Lagi dan lagi dia mendapatkan kesialan hari ini. "Sial banget gue hari ini." Gumamnya. Luna kembali mendongkak, menatap punggung orang yang tak sengaja ia tabrak tadi. "Woi," Panggilnya. "Bantuin gue!" Lanjutnya.

Orang yang ia panggil pun berbalik badan, dan orang yang ia tabrak tadi melototkan matanya tak percaya. "Lo lagi?!" Decaknya.

Luna berdiri, dengan tangan yang masih memegang lututnya. "Lo ngapain sih berdiri disitu?! Bikin gue jatoh tau, gak?!" Tukasnya yang kini menyalahkan Darren.

"Heh, lo yang nabrak gue. Seharusnya gue yang marah, napa lo yang jadi marah-marah?!" Ketusnya yang tak kalah ngegas.

"Denger, ya. Kalau bukan karna lo berdiri disitu, lutut gue gak bakalan berdarah!" Tunjuknya ke lututnya yang kini sudah koyak.

Darren melirik lutut Luna. Lutut cewek itu sudah berdarah dengan kulit yang sedikit mengoyak. Mata Darren kembali melirik wajah Luna, cewek itu terlihat meringis kesakitan dan hampir menangis. "Sakit?" Tanya Darren memelan.

Luna menoleh kasar, dan melototkan matanya. "Pake nanya lagi! Sakitlah!" Jawabnya tak santai.

Darren memutar bola matanya malas. Dia menghela nafas begitu dalam. Harus membutuhkan kesabaran ekstra untuk menghadapi cewek yang berada dihadapannya ini. "Masih sakit?" Tanyanya lagi.

Luna memutar bola mata dengan malas. Dia berdecak kesal. "Lo mau gue patok? Gak usah cari gara-gara, deh." Jawabnya.

Darren nampak berpikir. Sekarang sudah jam dua siang, tadi dia berencana untuk pulang. Tapi Rangga dan Stiven menyuruhnya untuk menunggu di parkiran. Kedua sahabatnya itu sedang piket kelas tadi. "Sini," Suruh Darren sambil menepuk bahunya.

Luna menoleh sambil mngerutkan kening. "Apa? Lo nyuruh gue mijet?" Tanyanya bingung.

Darren kembali menghela. Lama-lama nafasnya habis karna terus menghela. "Naik, gue obatin di UKS." Lanjutnya lagi.

"Gak usah, gue jalan aja. Masih bisa jalan." Tolaknya.

"Gak usah ngeyel! Kepala batu banget! Kalau kaki lo lecet lagi, gue yang repot. Bukan lo." Jawab Darren yang lama-lama jengkel.

Luna tetap Luna, sifatnya yang keras kepala membuat beberapa orang menjadi mengelus dada sabar. Begitupun juga dengan orang yang ia baru temui tadi pagi –Darren–

Darren berbalik badan, menatap Luna yang sudah ingin berbalik badan dan berjalan ke ruang UKS yang jaraknya lumayan jauh dari parkiran sekolah. "Mimpi apa semalem ketemu orang kepala batu kek gini." Ucapnya dalam hati. Luna berjalan beberapa langkah, tapi tak sampai empat langkah, dirinya kembali jatuh dan membuat tangannya koyak karna bergesekan dengan tanah. "Kan," Tebak Darren lagi.

Darren berjalan kearah Luna. Dia menggendong cewek itu, dan membuat Luna menjadi melototkan matanya tak sangka. "L-lo ngapain?! Turunin gue!!" Ucapnya memberontak.

"Lo diem atau gue jatohin lo sekarang." Ancam Darren.

Luna diam mendadak. Mendadak badannya kaku tak bisa digerakkan. "Apes gue hari ini." Ucapnya dalam hati.

DARREN ; on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang