Bagian 33

134 15 19
                                    

"Gue denger lo keluar kota, ko ada disini?"

"Apa lo dateng karena denger tentang bokapnya arka?"

Tanya kedua orang itu beruntun. Veronica hanya tersenyum.

"Arka mana? " Tanya veronica

"Dia ada didalam, di ruang jenazah. Kita kira dia butuh waktu sendiri makanya pergi keluar. Tapi kayaknya dia bener bener butuhin lo"

Veronica tersenyum, kemudian ia sadar dengan sesuatu.

"Oh iya, Ryan kmn?"

"Eh? Lo belum tau?"

Veronica mengerutkan keningnya.

"Sejak pesta itu dia kecelakaan , dan dia ga masuk sampe sekarang. Kami juga maunya kesana, tapi belum jadi jadi, kayanya mau nanti malam."

Veronica terdiam. Pantas saja ia tidak pernah melihat pria itu lagi , Ryan kecelakaan? Separah apa sampai ia tidak masuk sekolah hingga sekarang?

"Yauda kalau gitu gue masuk dulu ya."

Veronica kemudian berjalan masuk ke kamar jenazah. Sepanjang lorong rumah sakit cukup sepi, membuat Veronica bisa berjalan cepat.

Tak jauh dari kamar jenazah berada, veronica melihat seorang laki-laki yang tengah duduk bersandar dilantai. Sebelah kaki pria itu terunjur lurus, sedangkan yang satunya ia tekuk. Kepalanya tertunduk, tangannya terkepal erat.

Veronica berjalan mendekat. Disana sangat sepi, tidak ada orang kecuali mereka berdua . Membuat suara langkah kaki veronica terdengar jelas di telinga arka. Arka mengangkat kepala dan menoleh.

Dilihatnya veronica yang kini berdiri di hadapan nya sambil menatap. Melihat itu arka langsung menunduk. Tangannya semakin terkepal. Entah mengapa matanya memanas dan hatinya terasa ricuh.

Tanpa arka sadari, air matanya turun begitu deras untuk pertama kalinya. Hanya dengan menatap veronica saja ia sudah tidak bisa menahan air matanya.

Veronica yang menyadari itu pun berjongkok. Veronica mendekat, kemudian ia memeluk arka dengan erat. Dan saat itu juga, arka langsung terisak. Ia membalas pelukan veronica dan menggenggam erat baju gadis itu.

"Ini salah gue. Papa pergi karna gue. Karena gue bersikap egois dan keras kepala , papa jadi gini. Ini semua karena gue." Ucap arka. Veronica hanya diam saja. Ia membiarkan arka mengatakan semuanya.

"Gue sayang sama papa ver. Gue sayang banget sama papa. Meski gue gapernah bilang sendiri, tapi gue sangat sayang sama papa."

"Papa pasti marah sama gue, karena gue gapernah ngomong gitu, papa pasti benci sama gue. Gue anak yang durhaka, gue anak yang jahat."

"Andai aja gue ga bersikeras untuk bersikap acuh tak acuh ke papa. Ini semua ga akan terjadi. Papa ga akan pergi ver. Ini semua salah gue."

"Sssttt.. Ini bukan salah lo. Papa pergi bukan karena lo. Bukan.. "

"Sekali aja, gue pengen peluk papa dan gue bilang, gue sayang sama papa. Meski papa sering marah dan emosi. Gue tau itu karena papa sayang gue. Sekali aja gue pengen bilang gitu ke papa."

"Bilang aja, meski papa udah ga ada disini. Gue yakin, papa pasti denger. "

Arka kembali menangis. Ia tidak tahu kenapa. Sejak tadi ia masih bisa menahan semuanya, sampai akhirnya ia melihat veronica, emosinya jadi tidak stabil , dan mendadak ia tidak bisa menahan semuanya. Arka lemah didepan gadis itu , sangat lemah.

Jam menunjukkan pukul 19.30 . Veronica dan arka kini sedang duduk di sebuah kafe dekat rumah sakit. Sejak tadi gadis itu selalu menemani arka dan keduanya terus saja terdiam hingga saat ini. Arka terdiam karena merasa sangat menyesal dan bersalah pada veronica. Jauh dari lubuk hatinya ia merasa sangat senang karena bisa bertemu dan duduk berdua dengan gadis itu. Tapi disisi lain ia merasa sangat canggung.

VeronicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang