{Asa Lirmawanti(remaja)}
Aku panik, saat melihat ibu pingsan di kamar. Aku langsung keluar mencari pertolongan. Namun, nasib baik masih berpihak padaku. Kak Irma datang menghampiriku. Langsung aku membawanya ke dalam. Saat itu dipikiranku hanya satu.
Tolong selamatkan ibuku, Tuhan.
Lalu, ibu dibawa oleh ambulance yang sebelumnya sudah kak Irma hubungi. Selama perjalanan aku terus memegang tangan ibu sembari berharap tidak ada sesuatu yang terjadi padanya.
Aku takut apa yang selama ini aku singkirkan terjadi. Aku belum siap bila waktu itu tiba. Aku belum siap. Aku masih terlalu muda untuk itu.
Aku ingin egois kali ini Tuhan.
Setibanya di rumah sakit, ibu langsung di tangani para medis di IGD, menyisakan aku dan kak Irma di ruang tunggu.
Kenapa hari ini begitu buruk untukku? Belum selesai aku di sekolah menjadi korban bully. Dan sekarang aku dihadapkan dengan situasi yang tidak sama sekali aku harapkan.
Belum puaskah dunia mempermainkanku? Setelah ini apalagi yang terjadi padaku? Aku belum sekuat itu untuk menerima semuanya. Aku masih muda. Aku ingin seperti yang lain. Aku ingin merasakan masa mudaku. Bukan cobaan yang terus menerus menimpaku.
Aku menangis. Aku kesal. Dunia keterlaluan bercandanya.
Tiba-tiba tangan kak Irma menggenggamku. Ia memberi ucapan yang mampu membuatku berfikir positif di situasi ini.
Aku mengeluarkan segala emosi yang tertahan di diriku. Aku memeluk kak Irma dan menangis di dalam pelukannya. Aku mulai berantakan sekarang.
Akan sekeras apalagi Kau coba hambamu ini?
***
Begitu dokter memberitahu bahwa salah satu ginjal ibu tidak berfungsi dan disarankan untuk segera melakukan pengobatan hemodialisa. Aku terdiam. Aku tidak tahu harus mengiyakan atau menolaknya.
Dengan segera aku menelpon ayah memberi tahu semuanya tidak terkecuali. Untuk sekarang, ibu diharuskan rawat inap. Sambil menunggu ayah, aku masuk ke dalam melihat ibu.
Disana ibu masih setia menutup matanya. Wajahnya yang pucat membuat hatiku sakit melihatnya. Tanpa ku sadari air mataku terjatuh. Rintiknya mulai membasahi wajahku. Dengan sekuat tenaga aku menahannya. Orang yang paling kuat kini jatuh sakit di sana. Pikiran buruk mulai menghantuiku. Semakin aku berusaha menyingkirkan pikiran buruk itu. Semakin kuat juga ia berkeliaran di pikiranku.
Aku tidak kuat lagi. Aku memilih keluar. Begitu di luar ayah datang. Aku langsung memeluknya.
"Yah ... ibu," sebutku.
"Syuut ... ibu pasti baik-baik aja."
Lalu, ayah melepaskan pelukannya, "Ayah mau ketemu dokter dulu sebentar. Kamu diam di sini dulu. Oke?" setelahnya ayah pergi untuk menemui dokter.
Aku kembali sendirian di sini. Aku hanya duduk diam dan pikiranku mulai mengawang.
Tidak lama kemudian, ibu dipindahkan ke ruang rawat inap.
Aku memilih menunggu ibu di sini. Dan aku berencana untuk absen beberapa hari di sekolah. Sembari menenangkan dan menguatkan hatiku untuk ke depannya.
***
Keesokan harinya ibu sudah terbangun. Senyumnya terukir di sana. Aku mengusap tangannya dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time ✅
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam ANFIGHT BATCH 7 Blurb : Asa menjadi korban tabrakan saat pulang dari bekerja yang mengakibatkan ia koma di rumah sakit. Tiga bulan Asa belum juga siuman dari tidur panjangnya. Juga selama tiga bulan ia selalu ditema...