6. Terjadi lagi

17 2 0
                                    

{Asa Limarwanti(Dewasa)}

Begitu jam kerjaku sudah habis, aku langsung menghampiri Asa di kelas. Seperti biasa, aku mengajaknya pulang bersama. Semenjak dari kejadian aku menolongnya di kanti tempo hari, Asa semakin dekat denganku. Tapi, tidak jarang pula aku melihatnya di bully.

Namun, ada satu keanehan yang ku temui di sini. Ketika aku ingin mencegah Asa saat di bully kemarin, kakiku tiba-tiba tidak bisa bergerak. Hingga akhirnya aku ikut menyaksikan Asa di permalukan di sana.

Dan bukan cuma di situ saja, semua yang ingin kucoba cegah untuk Asa seolah aku tidak di izinkan melakukannya, selalu tertahan dengan sendirinya.

Jadi sebenarnya di sini tugasku apa? Menyelamatkan Asa? Tapi, aku selalu tertahan. Bisa menolongnya saja kemarin aku sudah sangat bersyukur.

Tak terasa aku sudah di depan kelasnya. Aku melambaikan tangan saat Asa melihat ke arahku. Ia tersenyum. Dengan segera Asa menghampiriku.

"Udah lama nunggu aku ya?"

Asa menggeleng, "Enggak kok. Aku emang lagi nulis catatan yang belum selesai aja tadi."

Enggak salah kan untuk geer duluan?

***

Tidak terasa aku sudah sampai di depan rumahnya. Yang berarti itu juga rumahku, dulu.

Dengan melihat rumahnya pun, aku sudah bisa merasakannya. Merasakan semua yang di depan sana, sudah tidak bisa aku miliki lagi.

Hanya di rumah aku bisa merasakan bahwa, aku masih begitu beruntung dengan apa yang ku miliki. Apalagi senyuman Ibu. Akan lebih berasa berharga ketika kamu sudah tidak bisa melihatnya lagi. Dan aku tahu rasanya.

"Kak, lain kali enggak usah repot-repot nganter aku sampai rumah. Ngerepotin kakak jadinya."

"Enggak apa-apa, sekalian jalan-jalan."

Jalan-jalan sambil mengingat kenangan.

Setelahnya, aku pamit pulang. Sambil berjalan aku memastikan Asa masuk ke dalam rumahnya. Tapi, baru beberapa jarak. Aku mendengar teriakan Asa. Aku langsung berlari menghampirinya.

Dengan raut panik, Asa meminta tolong padaku. Lalu, ia membawaku ke dalam rumahnya. Betapa terkejut aku ketika melihat Ibu pingsan di sana. Aku panik dan aku bingung harus berbuat apa. Lagi-lagi aku di hadapkan pada situasi yang seperti ini. Hingga akhirnya aku menelpon ambulance.

Aku menepuk pipi ibu, berharap ibu bangun. Namun, sayang itu tidak berhasil. Aku menangis, karena untuk sekian lama, aku bisa melihat ibu lagi. Tapi, kenapa harus dengan keadaan seperti ini?

Tak lama kemudian, ibu di bawa ke rumah sakit. Aku dan Asa ikut masuk ke dalam ambulance. Asa masih terus menangis. Hingga akhirnya kami pun tiba di rumah sakit. Dengan cepat petugas medis membawa ibu IGD. Sesampainya di sana kami tidak di perbolehkan masuk. Asa terduduk menangis di sana. Cara menangis Asa adalah terisak tanpa suara. Ia menunduk sambil menyeka air matanya. Ia sama persis dengan apa yang ku lakukan dulu. Cara ia menangis itu adalah aku.

Aku mendekat padanya. Lalu aku memegang tangannya.

"Ibu pasti selamat di sana," kataku sambil mengusap punggungnya.

"Kakak enggak tahu apa yang aku alamin," dengan sesenggukan ia berkata.

Kamu salah, aku di sini tahu dengan persis apa yang lalui dan apa yang kamu rasakan. Bahkan sampai sekarang pun masih terasa.

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang