15. Mulai Mengerti

5 1 0
                                    

*****
***
{Asa (Dewasa)}
***
*****

Sejak hari itu aku merasa tidak mau pergi dari sini. Aku ingin lebih lama di sini. Aku ingin lebih lama bersama ibu.

Aku membawa sekantong berisikan makanan yang ku beli dari kantin. Untuk cemilan aku dan ibu ruang hemodialisa. Setelah dari kantin aku kembali ke ruangan hemodialisa. Ada ibu yang berbaring di sana. Lalu, aku duduk di sampingnya.

"Bu, aku bawa makanan nih banyak. Lumayan untuk ngemil," ibu pun menoleh ke arahku sambil tersenyum.

"Banyak banget, nanti enggak habis sayang."

"Pasti habis, bu. Kan kita berdua yang makan,"

Aku pun membuka bungkusan itu.

"Ibu mau?" tawarku pada ibu.

"Nanti aja."

Aku pun memakan makanan itu, dan tidak lama kemudian kedua adikku baru saja datang. Akbar langsung berlari ke arahku dan memeluk.

"Kak Irma,"

Aku tersenyum dan menyambutnya, "Hai. Kakak kangen tau sama kamu. Kamu jarang ke sini," aku mencium pucuk kepala Akbar dan beralih ke Hadi yang sudah duduk di sana.

"Berdua aja nih datangnya?"

"Sama ayah juga. Tapi tadi urusan katanya. Jadi enggak tau sekarang kemana."

Aku mengangguk untuk persetujuan.

Namun, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari mesin cuci darah. Aku panik kala melihat ibu sudah tidak sadarkan diri di sana. Aku memanggilnya beberapa kali. Tapi, tidak ada respon yang di tunjukan.

Aku panik.

Aku takut.

Hingga akhirnya beberapa perawat dan dokter datang. Kami di suruh untuk menunggu di luar. Air mataku mulai turun membasahi. Hadi pun menangis di sana. Sedangkan Akbar seperti kebingungan. Ia tidak tahu apa-apa.

Dan tidak lama kemudian, ayah datang dengan buru-buru. Kami tidak bisa berbuat banyak selain doa yang terus kami panjatkan.

***

Dua jam sudah ibu di tangani dokter di dalam. Dokter pun keluar dengan raut wajah yang susah di definisikan.

"Mohon maaf pak, kita sudah mengarahkan segala usaha. Mengingat kondisi pasien. Kami menyatakan, Pasien kritis pak."

Duar!

Aku seketika terdiam. Aku mendadak bisu. Aku tidak bisa berfikir apa-apa.

Kenapa rasanya sakit sekali? Padahal baru kemarin aku menoreh moment indah bersama.

Kenapa?

Tak lama kemudian, ibu di pindahkan ke ruang ICU. Aku berjalan mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya dokter hanya memperbolehkan satu orang saja yang ada di dapat masuk ke dalam.

Untuk sekarang hanya ayah yang memilih masuk ke sana. Aku dan kedua adikku, menunggu di luar. Aku menghampiri Hadi yang menangis tersedu. Aku duduk di sebelahnya dan memegang tangannya. Aku rangkul dirinya dari samping.

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang