9. Titik balik

14 1 0
                                    

***

{Asa Lirmawanti(Remaja)}

Beruntungnya aku ada Abian yang menolongku dari kejaran Lia. Setidaknya aku bisa sedikit bernafas lega. Walaupun tidak sepenuhnya aku benar-benar bebas. Dan aku yakin di balik kejadian ini akan ada imbas yang aku dapatin.

Hah, entah akan jadi seperti apa aku nanti.

Abian memberhentikan motornya di persimpangan jalan. Ia membuka helmnya, dan turun dari motornya.

"Lo enggak apa-apa kan?" tanyanya.

Aku menundukkan pandanganku dan menghela nafas, "Aman."

Abian bersandar dengan tangan dilipat di atas dada,"Kok lo bisa sih di kejar sama mereka? Lo buat masalah apa sama mereka?"

Aku buat masalah? Mereka yang selalu nyari masalah di hidup aku, asalkan kamh tahu.

"Pasti lo buat ulah yang bikin mereka marah kan?" ucap Abian dengan suara yang sedikit meninggi. Lalu ia menghela nafas, "Sa, seharusnya lo sudah paham mereka itu kayak gimana. Bermasalah sama mereka itu enggak ada ujungnya."

Kok jadi aku yang salah? Abian emang tahu semua yang terjadi barusan. Kok dia seolah-olah tahu aku yang berulah?

Aku berdiri menatapnya, "Lo enggak sepenuhnya tau sama apa yang terjadi," aku membenarkan posisi tasku, "Terima kasih atas tumpangannya."

Tanpa mempedulikannya aku beranjak dari sana. Lebih baik aku berjalan kaki sampai rumah daripada jadi pihak yang tersalahkan tanpa tahu apa yang sepenuhnya terjadi.

Tapi tiba-tiba Abian menahan tanganku, aku meringis ketika tangan Abian menyentuh luka di tanganku, "Pantang bagi gue nolongin orang setengah-setengah. Gue anter lo sampe rumah."

Aku melepaskan tanganku, "Sampai sini aja nolongin gue nya. Anggap aja ini tuntas bagi lo."

Namun, Abian menarik tanganku dan memaksaku untuk naik ke atas motornya, "Gue enggak suka penolakan. Cepet naik."

Mendengar perkataanya yang terdengar galak. Aku pun menurut.

Dam kami pun kembali melanjutkan perjalanan, sampai akhirnya, Abian membawaku ke rumah yang sama sekali aku tidak tahu.

Sesampainya di sana Abian memberhentikan motornya dan segera turun. Dan diikuti olehku.

"Rumah siapa ini? Jangan macem-macem lo," kataku. Aku takut Abian membuat yang macam-macam di sini.

"Serendah itu gue di mata lo?"

"Ya terus lo ngapain bawa gue ke sini?"

"Entar juga lo tahu."

Lalu Abian mengetuk pintu rumah itu. Tidak lama dari itu, terdengar teriakan dari sang pemilik rumah dari dalam. Selanjutnya, keluarlah seseorang tersebut.

Ternyata itu kak Irma.

Jadi pemilik rumah ini adalah kak Irma? Aku terkejut.

"Apa kata gue tadi, gue enggak akan bantu orang setengah-setengah. Gue tau di sekolah tadi lo nyariin dia," jelas Abian.

Kak Irma terheran melihat kami ke rumahnya. Aku langsung memeluknya. Di sana aku kembali menangis.

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang