19. Reset

8 1 0
                                    

*****
***
Asa (remaja)
***
*****

"Gue antar ya lo sampe rumah?" tawar Abian.

Aku menggeleng sambil mengelap sisa air mata, "Aku enggak mau repotin siapapun. Aku bisa sendiri."

Namun, Abian langsung menarik tanganku dan membawaku ke warung yang di sebrang halte.

"Gue enggak terima penolakan," Abian memakaikanku helm. Dan menyuruhku naik ke atas motornya.

Aku hanya bisa menurut saja.

Sepanjang jalan aku baru sadar, apa Abian tahu rumahku? Sementara yang kami lewati ini bukan arah ke rumahku.

"Lo mau bawa gue ke mana? Jangan macem-macem deh,"

Abian membuka kaca helmnya, "Ke tempat yang indah."

"Lo enggak usah macem-macem deh. Gue mau pulang."

"Gue mau nunjukin sesuatu ke lo."

"Apa?"

Bukannya menjawab, Abian malah menutup kaca helmnya dan melajukan motornya dengan kecepatan lebih dari yang sebelumnya. Refleks tanganku memeluknya dari belakang. Aku yakin ia pasti tersenyum di balik helmnya.

Hingga akhirnya, Abian menepikan motornya. Aku turun dari motornya. Lalu, Abian membantuku melepas helm. Dahiku mengernyit, mempertanyakan apa maksud Abian mengajakku ke sini?.

"Lo belum makan kan?"

Aku menggeleng.

"Pas. Gue juga laper, ini tempat yang cocok buat kita. Ayok," ucap Abian menarik tanganku. Tapi aku menahan diriku.

Abian menatapku, "Kenapa?"

"Gue enggak bawa duit untuk makan di sini. Mahal."

Abian tertawa kecil mendengar perkataanku, "Yang bawa lo ke sini siapa? Gue kan? Jadi gue yang bayarin lo."

"Enggak. Enggak mau. Gue mau pulang aja," tolakku.

"Sayangnya gue enggak terima penolakan," akhirnya Abian membawaku ke dalam.

Ia membawaku ke restoran dengan konsep tradisional, yang ku tahu makanan di sini terbilang mahal untuk keadaan dompetku saat ini. Abian membawaku ke saung yang di bawahnya terdapat kolam ikan hias. Jujur, ini kali pertamanya aku makan di tempat ini.

Pemandangannya walaupun buatan tapi, bikin nyaman. Aku suka. Pantas kalau makanan mereka terbilang mahal. Konsep asrinya sangat kuat.

Abian pun memanggil pelayan, dengan segera pelayan itu datang membawa dua buku menu dan satu catatan untuknya. Abian memberiku satu buku menu, aku mulai membuka satu persatu halamanya. Aku bingung untuk memilih makanan, hingga akhirnya aku menutup bukunya.

"Loh, kenapa? Enggak suka ya sama menunya?"

Aku menggeleng, "Bingung."

"Jadi?"

"Samaain aja sama lo."

Abian hanya tersenyum, lalu ia memesan makanan dan pelayan restoran itu mencatatnya.

Kami hening begitu lama. Tidak ada percakapan. Aku asik memberi makan ikan di bawah saung ini. Sementara Abian hanya senyum-senyum melihatku.

Tidak lama kemudian, pesanan kami pun tiba. Satu persatu pelayan itu menurunkan makanan kami ke atas meja. Dari aromanya saja sudah membuat perutku lapar. Tampilannya pun menggugah selera.

"Habisin makanannya. Karena pura-pura kuat itu perlu tenaga."

Seketika alis sebelah kiriku naik mendengarkan perkataan Abian.

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang