13. Tak Terima

8 1 0
                                    

*****
***
{Asa Lirmawanti(Remaja)}
***
*****

Entah kenapa hari ini aku pusing sekali. Sekujur badanku lemas dan suhu badanku menaik. Terlebih pagi tadi kak Irma menyuruhku untuk tidak sekolah. Awalnya aku memang tidak ingin sekolah hari ini. Tapi, karena sudah terlalu sering izin, aku takut jika beasiswaku dicabut.

Di jam istirahat aku memilih diam di kelas, menelungkupkan kepalaku di lipatan tangan. Semoga dengan ini pusingku sedikit hilang. Aku mencoba memejamkan mata untuk tidur sebentar. Namun, tiba-tiba ada yang menarik tanganku dengan kasar.

Pandanganku buram saat melihat siapa pelaku yang menarikku. Aku ditarik oleh mereka keluar kelas, dan aku mulai menyadari siapa mereka.

Mereka adalah Lia and Gengs.

Firasatku sudah tidak enak. Aku meronta, berusaha lepas dari cekalan mereka. Namun, sial tenagaku tidak sekuat biasanya. Dan akhirnya aku dibawa ke belakang sekolah oleh mereka.

Perasaanku sudah tidak karuan. Terlebih ada Lia yang sudah berdiri di depan sana. Seketika aku didorong kuat hingga jatuh tepat di bawah kaki Lia.

Lia tersenyum sinis ke arahku.

"Beruntungnya, kemarin lo bisa lolos dari gue. tapi sekarang, jangan harap gue bisa diem gitu aja," Lalu ia meraih wajahku dan mendongakannya, "Jangan pernah berfikir lo menang kemarin."

Lalu, Lia berbisik di telingaku, "Gue enggak suka kalau ada orang yang sudah berani melawan gue. Terutama lo."

Wajah gue di hempaskan seketika olehnya. Lia mundur beberapa langkah sampai tepat di belakangnya berjajar para anak buahnya. Dengan menaikan tangannya yang di lipat di dada, Lia tersenyum sinis.

"Girls." Aku tidak bisa berfikir jernih kali ini. "Lakukan tugas kalian."

Detik selanjutnya. Sensasi dingin membasahiku. Mereka menumpahkan seember air dingin ke badanku. Aku dibuat menggigil saking dinginnya. Seragam sekolah yang ku pakai basah seketika. 

Suara dari tawa mereka begitu menyakitkan di telingaku. Mereka semua tidak punya perasaan. Mereka semua terlalu egois untuk menyenangkan dirinya sendiri.

Aku mengepalkan tangan kesal, diiringi dengan mataku yang mulai dibasahi oleh air mataku yang turun.

Aku benci mereka.

Sangat, sangat benci mereka.

Tapi, aku terlalu pengecut untuk melawan mereka. Aku terlalu memikirkan sebab dan akibat.

Detik ini, aku kembali dibuat rapuh. Aku kembali di menjadi korban diatas kesenangan mereka.

Aku benci diriku.

Aku benci hidupku.

Aku benci semuanya.

"Itu buat lo yang sudah berani lawan gue," lalu Lia menghampiriku. Betapa terkejutnya aku ketika Lia menjambak rambutku, "Lo enggak akan pernah bisa lepas dari gue. Sampai kapanpun."

Dingin, sakit, dan panas semua tercampur aduk.

"Jangan pernah berfikir lo bisa lawan gue. Lo enggak ada apa-apanya dari gue. Lo cuman siswa yang beruntung bisa sekolah di sini dengan gratis. Lo itu miskin. Jadi, enggak usah banyak tingkah."

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang