20. Kebahagiaan yang sesungguhnya.

26 1 0
                                    

*****
***
{Asa Lirmawanti(Dewasa)}
***
*****

"Sudah waktunya kamu pulang, sekarang ikuti syarat terakhir yang wajib kamu penuhi."

Ya, beberapa minggu lalu, aku sudah resign dari kerjaanku di SMA Kusuma Bangsa. Masaku di masa lalu ini sudah habis. Aku di izinkan untuk kembali ke masa depan.

"Apa?" tanyaku.

Pusy menghela nafas, "Kamu sudah tau belum kenapa kamu balik lagi ke masa lalu?"

"Tau" aku menjeda ucapanku sebentar, "Karena di sana, aku belum sepenuhnya menerima semua yang terjadi di sini."

"Iya. Itu alasannya. Kamu belum bisa menerima semua yang terjadi di masa lalu kamu. Juga, di sini ada banyak keinginan dari kamu yang harus kamu wujudkan sendiri," Kemudian Pusy memegang pundakku dan tersenyum.

"Lepaskan yang membebani sekarang. Yang namanya masa lalu itu enggak sepenuh bisa di lupakan. Masa lalu akan terus ada di belakang kamu. Dia hanya cukup di terima kehadirannya. Mau sesakit apapun dan sepedih apapun masa lalumu dia termasuk bagian dari hidup kamu, Sa. Dia hanya cukup berada di belakang kamu. Enggak untuk di depan kamu,"

Aku tersentuh mendengar perkataan Pusy. Dia benar, semuanya di katakan Pusy benar. Masa lalu hanya cukup berada di belakang, tidak seharusnya berada di depan.

"Di sini kamu memang sudah kehilangan seseorang yang bikin kamu bertahan sejauh ini. Tapi, di depan sana. Ada seseorang yang sudah menunggu kamu sejak lama. Dia yang nerima kamu apa adanya. Kamu beruntung memilikinya."

Lanjutnya lagi, "Ada satu lagi keinginan yang belum wujudkan."

"Hah? Apa?"

"Sebentar lagi, kamu tau."

Tidak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Aku pun berjalan ke arah pintu. Memutar kunci, lalu membukanya. Dan ternyata, orang yang mengetuk pintu itu adalah Asa. Yang lebih mengangetkan lagi, Asa datang bersama ayah.

"Asa"

Ia memelukku seketika. Aku merasa bingung dengan perlakuannya.

"Sa, ada apa?"

"Aku mau pamit kak,"

"Pamit?"

Asa mengangguk.

Lalu aku menyuruh Asa dan ayah masuk. Asa menceritakan semuanya. Ia juga bilang, kalau dia besok akan pindah keluar kota. Bukan hal yang perlu di kagetkan lagi menurutku. Karena itu juga sudah menjadi keputusan yang jelas dan terbaik baginya.

Kemudian, Asa kembali memelukku.

"Kak, terima kasih ya untuk segalanya. Terima kasih juga kakak udah jadi pahlawan sekaligus teman untuk aku selama ini" lalu Asa melepaskan pelukannya, "Aku pamit kak, jangan lupain aku ya kak, kalo kakak di kampung halaman kakak sana."

Aku tertawa pelan. Mana mungkin aku melupakan, apa lagi itu diri sendiri?

Aku pun mengusap rambut Asa dan tersenyum, "Mana mungkin kakak lupa sama kamu. Untuk kamu juga nanti di sana lebih pintar lagi jaga diri. Lawan yang memang kamu harus lawan. Dan terpenting.. jangan sakiti diri kamu lagi."

"Siap kak. Aku pasti inget untuk itu."

Lalu aku beralih menatap ayah, aku pun tersenyum, "Maafin saya ya pak, selama ini ada salah sama bapak."

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang