11. Pinta yang sangat diharapkan.

7 1 0
                                    



*****
***
Masih dari masa depan
***
*****

{Abian}

Gue turun dari mobil, enggak lupa juga gue membawa bunga yang sempat gue beli tadi di jalan. Hari ini gue mengunjungi rumah abadinya ibu. Sudah lama gue tidak ke sana. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Gue seorang diri datang ke sini. Tanpa Asa. Biasanya dia yang selalu gue ajak ke sini.

Gue berjalan menuju makam ibu di ujung sana. Senyum tipis gue tampakan di wajah. Kemudian, gue duduk di samping makam ibu, menaruh bunga yang gue bawa tadi di atas makamnya.

Lalu, gue mengusap batu nisannya.

"Abang datang bu. Maaf abang sudah lama enggak ke sini," gue mulai menyiram makam ibu dan menaburkan bunga di atasnya. Lalu, gue mengirimkan doa untuknya.

"Bu, akhir-akhir ini abang lagi di timpa banyak masalah. Abang sampai bingung mau menyelesaikan yang mana dulu. Abang sekarang sendirian bu. Penyemangat abang setelah ibu lagi sakit bu. Iya. Abang sendirian ke sini bu. Asa masuk rumah sakit. Asa yang selalu abang bawa ke sini, nyawanya lagi ada di ambang antara hidup atau mati bu," gue menghela nafas sebentar. Ada sesak yang tiba-tiba muncul.

Gue tersenyum untuk menetralisir rasa yang kini mendesak di dada, "Tapi, ibu tenang aja. Asa pasti bangun bu. Abang sedang mengerahkan semua kemampuan abang untuk Asa. Abang mau memperjuangkan dia bu. Bantu abang ya bu dari sana. Kalau ibu ketemu Asa di sana suruh pulang. Jangan main lama-lama di sana. Abang nungguin di sini."

Kemudian gue mengecup batu nisannya, "Abang pamit pulang bu. Nanti abang main ke sini lagi."

Gue menyeka air mata yang hampir jatuh di mata gue. Selanjutnya gue berjalan ke arah utara. Gue menyempatkan mengunjungi makan orang tua Asa juga. Kebetulan kedua orang tuanya di makamkan di satu lokasi pemakaman yang sama dengan ibu gue. Hanya berbeda jarak dari makam ibu.

Gue melakukan hal yang sama seperti yang gue lakukan di makam ibu. Menyiramkan air dan menabur bunga di atas kedua makam itu. Yap, dua. Makam kedua orang tua Asa berdampingan.

Kemudian, gue memanjatkan doa untuk mereka. Gue jadi ingat perkataan Asa. Kalau semasa ibunya hidup dulu ia selalu cerita. Dan Asa melalukan itu sampai sekarang. Setiap ia mengunjungi ibunya. Asa selalu bercerita apapun itu.

"Bu, ini Abian. Walaupun Abian enggak sepenuhnya tau tentang ibu. tapi, Asa selalu cerita tentang hebatnya sosok ibu. Asa lagi enggak bisa datang ke sini bu. Dia lagi sakit. Abian pengin minta izin ke ibu. Izinkan Abian untuk membahagiakan Asa bu. Jangan bawa dulu Asa ke sana. Abian ingin membantu mewujudkan semua impian Asa bu. Abian mohon. Jangan bawa Asa bu. Abian sangat membutuhkannya di hidup Abian. Abian mohon bu."

Gue enggak tahu malu memang. Datang sendirian ke sini meminta izin yang sangat sedikit memaksa.

Gue sudah bingung mau melakukan apalagi. Gue hanya bisa meminta itu ke mereka. Gue mau kehilangan Asa. Gue belum siap.

Gue mau egois untuk kali ini. Gue akan egois untuk itu.

***

Sepulang dari pemakaman, gue memutuskan untuk ke toko buku, membeli buku keluaran terbaru dari penulis favoritnya Asa. Dan gue tahu itu dari alarm di ponselnya yang gue pegang selama tiga bulan ini. Dari notenya, di sana akan mengadakan meet n great juga sekalian.

One More Time ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang