Part 12

1K 150 20
                                    

Happy Reading
...

Seperti biasa Rubi mengikuti semua jadwal Biru.

Siang ini Biru ada pemotretan untuk sebuah majalah bersama dengan Langit.

Berbeda dengan biasanya, Rubi tidak terlihat ceria dan hyperaktif, Rubi lebih banyak diam, mengerjakan semua perintah Biru tanpa ada protes.

Biru menghampiri Rubi yang tengah duduk di pojok sambil termenung, Biru merasa ada yang salah dengan Rubi hari ini.

"Lo sakit?"tanya Biru to the point. Rubi menggeleng.

"Terus kenapa diam aja?"

"Ya karena gak ngomong,"jawab Rubi dengan suara pelan.

"Iya gue tau, maksudnya lo kenapa tiba-tiba jadi pendiem gini? Biasa kan lu kayak orang cacingan, gak bisa diem."

Tinggal bilang khawatir aja apa susahnya, dasar manusia tsundere.

"Bukannya bagus ya Mas? Jadi Mas gak perlu ngomel-ngomel seperti biasanya."

Benar juga, bukannya Biru ya yang selama ini selalu mengatakan Rubi itu sangat berisik, sekarang giliran Rubi tidak banyak bicara masih diprotes juga. Jadi sebenarnya Biru itu ingin Rubi bersikap seperti apa?

"Iya bagus sih."Biru mengusap tengkuknya kikuk.

"Maksudnya itu, gue penasaran kenapa radio rusak kayak lo bisa tiba-tiba jadi pendiam, lo lagi ada masalah ya?"

Khawatir aja harus tetap dibarengi dengan kalimat penghinaan, gengsi Biru memang setinggi langit.

"Kalaupun ada itu bukan urusan Mas. Jangan melewati batas Mas!"

Skakmat, Biru terdiam.

"Yaudah, gue juga gak peduli-peduli amat sih, gak usah kegeeran deh. Gue cuma gak pengen aja masalah pribadi lu dibawa-bawa ke kerjaan, harus profesional dong!"Biru berkelit seperti biasa.

"Iya Rubi ngerti kok Mas."

"Yaudah."

Biru menjauh dari Rubi.

Sebenarnya Rubi bisa saja menjelaskan permasalahan yang ia hadapi kepada Biru, tetapi Rubi tidak yakin kalau Biru akan bersimpati apalagi mau menolongnya, jadi daripada harus sakit hati Rubi memutuskan tidak menceritakan yang terjadi kepada Biru.

"Kamu ada masalah?"

Rubi menoleh ke belakang, ada Langit di sana.

"Gak kok Mas,"elak Rubi.

"Mata kamu gak bisa bohong, ayo cerita."Langit lalu mengambil posisi duduk di samping Rubi.

"Gak ada kok Mas."

"Bohong aja terus, biar hidung kamu makin mancung."Langit menjawil hidung Rubi.

Rubi menundukkan wajahnya, kenapa tiba-tiba hatinya menjadi lemah seperti ini, baru disentuh di bagian hidung aja sudah cukup membuat jantung Rubi berdebar tidak karuan, lemah.

"Ayo cerita."Langit menatap Rubi sangat lekat.

"Bapak sakit keras Mas."

Rubi menundukkan wajahnya, menghalau buliran hangat yang hendak memaksa keluar dari matanya.

"Terus kenapa kamu gak izin kerja dulu sama Biru? Dia gak ngasi?"tanya Langit.

"Abang Rubi udah pulang kok Mas, Rubi mendoakan Bapak dari sini saja."

Rubi menggigit bibir bawahnya, sebenarnya ia juga ingin pulang tetapi uang yang mereka punya hanya cukup untuk ongkos satu orang saja, dan untuk biaya perobatan Bapaknya Rubi, Rubi menekan egonya untuk tidak memaksa ikut pulang, supaya biaya berobat untuk Bapaknya cukup.

BI-RU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang