Part 20

1.1K 144 24
                                    

Happy Reading
...

Bu Hartini menatap Biru dan Rubi bergantian, ada harapan besar yang terpancar dari sorot mata Bu Hartini.

"Mananya Ma yang sakit?"Biru mengusap lembut punggung tangan Bu Hartini.

"Ma..ma pengen kalian nikah."Singkat padat dan jelas.

Biru dan Rubi lirik-lirikan, Rubi tentu saja merasa sedikit syok mendengar permintaan Bu Hartini tadi, sedangkan Biru tidak terlihat syok sama sekali karena permintaan itu sudah berulang kali disampaikan oleh Bu Hartini.

Rubi menyenggol kaki Biru, memberikan kode supaya Biru buka suara.

"Ma, kapan-kapan aja ya kita bahas soal yang ini. Mama kan baru siuman. Belum boleh banyak mikir,Ma."Biru sebisa mungkin memberikan pengertian kepada Mamanya dengan nada yang lembut.

"Kapan? Nunggu Mama mati dulu, iya?"Bu Hartini mengalihkan pandangannya, ia lagi-lagi merasa kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh putranya itu.

"Ma, bukan gitu maksud Biru. Mama kan baru siuman, jadi masih butuh banyak istirahat. Kita bicarakan lain waktu aja ya."

"Mama itu cuma butuh kamu nikah, Biru. Kamu ngerti gak sih perasaan Mama!"Bu Hartini menangis.

"Ma, jangan gini dong. Please."Biru mengusap wajahnya, frustasi.

"Rubi, kamu mau kan Nak nikah sama anak Mama ini?"

Target berubah, Bu Hartini mulai sadar kalau membicarakannya dengan Biru tidak akan pernah menghasilkan apa-apa.

"Iya Tante?"tanya Rubi gelagapan.

"Ma, jangan gini dong. Rubi entar ngerasa gak nyaman,"ucap Biru.

"Mama nanyanya ke Rubi, Mama gak nanya kamu. Jadi gak usah ikutan jawab, kamu."

Rubi melirik Biru, memberikan kode untuk diselamatkan dari pertanyaan Bu Hartini tadi. Rasanya Rubi ingin melarikan diri saja. Jujur, pertanyaan yang disampaikan Bu Hartini sangat sulit, Rubi tidak tahu harus memberikan jawaban yang seperti apa.

Saat seperti itu, bagaikan sebuah penyelamat, seorang Dokter yang akan melakukan visit muncul di depan pintu.

"Selamat Pagi, Ibu."Dokter tersebut menyapa dengan ramah.

"Selamat pagi, Dok."Bu Hartini menghela nafas, sudah pasti Biru akan menggunakan kesempatan ini untuk membawa Rubi pergi.

"Mas, Mbak. Boleh tunggu di luar sebentar, biar Ibu diperiksa dulu."

Biru menganggukkan kepalanya setuju,"Iya Dok, Ayo Rub kita tunggu di luar."

Kali ini Biru dan Rubi masih bisa selamat, barangkali mereka berdua perlu berterimakasih kepada Dokter tersebut, karena secara tidak langsung kehadiran Dokter tadi sangat tepat waktu.
...

Biru mengantar Rubi pulang ke kontrakan, karena semalaman Rubi telah menemaninya di Rumah Sakit.

"Maaf ya, ucapan Mama tadi jangan dimasukin ke hati."Biru memecah keheningan.

"Iya Mas, Rubi ngerti kok."

Setelahnya hening lagi.

Sekitar 20 menit perjalanan, mereka pun sampai di depan gang kontrakan Rubi, kebetulan gangnya sempit sehingga Biru hanya bisa menghantarkan sampai di depan gang saja.

"Udah sampai,"ucap Biru.

"Mas, apa gak sebaiknya kita sudahi saja sandiwara ini. Mas perlu mencari pendamping hidup, kasian Tante udah pengen banget ngeliat Mas menikah."

"Gak semudah itu, Rubi. Apa kata fans-fans gue kalau tiba-tiba kita putus secapat ini setelah hubungan kita dikonfirmasi, bisa-bisa nanti sandiwara kita ini terbongkar."

BI-RU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang