Part 2

2.2K 270 45
                                    

Happy Reading
...

Hari ini menjadi hari pertama bagi Rubi bekerja sebagai Asisten Biru. Rubi diantar oleh Kakaknya ke Basecamp Rambo.

"Rubi berangkat ya Kak." Rubi salim, mencium punggung tangan Rudi.

"Iya Dek, kamu yang semangat kerjanya. Kalau ada apa-apa, atau ada yang jahatin kamu, langsung telfon Kakak." Rudi mengusap puncuk kepala Rubi, lalu mengecupnya lembut.

"Siap Bos."Rubi menghormat.

"Pinter, oh iya jangan sampai telat ya kamu makan siang. Jangan jajan yang aneh-aneh, nanti lambung kamu meronta-ronta, Kakak juga yang repot."

"Iya Kak, Kakak berasa lagi ngelepas anak PAUD ke sekolah deh."Rubi tertawa renyah.

"Emang iya, sampai kapanpun kamu tetap anak PAUD di mata Kakak."Rudi mengacak-acak poni Rubi.

"Kak! Jangan diacak-acak dong poni Rubi."Rubi mengerucutkan bibirnya.

"Iya iya Maaf."Rudi dengan sigap kembali memperbaiki posisi poni Adiknya yang ia acak-acak tadi.

"Udah cantik lagi nih. Kakak pergi ya Dek, doain Kakak dapat kerjaan baru hari ini."

"Pasti Kak, Kakak juga hati-hati ya."

Rubi tetap berdiri di depan pagar, sampai motor Kakaknya tidak terlihat lagi.

Setelahnya, Rubi langsung masuk ke dalam basecamp.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."Hanya Langit saja yang spontan menjawab. Yang lain hanya melirik sejenak, lalu kembali fokus ke handphone masing-masing lagi.

"Mas-Mas ini ikutan bisnis online shope juga ya?"

"Ha?" Semua yang ada di basecamp tampak terkejut dengan pertanyaan Rubi, yang dirasa cukup aneh itu.

"Soalnya Emak-emak yang bisnis online shope di kampung kami gitu Mas, gak bisa lepas dari handpone karena katanya takut orderan pelanggan ada yang terlewat. Sampai-sampai ada orang yang datang di sekitar mereka pun, mereka gak sadar. Persis banget kayak Mas-Mas ini,"jawab Rubi panjang lebar.

"Kamu gak sesak nafas, abis ngomong sepanjang itu? Mana gak pake titik koma lagi?"tanya Budi.

"Enggak, Rubi gak punya riwayat penyakit sesak nafas soalnya Mas. Kalau lambung ada Mas, Rubi gak bisa makan yang pedes-pedes, yang asem-asem, padahal makanan yang pedes enak banget...."

"Lo bisa diam gak!"sentak Biru.

"Enggak Mas, Rubi kan punya mulut. Gunanya mulut ya untuk ngomong Mas, Mas ini gimana toh masa gitu aja masih harus dijelasin."

"Bud, lu liat lakban gak? Pen gue lakban rasanya mulut die." Biru mengacak rambutnya frustasi.

"Ayo Rubi, duduk dulu ya. Jangan diambil hati ucapan Biru, dia emang gitu kok cara ngomongnya." Langit menengahi.

Rubi pun mengikuti ucapan Langit, ia melatakkan tasnya di atas meja dan bersiap hendak duduk di kursi yang berada di samping kursi Langit.

"Eh-eh cewe udik gue gak ada ya nyuruh lu duduk? Bos lo itu gue, bukan Langit. Sana, Buatin teh buat gue."

"Siap Mas, Mas mau Tehnya yang gimana?"

"Gue nyuruh lu bikin Teh, Rubi. Lu tau teh GAK SIH?"

"Iya tau Mas, maksud Rubi, gulanya mau berapa sendok?"

"1 Kg Rubi." Biru memasang ekspresi frustasi.

"Serius Mas? Mas mau dibuatin teh satu panci?"

"Satu galon, Rubi!" Biru mulai merasa kepalanya berdenyut-denyut.

BI-RU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang