Draco menatap pantulan dirinya di cermin besar itu. Matanya kosong menatap tubuh tegapnya terbalut kemeja dan jas yang dari tampilannya saja semua orang tahu itu setelan mahal. Namun seseorang yang mengenakannya saat ini berwajah masam.
Ia menghela nafas, beberapa menit lagi masalah baru akan muncul. Pikiran Draco sudah dipenuhi adegan paling buruk dimana kedua keluarga akan memarahinya dan Hermione. Bahkan bagian terburuknya mungkin saja mereka akan memisahkan keduanya.
Takdir tidak ada yang tahu.
Satu detik dari sekarang saja tidak ada yang tahu.
Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Dua tahun terakhir adalah masa-masa paling berat dalam hidup Draco. Ia ingin hidup normal layaknya pasangan diluaran sana. Tidak, Hermione tidak bersalah. Semua ini murni terjadi karena kesalahan Draco.
Dua tahun terakhir dihabiskan Draco dengan berusaha memahami Hermione. Ia berusaha mendekat tetapi Hermione sebaliknya, berjalan semakin jauh meninggalkan Draco yang ingin mencoba meraihnya.
Hingga Draco sampai pada satu titik dimana ia berhenti mengejar dan memahami. Draco memutuskan untuk melemparkan jangkarnya, membuat tubuhnya diam di tempat. Bagi Draco melihat Hermione masih berstatus sebagai istrinya sudah lebih dari cukup. Yang penting Hermione tidak mengajukan perceraian yang menjadi mimpi buruk Draco.
Egois.
Ya, itulah seorang Draco Malfoy.
Seorang pewaris tunggal dari perusahaan Malfoy Group itu hanyalah sosok egois yang memaksakan kehendaknya dengan menampik kenyataan bahwa hati wanitanya bahkan tidak pernah sedikitpun tergerak. Ia seperti mengurung burung dalam sangkar namun bertindak seolah dirinyalah yang menjadi korban.
"Tuan Muda, sudah saatnya Anda pergi."
Draco membuka pintu kamarnya dan saat itu bersamaan dengan Hermione yang melewati koridor kamarnya. Hermione mengenakan gaun selutut berwarna biru muda dipadukan dengan heels yang tidak terlalu tinggi dengan warna senada, rambutnya digerai dan jepit di sisi kanan membuatnya nampak anggun.
Hermione benar-benar cantik.
Draco berusaha keras menahan ekspresi wajahnya saat Hermione melewatinya begitu saja. Saat tubuh wanita itu telah sepenuhnya hilang menuruni tangga, Draco menghembuskan nafasnya.
Ia menyusul Hermione memasuki mobil yang akan mengantarkan mereka di sebuah restoran yang menjadi pertemuan dua keluarga hari ini. Tidak ada yang berbicara di dalam mobil. Draco sibuk dengan pikirannya tentang bagaimana menjawab semua pertanyaan dari kedua orang tuanya dan mertuanya. Sedangkan Hermione, entahlah Draco tidak tahu apa yang dipikirkan wanita itu.
"Mereka akan menuntut." ujar Hermione tiba-tiba membuat jantung Draco langsung terpacu.
Draco hanya berdeham. Hermione menoleh padanya dengan tatapan tajam. Tapi bukannya takut, perut Draco justru rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu menggelitiknya. Wanita disampingnya itu membuat jantungnya seakan meledak dalam beberapa detik saja.
"Kau bisu?"
Draco menahan nafasnya selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab. "Itu sudah pasti."
Hermione merotasikan matanya. "Kau benar-benar mampu membuat emosiku meninggi hanya dengan satu kalimat."
Tubuh Draco menegang ditempat duduknya. Kali ini apalagi kesalahannya hingga membuat Hermione marah? Ia hanya menjawab kalimat yang terlontar dari mulut Hermione, ah bukan kalimat, tapi sebuah pernyataan. Ya, Draco hanya mengomentari pernyataan Hermione.
Tunggu, jangan bilang Hermione marah karena ia mengira bahwa Draco menjawab pertanyaan 'Kau bisu?'
"Tunggu, Hermione--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Grieve no More?
Fanfiction[COMPLETED] Matahari tak lagi menunjukkan sinarnya sejak bahan bakarnya menghilang dan bulan yang sejak dahulu hidup dalam kegelapan tidak tahu bahwa keputusannya untuk membawa matahari merupakan kesalahan besar. "Orang tua kita sudah tahu tentang...