Sayup-sayup terdengar bunyi daun kering yang terinjak dari luar ruangan. Suara tersebut sanggup membuat Hermione terbangun tanpa alarm yang biasanya memulai terlebih dahulu.
Namun kondisi kamarnya yang gelap membuat wanita hamil itu enggan beranjak. Matanya tak lagi terpejam sehingga ia memfokuskan pandangannya pada langit-langit kamarnya. Meski begitu ia hanya menatap tanpa minat.
Harinya kembali dimulai. Hari memang selalu berganti tetapi menurut Hermione setiap hari baginya adalah sama. Tidak ada yang spesial. Entahlah, mungkin justru ia sendiri yang membuatnya tak bisa spesial.
Pukul 05.45.
Biasanya ia tidak bangun sepagi ini. Ia hanya ingin tidur. Tidur yang cukup lama sampai ia tak sadar sudah tanggal berapa hari ini. Selain ia tak bersemangat untuk menjalani hidup, ada hal lain yang mendukung keinginannya untuk selalu tidur tersebut.
Sunyi.
Malfoy manor selalu sunyi sejak kakinya menginjak tempat ini.
Sebenarnya ada saat di mana Malfoy Manor terlihat lebih hidup. Itu terjadi ketika Hermione mulai membuka dirinya. Namun kali ini ia memilih untuk menutup diri—lagi, menghapus pelangi yang mulai berwarna mengisi kekosongan Manor.
Egois? Ya.
Seolah memberi harapan palsu pada setiap penghuni di Manor.
Tetapi sungguh, Hermione sendiri tidak menginginkan hal ini terjadi. Hanya saja kesedihannya terlalu dalam hingga ia kesulitan untuk tersenyum.
Ia sudah mencoba bersikap tidak peduli pada apapun yang berkaitan dengan masa lalunya. Namun semakin ia berusaha untuk melupakan dan menyingkirkan sumber kesedihan itu, semakin gencar pula kenangan-kenangan indah masa lalu itu menusuk-nusuk relung hatinya.
Hermione menghela nafas. Ia berusaha memejamkan mata lagi berharap bisa tidur, tetapi suara seseorang yang terus-terusan menginjak rumput kering itu membuat matanya terus terjaga.
Pada akhirnya Hermione bangkit. Ia membuka gorden jendela kamarnya dan mendapati di bawah sana ada dua pria tukang kebun sedang membersihkan dedaunan kering yang jatuh. Mereka juga telaten mengatur tanaman hias di kebun agar lebih enak dipandang. Mereka juga menggantikan Hermione dalam merawat bunga-bunga matahari yang sempat ditanamnya sekitar sebulan yang lalu.
Melihat bunga mataharinya yang tetap subur meski ia tak lagi merawatnya membuat Hermione iri. Bunga-bunga itu tetap dicintai meski telah ditinggalkan secara tak adil oleh pemiliknya. Bahkan bunga-bunga matahari itu justru mendapatkan pengasuh yang jauh lebih baik dari pemilik aslinya.
Betapa hebat menjadi bunga-bunga matahari itu!
Ah, tapi apakah boleh Hermione iri pada bunga-bunga matahari yang bahkan tak pernah lagi ia rawat?
Saat fokusnya beralih menatap pohon-pohon rindang di kebun, Hermione baru menyadari bahwa ini telah memasuki musim gugur. Dedaunan berwarna jingga itu nampak indah meski itu berarti tukang kebun yang dipekerjakan Draco akan bekerja ekstra selama musim ini.
Dunia memang indah. Musim-musim yang terlewat pasti memiliki kenangan, keistimewaan, dan keindahannya masing-masing. Seperti manusia diluaran sana, Hermione juga ingin menikmati setiap musim dengan suka cita. Akan tetapi, rasa bermuram durja yang mengakar dihatinya menghambat rasa suka cita itu.
Di titik ini Hermione berpikir bahwa mungkin selamanya ia tak akan bisa merasakan yang namanya bahagia lagi.
Sunyi dan kesedihan.
Begitulah ia menggambarkan dirinya yang menyedihkan untuk saat ini.
Kondisinya saat ini membuat Hermione memahami kengerian dari sebuah sunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Grieve no More?
Fanfiction[COMPLETED] Matahari tak lagi menunjukkan sinarnya sejak bahan bakarnya menghilang dan bulan yang sejak dahulu hidup dalam kegelapan tidak tahu bahwa keputusannya untuk membawa matahari merupakan kesalahan besar. "Orang tua kita sudah tahu tentang...