18 : Bulan dan Matahari Saling Membutuhkan

786 151 64
                                    

Draco merapikan dasinya seraya berjalan perlahan melewati kamar Hermione. Ia berhenti sejenak di depan kamar yang pintunya telah tertutup rapat selama empat hari itu.

Hermione kembali murung. Ia tidak keluar kamar sama sekali. Ia tidak menengok bunga-bunga mataharinya yang telah bermekaran di kebun belakang, tidak melukis, tidak merajut, dan tentu saja tidak berkomunikasi dengan Draco. Ponsel Hermione pun mati, entah karena disengaja atau karena kehabisan daya.

Sepertinya terungkapnya kematian Ron benar-benar mengguncangnya.

Namun yang aneh adalah bahwa Hermione sudah tidak berminat pergi ke laboratorium. Bahkan ketika Hermione mulai kembali murung, Draco berpikir mungkin ia akan kembali ke laboratorium lagi tapi ternyata tidak. Wanita itu memilih berdiam diri di kamarnya.

"Tuan Muda ingin menyampaikan sesuatu?" tanya Elisa yang baru saja tiba di depan kamar Hermione seraya membawa nampan berisi sarapan dan sebutir vitamin.

"Katakan padanya kalau ia ingin sesuatu segera bilang padaku, aku akan menuruti apapun keinginannya." jawab Draco sarat akan kesedihan.

Bagaimana bisa ia tidak sedih ketika pelangi yang baru saja mewarnai Malfoy Manor tiba-tiba menghilang dalam sekejap? Bagaimana pun juga Draco tetap manusia biasa.

Meski ia bisa berdiri bagai karang di tengah hantaman ombak, tetap saja, kadang kala hatinya bisa berubah menjadi serapuh kelopak bunga di musim gugur.

Hari ini Draco memahami bahwa kebahagiaan yang diberikan padanya tidak ada yang benar-benar menjadi miliknya. Semuanya hanya semu. Kebahagiaan sesaat itu membuat Draco sedikit merasa trauma. Ia jadi takut ketika kebahagiaan datang padanya lalu setelahnya duka tanpa akhir akan menjadi penggantinya.

Hidupnya sejak dulu memang selucu itu.

Mungkin itu adalah alasan mengapa selama ini Draco selalu berekspresi datar dan terkesan kaku. Ia berusaha menyembunyikan kebenaran di balik topengnya.

Sejujurnya kadang kala ia takut ketika harus menatap cermin. Ia selalu bertanya pada pantulan dirinya di cermin, 'Apakah hidup yang selama ini kujalani telah berada di jalur yang benar?'.

Atau justru memang sejak awal caranya salah?

Mendekap matahari memang bukan hal yang benar tetapi di satu sisi juga tidak salah. Niatnya tulus, tetapi caranya salah. Maka dari itu semuanya menjadi ambigu. Seperti berdiri di persimpangan antara jalur yang benar dan jalur yang salah.

Tiba-tiba pintu di depannya terbuka. Kepala Hermione menyembul di balik pintu. Mata layu wanita itu berusaha keras menatap Draco meski sorot matanya menjelaskan bahwa ia enggan.

"H--hai?" sapa Draco yang sejujurnya tidak tahu harus mengucap apa. "Selamat pagi," lanjutnya setengah gugup.

Hermione membalas dengan senyum simpul yang sedikit dipaksakan. "Apa benar kau akan menuruti semua keinginanku?"

Draco mengangguk tanpa ragu.

"Kalau begitu, apa kau akan tetap menurutiku jika aku ingin bercerai?"

Elisa nampak terkejut. Tubuhnya bereaksi sedikit lebih cepat dari Draco. Kedua bola matanya menatap panik Tuan Muda dan Nyonya Mudanya itu. Ia tidak menduga bahwa Nyonya Mudanya akan mengatakan hal ini secara tiba-tiba.

"Bukankah sejak awal memang begitu?" tanya Draco balik.

"Tidak ingin merubah?"

"Tergantung,"

"Maksudmu?"

Draco menghela nafasnya. Sepertinya melanggar batasan yang telah ia buat adalah takdir yang telah digariskan Sang Pencipta padanya.

Can We Grieve no More? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang