09 : Mimpinya Membawa Pelangi dan Awan Hitam di Malfoy Manor

850 147 23
                                    

Hari ini pesan dari Papanya datang lagi. Pesan yang berisi tentang apa keputusan Draco sebelum makan malam pertemuan dua keluarga tiba lusa nanti. Isi pesannya jelas mendesak, tipikal Lucius Malfoy. Sejak kecil Draco memang di didik untuk tanggap dan cepat dalam mengambil keputusan. Namun untuk keputusan yang satu ini rasanya seratus tahun pun tak akan cukup.

Draco di beri dua pilihan oleh Lucius. Satu, menerima perjodohan dengan anak teman masa kecilnya Papanya. Atau dua, menolak perjodohan dengan membuktikan bahwa ia sedang terlibat hubungan asmara dengan gadis lain.

Sebenarnya bisa saja Draco menerima perjodohan itu karena ia tahu betul bahwa gadis yang akan dijodohkan dengannya itu adalah gadis baik-baik. Ia pernah bertemu dua kali dengan gadis itu dan Draco paham bahwa gadis itu berperangai baik, ramah, dan sosok gadis independen yang cerdas. Namanya, Astoria Greengrass, putri kedua dari pengusaha terkemuka yang memiliki perusahaan di bidang teknologi bernama Green inc.

Hanya saja Astoria pernah secara terang-terangan berkata pada Draco bahwa ia telah memiliki kekasih. Kekasihnya bukan anak dari seseorang yang memiliki perusahaan keluarga yang diwariskan turun-temurun, melainkan anak dari seorang jaksa. Ayah Astoria tidak menyukai hal itu. Ia ingin anaknya menikahi seorang pewaris. Astoria juga berkata bahwa Ayahnya juga melakukan hal yang sama pada kakaknya.

Draco sudah menceritakan tentang hal ini pada Lucius tetapi Papanya itu tidak percaya. Ia mengelak dan selalu berkata bahwa teman masa kecilnya tidak akan selicik itu. Lalu Astoria mengusulkan pada Draco untuk menolak perjodohan ini, harus Draco yang menolak karena Astoria hanya bisa menurut pada keinginan Ayahnya. Jika Draco menolak maka Ayahnya tidak akan bisa berbuat lebih jauh lagi.

Hanya saja ketika Draco mengatakan pada Lucius bahwa ia menolak perjodohan itu, Lucius ingin Draco menolak secara masuk akal agar hubungan Lucius dengan Ayah Astoria tetap berjalan dengan baik. Maka dari itu Lucius memberinya dua pilihan.

Pilihan yang sangat sulit.

Saat sibuk memikirkan tentang keputusannya, Draco selalu berdiri di depan jendela kantornya yang besar. Jendela itu menghadap langsung pada gedung laboratorium yang terletak tepat di samping gedung perusahaannya, hanya terpisah oleh jalan raya yang membentang di bawah sana.

Kebetulan ruangan laboratorium yang menghadap jendela ruangan Draco juga memiliki jendela kaca yang besar, mungkin agar memiliki pencahayaan yang mumpuni. Di sana, entah mengapa, Draco selalu melihat seorang gadis yang selalu sibuk dengan larutan warna-warni.

Sudah hampir dua bulan Draco mengamati gadis yang sepertinya hampir tak pernah istirahat itu. Jas labnya nampak kusut, rambutnya juga seperti digelung secara asal-asalan, dan kacamata laboratoriumnya yang besar itu seolah bertindak sebagai tameng yang menutupi mata layu sang pemakai. Kadang gadis itu juga mengenakan masker jika larutannya mengeluarkan asap.

Meski tampilannya seperti itu Draco tetap merasa bahwa gadis itu cantik.

Draco meraih teropongnya dan mulai mengamati gadis itu lagi. Ia sudah melakukan hal ini selama sekitar satu bulan yang lalu karena rasa penasarannya. Sudah dikatakan sejak awal, bahwa ketika Draco sedang sibuk memikirkan sesuatu hal ia akan berdiri di depan jendela. Gadis itu seperti obat bagi Draco agar otaknya kembali tenang dan ia dapat mengambil keputusannya dengan baik.

Draco tidak tahu namanya dan darimana gadis itu berasal. Pada dasarnya ia memang tak ingin tahu siapa gadis itu. Ia hanya ingin mengagumi kegigihan gadis itu dalam bekerja di laboratorium seolah tak ada lagi hari esok. Draco tahu betul pekerjaan gadis itu pasti sulit karena terkadang saat melihat dengan teropong ia melihat gadis itu mengacak rambutnya frustasi dan dahinya kadang kala terlipat dalam.

Can We Grieve no More? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang