10

2.5K 277 4
                                    

"Kamu tidak apa-apa? Mau kuantar pulang?" Tanya Jenshen memastikan. Mereka sekarang berada di parkiran restoran. Acara makan malam tadi cukup menyenangkan, walaupun Naruto menjadi lebih diam setelahnya.

"Jenshen, Naruto kami pulang dulu." Segerombolan tim studio sudah berada di dalam mobil. Mereka berdua mengangguk dan melambai.

"Aku baik-baik saja. Tidak usah khawatir." Jawab Naruto ketika melihat mobil tim sudah pergi.

"Jangan bohong, aku tau kamu masih syok. Begini saja, aku akan mengikuti mobilmu dari belakang, bagaimana?" Jenshen masih bersikeras dan Naruto terpaksa mengangguk.

"Ya sudah."

Naruto dan Jenshen berpisah menuju mobil masing-masing. Mereka berkendara menuju villa Naruto.

Jenshen berpikir sembari fokus mengemudi, ia khawatir Naruto trauma. Jenshen memang tidak tau latar belakang apa yang membuat Naruto dan Sasuke menikah. Tapi saat menghadiri resepsi mereka, Naruto tampaknya tidak terlalu menikmati acara, terlebih lagi, dia sebelumnya tidak pernah mencatatkan diri sebagai penyuka sesama jenis, itu yang membuatnya khawatir jika dia nanti melampiaskan traumanya pada Sasuke.

Jenshen berhenti didepan gerbang villa Naruto, ia melihat mobil pria itu masuk dan menghembuskan nafas lega, setidaknya otak Naruto masih normal saat ini. Ia mengklakson Naruto yang baru saja keluar dan pergi dari sana.

Naruto melambaikan tangan pada Jenshen dengan senyum simpul. Ia memperbaiki posisi tas selempangnya dan masuk ke dalam villa.

Di lantai satu, semua lampu sudah padam, ia melangkah dalam kegelapan menuju dapur dan mengambil air putih dingin.

Pikiran rumit Naruto serasa lebih lega saat ini, ia melamun sebentar dan berusaha menghilangkan ingatannya di parkiran tadi, tapi tidak semudah yang Naruto kira. Otaknya malah semakin liar dengan ilusi baru jika yang melakukan hal tak senonoh tadi adalah Sasuke.

"Naruto?" Ia berjengit kaget hingga gelasnya hampir jatuh dari tangan. Ia melihat wajah mengantuk Sasuke sedang berdiri didepannya dengan piyama hitam bermotif bintang.

"Apa?" Tanya Naruto, ia berusaha menyembunyikan gugup yang masih terbaca di dalam mata Sasuke.

"Baru saja pulang?" Tanya Sasuke.

"U–um." Jawab Naruto, suasana berubah canggung. Naruto tak berani menatap mata Sasuke.

Sasuke menaikkan alisnya, bertanya dalam hati.

"Ada apa dengan anak ini?"

Mata Naruto menegang ketika Sasuke mendekatinya, bau maskulin yang dipancarkan pria itu serasa menusuk hidungnya. Naruto semakin gugup dan ingin menghindar namun, tangan Sasuke lebih dulu menangkapnya.

"Ada apa?" Tanya Naruto dengan cepat. Ingatannya tentang tiga orang tadi serasa mengecamnya. Ia berusaha mengingatkan diri kalau didepannya ini adalah Sasuke, bukan mereka.

"Bisakah kamu memberiku botol air itu?" Tanya Sasuke setelah memindai gerak mencurigakan Naruto.

"O–oh, ini." Naruto menyerahkan botol ditangan kirinya dan Sasuke berjalan menuju ke tempat penyimpanan gelas.

Merasa ada kesempatan, Naruto langsung kabur dari dapur. Tidak memperhatikan sudut mata Sasuke yang mengikutinya dengan gelas berisi air dingin dimulut.

Naruto menutup pintu dan berjalan menuju ranjang, ia merebahkan diri dan menutup matanya dengan lengan kiri.

Tidak, ia tidak bisa seperti ini. Walaupun sama-sama gay, Sasuke tidak pernah menunjukkan sikap tak sopan padanya. Naruto berusaha mengingatkan dirinya sendiri, namun semua terasa berat baginya. Mungkin, dia perlu sendirian dan memikirkannya lagi, memilah mana yang harus dibuang atau disimpan didalam hatinya.

TIME [SASUNARU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang