─; 21

3.4K 432 27
                                    

.
.
.

Jihan baru saja kembali ke rumah setelah berkumpul bersama teman-teman sosialitanya. Teleponnya bergetar, ada telepon masuk dari seseorang.

'Aku sudah melakukan tugas dengan baik. Jangan lupa bayarannya, kirim ke nomor rekeningku.'

"Owh? Kau sudah melenyapkannya? Apa dia mati?"

'Aku tidak tahu dia hidup atau mati, yang jelas aku membutuhkan bayaranku sekarang.'

"Sure. Bayaranmu akan aku kirim besok pagi."

Setelah sambungan telepon terputus, Jihan menyeringai senang. "Jeon? Jika kau tiada, lega sekali aku, hahaha." Kini ia sudah tidak perlu khawatir lagi kalau Taehyung akan berpaling.

"Oh, Papa? Apakah Oppa belum pulang?" Jihan bertanya ketika sang mertua melintas dihadapannya.

"Baru pulang kau rupanya." Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, sedangkan Jihan pergi keluar sejak pagi. "Taehyung sudah berangkat ke Busan."

"Apa? Busan? Lagi???" Jihan tak habis pikir mendengarnya. "Untuk apa? Oppa baru saja kembali darisana lusa lalu."

Baekhyun mengendikkan bahunya kemudian menyeringai samar. "Sepertinya dia akan pulang membawa kejutan." Lalu Baekhyun pergi meninggalkan Jihan dengan pikirannya yang berkecamuk.

"Tidak, tidak. Apakah Oppa pergi ke Busan untuk── tidak mungkin ... Ini tidak ada hubungannya dengan Jungkook, kan? Seharusnya dia sudah lenyap."

•••

"Kami sangat memohon maaf, janin yang ada dikandungannya sangat mustahil untuk diselamatkan. Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik." Dokter itu menepuk pundak Taehyung untuk sekedar menguatkannya. "Anda harus ikhlas. Saya permisi dulu."

Bibi Ahn duduk di kursi tunggu dengan memeluk Taejun. Menatap suami dari Jungkook dengan tatapan iba. "Kau harus ikhlas, Nak. Yang terpenting Jungkook bisa diselamatkan, meskipun harus kehilangan calon anak kalian."

Taehyung mengusap wajahnya kasar. Berusaha untuk tidak menangis, tapi seberapa kuat pun ia menahan tetap saja airmatanya mengalir begitu deras.

Jungkook mengalami patah tulang dibagian lengan kanan, kondisinya bisa dikatakan tidak baik-baik saja.

Taejun menyembunyikan wajah dipelukan Bibi Ahn. Bocah itu menangis dalam diam, ia takut kehilangan Papa-nya. Tidak apa baginya jika tidak ada sang Ayah dihidupnya, tapi Taejun tidak bisa kehilangan sang Papa yang sejak kecil selalu ada untuknya.

Taehyung menghampiri Taejun dan mengelus pundaknya. Bocah itu mengerang dalam tangisnya, tidak mau disentuh Ayahnya.

"Hiks, Ayah pergi saja! Tidak usah datang lagi. Ayah datang hanya untuk pergi lagi. Taejun benci Ayah! Papa-ku tidak ada yang menjaga, makanya sekarang dirawat di rumah sakit, hiks. Tadi Taejun sedang sekolah, Papa tidak ada yang menemani. Ayah selalu pergi. Ayah bukanlah Ayah yang baik. Ayah tidak usah datang lagi, hiks. Ayah pergi saja sana!" ucap Taejun menyuarakan kekesalannya.

Taehyung merasa tertohok mendengar ucapan sang putera.

"Sstt, Taejun jangan bicara seperti itu pada Ayahmu." peringat Bibi Ahn.

The Truth MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang