Kamar yang ia masuki sekarang tidak pernah berubah, tapi terkadang menimbulkan rasa asing yang mendambakan. Jamie merasa senang kalau ibunya ternyata tidak melakukan hal apapun pada kamar pribadinya. Ia punya sedikit kesempatan untuk bisa menikmati kenyamanan kamarnya ini. Kamar yang selalu menemaninya selama ia melalui masa-masa remajanya. Tentu karena setelah itu ia harus mengenyam pendidikan yang lebih tinggi di luar negeri. Rela pergi jauh meninggalkan keluarganya dan belajar untuk bisa hidup mandiri dan tegar. Hanya dengan melihat kamar tidur dan segala dekorasinya, membuat Jamie sudah melakukan banyak kilas balik. Ia berdiri di tengah ruangan sambil menertawakan dirinya sendiri. Apa yang terjadi di masa lalu, beberapa hari lalu, kemarin, satu jam yang lalu, bahkan satu menit yang lalu, semua terasa lucu jika dipikirkan kembali. Terlepas dari dampak apa yang diberikan dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Sekarang Jamie sudah bersama dengan keluarganya. Harusnya ia bisa merasa lebih baik. Seharusnya... Tapi ia tetap seorang perempuan. Punya hati yang lebih lembut, yang selalu berbicara dengan pikirannya. Sedih karena putus cinta terkadang terasa konyol, seperti anak akil balig yang baru merasakan indahnya cinta monyet. Jamie tersenyum sendiri lagi. Tapi kasus yang ia alami berbeda. Ia sebenarnya tidak pernah dicintai. Lebih baik tidak pernah jatuh cinta ketimbang harus berjalan sendirian, pikirnya. Tapi mau bagaimana pun, tujuan Jamie kemari bukan untuk menangis saja. Ia harus merasa bahagia untuk acara kakaknya.
Koper yang ia seret sudah dibantingkan ke atas tempat tidur. Entah kenapa Jamie malah terkesima dengan kopernya yang memantul di atas kasur. Bukan karena gerakan pantulan kopernya yang lucu, tapi karena kasurnya yang rupanya masih bersih, tidak ada debu yang beterbangan. Jamie bersyukur, setidaknya barang-barangnya belum jadi pajangan museum. Ia membuka koper miliknya dan memindahkan semua pakaiannya ke dalam lemari satu per satu. Ia tidak mau pakaiannya menjadi kusut dan apek karena berada di dalam koper terlalu lama.
Sebenarnya Jamie tidak harus merapikan apapun lagi karena semua barang-barangnya sudah berada pada tempatnya. Ia melihat ke sekeliling kamarnya, namun ia berakhir dengan mendekati jendela kamar dan melihat apa yang bisa ia lihat di luar. Jamie memiringkan kepalanya bingung, rasanya ada yang berubah. Dulu pemandangan di sekitar rumahnya lebih hijau dan rindang. Tapi sekarang ia tidak menemukan rimbunan dedaunan yang timbul mengadah ke langit. Pasti sudah banyak ditebang. Jamie berkecak pinggang lagi memperhatikan seisi kamarnya. Hingga akhirnya ia menemukan satu yang kurang. Dengan cepat, Jamie berkeliling mencari-cari sesuatu. Ia membuka beberapa laci yang sekiranya bisa menyimpan benda yang ia cari. Sampai ia membuka laci meja bagian bawah yang ada di sebelah rak bukunya. Jamie merasa lega karena ia bisa menemukan lampu tali dinding kesukaannya. Tapi ia justru berdecak karena lampu tali tersebut melilit secara acak-acakkan. Jadi mau tidak mau Jamie harus merentangkannya terlebih dahulu. Jamie memang sangat menyukai lampu tali berwarna kuning kalem. Itu lebih menenangkan ketimbang lampu tidur yang hanya diletakkan di atas meja. Jamie mulai kesal karena lampu tali tersebut sangat panjang dan berantakan. Tapi ia tetap harus berhati-hati, jangan sampai ia malah memutuskan kabelnya.
"Perlu bantuan?"
Jamie yang tengah sibuk, langsung menoleh ke arah pintu. Di sana ia menemukan Tay yang sudah berpakaian kaos santai, mengintip dari celah pintu. Jamie mengiyakan tawaran kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TayNew Met in Bali
Fanfiction[COMPLETE] Genre: bromance, boyslove Dengan tujuan menenangkan suasana hati, New Thitipoom pergi berlibur ke Pulau Bali. Di saat yang bersamaan, Tay Tawan yang sudah lama tinggal di Bali sedang tergesa-gesa untuk berangkat ke luar negeri karena sua...