Tiket

3K 249 4
                                    

Beberapa pakaian terlihat berserakan di atas tempat tidur berukuran king size itu. Beberapa bagian sudut kamar juga mengalami keadaan yang sama. Pemilik kamar seakan tidak peduli lagi dengan yang namanya kerapian dan keindahan. Ia tetap dengan seenaknya melempar pakaian dari lemarinya sehingga isi dari lemari tersebut habis secepat kilat. Alih-alih memilih pakaian dengan cara mengabsen satu persatu pakaian yang tergantung, ia lebih memilih untuk menampilkan semuanya di atas ranjang dan lantainya. Baginya itu lebih mudah karena setiap inci dari model dan desain pakaiannya lebih jelas terlihat. Mungkin ia menyamakan cara memilih pakaian seperti memilih ice cream di etalase toko. Telunjuknya terlihat menunjuk pakaian tersebut satu persatu seakan menghakimi orang yang tidak bersalah. Mulai dari kemeja, kaos polos, celana panjang, celana pendek, jaket, dan yang lainnya. Setelah menentukan pilihannya, ia langsung meraih semua pakaian hasil seleksinya dengan asal saja. Kekhawatiran nanti jadi kusut atau tidak, itu urusan belakangan.

Sesekali ia menatap jam dinding di kamarnya. Raut wajahnya mulai berkeringat dan panik. Ia semakin mempercepat gerakannya dengan pakaian-pakaian tersebut. Koper dengan ukuran cukup besar sudah dipersiapkan dengan baik sehingga ia tinggal melempar pakaiannya ke dalamnya. Sekarang pakaian-pakaian tersebut terlihat tidak ada bedanya dengan pakaian yang dijual di pasar loak atau bisa saja lebih mirip pakaian kotor yang siap dibawa ke laundry. Ketika ia hendak menutup lemarinya, ia terdiam melihat sebuah benda yang tergantung dengan anggunnya. Sebuah potongan plastik berbentuk persegi panjang dilengkapi dengan tali yang berfungsi untuk dikalungkan saat dipakai. Pria tampan berdarah campuran Thailand dan Indonesia itu membaca tulisan nama pada benda tersebut. 'Tay Tawan Vihokratana', itulah nama yang tertulis pada sebuah name tag penanda jabatan dari sebuah perusahaan di bidang tour and travel. Ya, pria yang sedari tadi bersikap tidak tenang itu adalah Tay Tawan.

"Hhhhh...", Tay menghelakan nafas diikuti dengan perasaan yang mengartikan sebuah 'keterpaksaan'.

—dua hari sebelumnya...

Tay memasuki ruangan yang sudah tidak asing lagi baginya. Mungkin dari semua ruang kerja yang ada di kantor ini, ruangan inilah yang paling luas dan megah, namun selalu memancarkan atmosfer yang menegangkan. Suasana tegang itu mungkin berlaku bagi sebagian besar pegawai di sini karena mereka harus berhadapan dengan pimimpinan tertinggi dari perusaahn tempat mereka bekerja. Namun, perasaan takut tersebut sama sekali tidak mempengaruhi Tay karena sang pimpinan yang ia temui adalah ayahnya sendiri.

"Ada perlu apa ayah?", Tay bertanya dengan wajah datarnya.

"Ayah harap kamu tidak pura-pura bodoh. Kamu tahu kan ayah ingin membicarakan apa?", jari jemari kepala Keluarga Vihokratana masih santai mengetuk-ngetuk meja selama ia berbicara di kursi kebesarannya.

Tay tahu benar kemana arah pembicaraan ini, beberapa minggu terakhir ini pikiran Tay sudah diganggu oleh hal ini dan itu cukup membuat Tay berada di bawah tekanan. Tay mencoba sabar, walaupun giginya mulai menggertak karena menahan emosionalnya. "Tapi ayah, aku sudah pernah bilang kalau aku tidak bisa melakukan itu. Aku yakin dedikasiku akan membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik", jawaban Tay masih bernada dasar. Ia masih tidak mau dicap anak durhaka secepat itu.

"Sebenarnya apa yang membuatmu ragu? Bukankah itu hal yang mudah? Kau tidak perlu lagi membuktikan apapun dengan usaha yang lebih keras. Karena ayah pikir kau masih belum cukup untuk memberi kontribusi besar yang dapat mempengaruhi perusahaan kita. Oleh sebab itu ayah memberimu jalan ini", ayah Tay mulai memainkan kalimat yang persuasif yang menurut Tay itu sangat basi dan menyulut amarah.

"Apa ayah tidak mempercayai kemampuanku?! Aku ini anak ayah...! Aku berjuang selama ini demi ayah! Aku selalu menuruti kemauan ayah! Kenapa ayah selalu menentukan jalanku?!", Tay sudah tak sanggup lagi. Apakah ia harus bertengkar dengan ayahnya setiap kali ia bertemu? Ia kesal dengan keadaan ini.

TayNew Met in BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang