3. Perempuan

101 24 2
                                    


Seminggu berlalu dari kejadian sandal jepit misterius yang kemudian esoknya menghilang. Berarti total dua minggu dirinya ataupun Dian belum bertemu dengan tetangga baru. Tidak ada yang berbeda dari kamar di sebelahnya. Malam hari lampunya masih gelap. Suasana di dalam kamar kontrakan itu juga sepi. Noe tahu karena sudah beberapa kali berusaha menguping dari balik dinding. Namun tidak pernah berhasil mendengar suara sedikit pun.

Tetapi, ada yang berbeda dari hari ini ketika Noe sedang mengunci pintu sebelum berangkat kerja. Seorang lelaki tampak berdiri di depan pintu kamar tetangga yang belum diketahui namanya itu. Ialah Radhi, kakak dari penghuni kamar kontrakan sebelumnya. Dengan pakaian rapi mengetuk pintu sambil memanggil. Yang berhenti mengetuk begitu menyadari kehadiran Noe lantas menyapanya.

"Mau berangkat kerja, Noe?" tanya Radhi usai menilik penampilan Noe.

"Iya," jawab Noe lalu melirik pintu yang tadi Radhi ketuk. "Kau kenal dengan dia?"

"Kalian belum kenalan emang?" tanya Radhi balik.

"Boro-boro kenalan Mas, dia aja gak pernah keluar," sahut Dian yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Serius?!" pekik Radhi dengan mata melotot. Antara tidak percaya dan ngeri. Dua minggu tinggal di sini belum berkenalan dengan tetangga. Yang lebih parah lagi, tidak keluar sama sekali. "Masa El gak pernah keluar sih?"

"Tidak tahu kalau siang, tapi tak pernah aku lihat dia saat pagi atau malam. Lampunya pun tak pernah menyala," terang Noe.

"Iya, Mas," timpal Dian. "Emang dia siapa, Mas?"

"Temen gue, namanya Elvano sama Pedro."

"Jomblo gak, Mas?"

Radhi mengangguk sebagai respon atas pertanyaan Dian sebelum berujar. "El belum lama putus, kalau Pedro harus tanya sama El. Tapi setahu gue dia jomblo sih."

Wajah Dian langsung saja berseri-seri. Seolah mendapat asupan semangat di pagi hari. Mendapat informasi tentang dua lelaki lajang tinggal di sebelahnya. Lumayan untuk cuci mata. Bonus lagi kalau bisa jadi jodohnya. Sayang, sampai saat ini mereka masih belum berkenalan. Tapi paling tidak, sekarang Dian sudah tahu nama tetangga baru, terlebih statusnya.

"Gue berangkat dulu Mas, Bang," pamit Dian kemudian seraya melambaikan tangan.

Sepeninggal Dian, Noe pun turut pamit dan melangkah menuju parkiran. Sayup-sayup terdengar suara Radhi yang memanggil El sambil mengetuk pintu. Panggilan yang kemudian berubah menjadi omelan karena El tidak pernah keluar kamar. Yang jelas, sampai motor Noe meninggalkan area kontrakan, pintu kamar lelaki bernama Elvano itu tidak kunjung terbuka. Mungkin tidak mau menemui Radhi.

Malamnya sepulang kerja, Noe kembali mendapati seorang laki-laki sedang mengetuk dan memanggil El. Bukan Radhi, entah siapa Noe belum pernah melihatnya sebelumnya. Namun, sepertinya El tidak mau membukakan pintu untuk laki-laki itu. Yang kemudian menyerah dan memilih untuk beranjak setelah lima belas menit.

Begitu tubuhnya berbalik, lelaki itu agak terkejut melihat Noe. Tidak menyadari keberadaan Noe sebelumnya. Hanya sesaat sebelum ia menyunggingkan senyum tipis. "Masnya tinggal di sini?"

"Aku tinggal di sebelah," jawab Noe sambil menunjuk kamarnya.

Lelaki itu mengangguk sebelum kemudian mengangsurkan tangan. "Ervan."

Noe lebih dulu memindahkan helm ke tangan kiri, baru menyambut uluran tangan Ervan. "Noe."

Begitu jabat tangan tanda perkenalan mereka terlepas, Ervan merogoh kantung celana belakang. Mengambil dompet dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Lalu menyerahkannya kepada Noe. "Kalau ada apa-apa sama El, tolong hubungi gue."

ElistasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang