Sekembalinya dari acara meet and great, suasana hati Noe berubah buruk. Siapapun yang sudah bicara dengan Noe jelas tahu ada yang tidak beres. Terlebih tetangga kerjanya di sebelah kanan dan kiri. Noe memang tidak marah atau berteriak tidak jelas, itu bukan Noe sekali. Kalau Noe sampai marah-marah tidak jelas dan berteriak solusinya satu, panggil Mbah dukun atau ustadz. Bisa jadi ada yang merasuki lelaki kalem itu.Yang terjadi saat ini, Noe hanya diam di depan layar komputer, tanpa benar-benar melihat rentetan kata yang menunggu diperbaiki. Namun itu cukup membuat Dinda dan Revan saling melempar pandangan. Bertanya lewat tatapan, apa kiranya yang membuat Noe jadi pendiam begitu.
Jelas bukan masalah pekerjaan. Karena setahu mereka acara meet and great yang baru saja dihadiri Noe berjalan lancar. Dan kalau pekerjaan lain seperti merevisi naskah atau deadline, rasanya tidak mungkin juga. Sebab, Noe tergolong orang yang tenang untuk urusan itu. Dia tidak seperti Dinda yang sering dikejar deadline. Atau tidak juga seperti Revan yang kerap kecurian typo.
"Bang, woy!"
"Kenapa?" tanggap Noe tanpa mengalihkan tatapannya.
"Ada juga lo yang kenapa? Kayak orang kesambet tau gak," ucap Dinda dengan wajah tidak karuan. Efek make up yang sudah hilang dan tidak sempat touch up. Salahkan atasan iblis yang memberikannya deadline macam rentenir, alias tidak kira-kira.
"Orang mah, abis keluar tuh happy. Kan, gak suntuk-suntuk amat," sahut Revan dengan penampilan yang tidak kalah kacaunya dengan Dinda. Di atas mejanya berserakan kamus-kamus dengan ukuran besar. Maklum saja, Revan sedang ada proyek menerjemahkan novel. Menerjemahkan novel tidak semudah meng-copy paste di aplikasi translator bahasa. Jadilah mejanya yang tidak seberapa besar itu dihuni buku-buku tebal.
"Iya Bang. Ditambah ketemu pacar, harusnya lo makin semangat," timpal Dinda.
Kepala Noe menoleh menatap Dinda. Keningnya mengernyit, jelas penasaran dari mana Dinda tahu dia bertemu Naila. Memang yang tahu dirinya sudah putus dari Naila baru satu orang. Itupun Kinan, tetangganya yang dulu menghuni kamar yang kini ditempati El.
"Kau tahu dari mana?"
"Apa–oh," tampak Dinda melirik ruangan Gavin sebelum mengambil ponsel. Takut jika atasan dengan iblis itu tengah memperhatikannya. Maklum saja, mata Gavin ada dimana-mana. Begitu mendapatkan ponselnya, Dinda langsung membuka aplikasi WhatsApp. "Nih."
Noe agak memundurkan kepala saat Dinda memperlihatkan layar ponsel terlalu dekat. Terdapat status terbaru dari nomor Naila, sebuah foto novel bertanda tangan ada disana. Noe langsung tahu novel itu.
"Udah lama Mba Nai gak chat gue sama gak update status. Terakhir kapan ya," mata Dinda bergerak ke atas, berusaha mengingat.
Jika ada yang tidak Noe mengerti, salah satunya pertemanan di antara perempuan. Sungguh Noe tidak paham bagaimana cara kerja pertemanan untuk perempuan. Contohnya seperti Dinda dan Naila ini. Padahal baru dua kali bertemu, itu pun dia yang mempertemukan. Tapi mereka sudah sering berbalas pesan tentang berbagai hal.
Begitu pula dengan Dian dan Kinan dulu. Sepertinya pembahasan perempuan itu tidak ada habis-habisnya. Dan perempuan itu mudah cocok dengan perempuan lain. Yah, kecuali El, tetangga barunya. Atau mungkin belum, mengingat jika El ini agak pemalu. Karena kalau diingat-ingat lagi, waktu pertemuan pertama, Dian juga pemalu. Tapi lihatlah sekarang, perempuan itu justru tidak tahu malu.
"Yang jelas status terakhirnya tentang galau-galau gitu, Bang. Sampe gue kira kalian putus loh," ucap Dinda dengan mata membulat. Yang seketika membuat Noe kembali menatap layar komputer.
Sadar sikap Noe yang berubah terlalu cepat, Dinda kembali bersuara dengan lebih pelan. "Kalian, beneran putus ya?"
Ringisan kontan keluar dari bibir Dinda. Matanya melotot ke arah Revan, pelaku yang baru saja melemparkan sebuah pulpen dan tepat mengenai kepalanya. "Lo ngajak ribut ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Elistasi
Romance#ProjectAretha 90-H Noe sangat paham, usaha jelas dibutuhkan untuk mencapai sesuatu dalam hidup. Maka dia terus melakukan segala usaha terbaik, agar mencapai hasil terbaik pula. Usaha yang kini mengantarkan dirinya bisa seperti sekarang, mapan dan h...