Usai menghabiskan makan malam minus Dian, baik El maupun Noe tidak langsung beranjak. Setelah mencuci tangan, keduanya hanya diam dengan pikiran masing-masing. Menikmati keheningan di antara mereka.
Diam-diam Noe melirik El. Perempuan yang dikiranya laki-laki itu mengenakan kaos dan celana training seperti biasa. Tampaknya hanya dua jenis pakaian itu yang membuat El nyaman. Noe bahkan curiga jika pakaian El hanya terdiri dari kaos dan celana training. Yah, meski Noe tahu itu tidak mungkin.
Rambut panjang El kali ini lebih enak dipandang. Meski masih tampak tidak karuan, paling tidak, Noe tidak menjerit ataupun berteriak karena mengira El ini kuntilanak. Malam ini El menyelipkan rambut panjangnya ke telinga. Memperlihatkan lebih jelas bagaimana rupa perempuan itu.
El cantik. Jelas. Bahkan Noe sudah mengakui itu sejak pertama mereka bertatap muka. Meski sebenarnya, kata cantik tidak pantas menggambarkan bagaimana rupa El. El ini, apa ya, yang jelas dia lebih cantik dari Naila juga Dian. Hanya saja penampilannya yang berantakan, membuat kesan cantik itu sedikit tertutupi. Mungkin itu efek karena El sedang patah hati. Tunggu dulu.
Tiba-tiba saja Noe teringat ucapan Radhi jika El ini sedang patah hati. Rupanya mereka senasib. Dan kemudian, pesan Dinda saat di kantor agak mengusiknya. Bicara pada orang lain ya. Hmm, apa jika bicara dengan orang yang berpengalaman–dalam hal ini seperti El yang sedang patah hati–bisa membuat Noe merasa lega? Tapi kan, mereka beru kenal beberapa hari. Rasanya pasti canggung kalau Noe memutuskan bercerita perihal hubungannya. Ya, itu kurang masuk akal.
"Bagaimana rasanya, saat hubungan kalian berakhir. Aku dengar dari Radhi, kalau kau sedang patah hati." Pada akhirnya Noe memilih untuk memulai. Ingin mengetahui apa yang akan ia dapatkan dari El.
Bukan jawaban yang Noe dapat. Tetapi seluruh atensi El yang langsung menolehkan kepala. Menatap Noe penuh kalkulasi tanpa berkedip selama beberapa waktu. Dengusan pelan diperdengarkan El sebelum bangkit meninggalkan Noe. Masuk ke dalam kamarnya dan langsung menutup pintu.
Melihat pintu yang baru saja ditutup El, tawa kecil Noe mengudara. Mungkin El tersinggung dan tidak berniat membagi ceritanya. Hei, lagi pula mereka tidak sedekat itu untuk saling bercerita. Noe saja yang nekat dan terlalu bodoh untuk mengetahui itu lebih awal. Terlebih, El ini perempuan. Mahluk yang diciptakan untuk lebih mengandalkan perasaan. Dan baru saja, Noe menyinggung perasaan yang membuat El mengurung diri di kamar selama beberapa minggu. Masih untung El tidak mengatainya gila.
Sekitar lima menit usai meratapi kebodohannya, Noe dikejutkan dengan kehadiran El. Tubuhnya terperanjat kaget karena perempuan itu muncul tanpa suara. Seolah tidak merasa bersalah setelah hampir membuatnya menjerit, juga kena serangan jantung, El kembali duduk tenang di sampingnya. Lalu tanpa diduga El menyerahkan sebuah bir kalengan ke hadapannya.
Terang saja Noe tidak bereaksi banyak. Matanya hanya melirik bergantian kepada El dan bir di depannya. Kemunculan El saja masih membuat Noe bingung. Sekarang, ditambah minuman yang sangat jarang Noe sentuh, baru saja diberikan El.
"Aku tidak suka minum," ujar Noe pada akhirnya. Matanya menatap El, msih tidak mengerti apa tujuan perempuan itu.
El berkedip, sekali, dua kali lalu mengangkat bahunya. "Gue juga. Tapi, kebanyakan orang yang minum ini, bukan karena mereka suka." Tangannya lalu membuka bir miliknya, meneguknya, membiarkan cairan berkadar alkohol rendah itu membahasi kerongkongannya. Dan El melakukannya sambil melihat Noe. Seolah menantang dan menyampaikan jika apa yang diminumnya tidak terlalu buruk.
"Kacau," ucap El begitu beberapa mili dari bir sudah tertelan. "Lo tanya gimana perasaan gue, kan? Rasanya kacau."
"I see," tanggap Noe sambil memperhatikan setiap detail ekspresi El. Sebenarnya, tanpa harus dijelaskan pu, Noe tahu itu. Mengurung diri hampir satu bulan lamanya, cukup membuktikan sekacau apa El. Juga sepenting apa orang yang telah membuat El begitu kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elistasi
Romance#ProjectAretha 90-H Noe sangat paham, usaha jelas dibutuhkan untuk mencapai sesuatu dalam hidup. Maka dia terus melakukan segala usaha terbaik, agar mencapai hasil terbaik pula. Usaha yang kini mengantarkan dirinya bisa seperti sekarang, mapan dan h...