Jangan lupa tinggalkan jejak, komen, follow dan vote
Happy Reading All ...
....
El benar-benar tidak kembali ke ruang rawat Noe setelah itu. Bahkan sampai minggu siang saat Noe diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tiba di kontrakan, Noe juga tidak menemukan El sampai malam hari. Saat Dian mengunjunginya dan memulai kembali kegiatan tiap malam mereka-makan dan mengobrol-Noe memutuskan untuk menanyakan keberadaan El. Tetapi Dian tidak mengetahui keberadaan El yang memang tidak pulang ke kontrakan. Dian justru mengira jika El terus menemani Noe di rumah sakit.
"Lo suka sama El, Bang?"
Pertanyaan Dian mengalihkan Noe dari kamar El yang gelap gulita, persis seperti saat awal mula kepindahannya. "Iya, dia orang yang jujur."
"Maksud gue suka dalam artian lain, Bang. Enggak masalah sih kalau lo suka sama El, tapi kan, Lo punya Naila. Jangan jadi lelaki brengsek kayak mantan gue, Bang. Diselingkuhin itu enggak enak deh, beneran."
Sebagai korban dari perselingkuhan, Dian hanya ingin memperingati Noe. Dia tidak mau teman dan tetangganya ini menjalin hubungan yang salah. Hubungannya pernah kandas karena kehadiran orang ketiga. Dan ia tidak berharap hubungan Noe harus berakhir juga sepertinya.
"Kami sudah putus, Yan."
Putus? Dian tidak mengerti. Jadi maksudnya Noe sudah putus dengan Naila. Apa Noe benar-benar selingkuh dengan El? Kemudian Naila mengetahuinya, atau mungkin Naila menyaksikan kejadian yang ia saksikan beberapa hari lalu. Sehingga Naila memutuskan hubungannya dengan Noe. Jika begitu, pantas saja El mau menunggui Noe di rumah sakit, padahal seharusnya Naila yang berada di sana. Jadi dia terlambat untuk menyadarkan Noe agar tidak khilaf.
"Aw!" Dian mengusap keningnya yang baru saja dilempar kulit kacang. Pelakunya tampak tidak merasa bersalah sama sekali dan malah menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Aku dan Naila sudah putus dua bulan lalu. Jadi jangan berpikir macam-macam, apalagi sampai mengira aku selingkuh dengan El."
Dian bernapas lega karena pikiran ngawurnya tidak terealisasi. Hanya sesaat sebelum matanya melotot, tidak percaya dan tidak menyangka. "Kok lo enggak cerita sama gue, Bang."
"Sekarang kan sudah."
"Iihhh Bang tapi-"
"Sudahlah, Yan. Yang jelas El tidak ada hubungannya dengan berakhirnya hubungan kami. Jadi jangan berpikir aneh-aneh lagi, wajah kau itu macam buku terbuka. Cepat bereskan ini, aku mau tidur."
Untungnya Dian menurut tanpa banyak tanya. Membereskan sisa-sisa kulit kacang yang berserakan sebelum kembali ke kamar. Di dalam kamar, Noe yang sedang berbaring melirik dua buah bir kaleng. Sejak pulang dari rumah sakit, dua kaleng minuman itu ada di dalam kamarnya. Tanpa perlu berpikir keras, satu nama sudah terpikirkan olehnya. Entah apa yang ingin El lakukan dengan itu. Dia akan menanyakan jika bertemu El nanti.
El lagi. Agaknya otak Noe sudah terkontaminasi penuh oleh perempuan itu. Akhirnya Noe memberanikan diri untuk mengirim pesan kepada El. Menanyakan dimana keberadaan perempuan itu selama dua hari. Dua hari yang membuatnya gelisah tidak karuan karena mengingat ucapannya yang keterlaluan.
Pesan dikirimkan Noe sejak pukul sepuluh malam, tetapi sampah tengah malam pesan itu tidak juga dibalas. Karena sudah terlanjur, Noe memilih untuk menelepon El. Jika saat mengirim pesan Noe butuh keberanian, maka dia butuh kenekatan saat jarinya menekan tombol hijau di layar ponsel. Nomor El aktif, tetapi panggilannya tidak diangkat sampai dering berhenti dengan sendirinya. Masih nekat, Noe kembali menelepon El hingga rasa nekatnya berubah jadi gemas. El tidak kunjung mengangkat panggilan bahkan setelah sepuluh kali percobaan. Iya, Noe terus mengulang men-dial nomor El sampai sepuluh kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elistasi
Romance#ProjectAretha 90-H Noe sangat paham, usaha jelas dibutuhkan untuk mencapai sesuatu dalam hidup. Maka dia terus melakukan segala usaha terbaik, agar mencapai hasil terbaik pula. Usaha yang kini mengantarkan dirinya bisa seperti sekarang, mapan dan h...