27. Meminta Izin

33 8 0
                                    

Jadilah pembaca yang bijak. Jangan lupa tinggalkan jejak, vote, komen and follow

Happy Reading All ...

K

aku. El kesulitan menggerakkan anggota tubuh. Bahkan untuk bernapas saja, ia butuh usaha keras. Kepala Noe masih betah bersandar di bahunya. Tampak santai usai  melemparkan ucapan yang membuat dirinya terpaku seperti patung. Sungguh, El tidak punya cara untuk mengakhiri kecanggungan ini.

"Kalau mereka mengerjaiku, kau mau membantu tidak?"

Suara Noe yang tenang kembali terdengar. Kode yang dilemparkan Noe terlalu jelas. Atau mungkin, lelaki itu memang tidak berniat memberikan kode. Apa pun itu yang jelas El hanya bisa menggigit bibirnya. Tidak tahu haru menjawab apa.

"El ..."

Panggilan itu membuat El terkejut. Ia berdehem sejenak sebelum menjawab terbata. "Ba-bantu gimana coba? Lagian ke-kenapa juga mereka harus ngerjain lo?"

Noe tidak langsung menjawab. Ia memperhatikan bagaimana kedua tangan El yang saling meremas. Hingga kemudian ia mengangkat kepalanya dari bahu El, membuat perempuan itu seketika bernapas lega. Hanya sesaat, sebab detik selanjutnya wajah El jauh lebih kaku dari sebelumnya. Noe sengaja memperpendek jarak diantara mereka.

Dan seolah itu belum cukup mengejutkan El, ia berkata. "Karena aku akan mulai mendekatimu."

Mata El berkedip cepat. Ia memaksakan diri untuk menarik sudut bibirnya hingga senyum canggung tercipta disana. Disaat seperti ini, El merasa jauh lebih sulit menghadapi Noe ketimbang menghadapi para dewan komisaris. Wajahnya yang akan berpaling ditahan oleh telapak tangan Noe. Kini ia benar-benar terjebak dengan lelaki yang pernah diciumnya itu.

"Kali ini, biarkan aku yang memulai," ujar Noe meminta izin.

El bisa gila! Tidakkah Noe tahu detak jantungnya sudah tidak normal sejak tadi. Lantas sekarang, setelah meminta izin, wajah Noe mendekat perlahan tanpa bisa ia tolak. Ya, El tidak berniat menghindar. Tidak setelah beberapa waktu yang mereka lewati. Jadi alih-alih memalingkan wajah seperti rencana awal, ia justru memejamkan mata dan menunggu.  Tak lama ia merasakan sesuatu menempel di keningnya. Bibir Noe mengecupnya di sana, dengan lembut dan hangat.

Saat dirasa Noe sudah memundurkan kepala, El baru berani membuka mata. Wajah Noe tampak jelas di depannya, dengan ekspresi dan tatapan tenang. Sebelum tiba-tiba lelaki itu tersenyum tipis. Dan seolah mendapatkan ide, dengan konyol El menguap lebar-lebar.

"Aduh ... gue ngantuk nih." Tergesa El bangkit dari sebelah Noe. Namun rupanya Noe tidak berniat melepaskan El dengan mudah. Tangannya mencekal pergelangan tangan El, tidak kuat tetapi cukup untuk menahannya.

"Aku butuh izin lain, El," ucap Noe kemudian.

"I-izin apa?"

"Izin untuk mendekatimu."

Mata El terpejam sesaat saat mendengarnya. Meski sudah bisa menebak, ia tidak menyangka jika Noe akan seterus terang ini. "Gue yakin Radhi udah kasih peringatan sama lo." Mengingat bagaimana Radhi, Ervan dan Ben mengawasinya selama ini, mustahil jika salah satu dari mereka belum bertindak.

"Ya, mereka memperingatkan aku di rumah sakit."

"Terus kenapa lo masih mau berurusan sama gue?" tanya El tak habis pikir. Normalnya Noe menjauh, apalagi dengan sikapnya yang menyebalkan dan suka seenaknya.

"Karena aku mau," jawab Noe tanpa ragu. "Kita tidak akan tahu yang terjadi besok atau nanti, tapi yang jelas, malam ini aku meminta izinmu."

Dengan tangannya yang bebas, El melepaskan cekalan Noe. Kakinya melangkah ke depan kamarnya, mengambil laptop dan kaleng minuman yang tersisa setengah. Pegangan El pada gagang pintu menguat sebelum menyakinkan diri untuk bersuara.

ElistasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang