Jika seseorang yang kau sayangi bisa begitu mudahnya menyakitimu, bagaimana dengan orang yang tak kau sayangi ?_______________________________
_________________________________________________"Ya ampun Ven, lo masih ngga gerak? Lo ngga mati kan?" Ujaran Sheyla langsung dihadiahi senggolan kasar di lengannya oleh Atta. Sedangkan Atta sendiri duduk dibangkunya yang bersebelahan dengan bangku Venout.
"Ven, lo beneran ngga papa? Apa mau istirahat aja ?"
Ujar Atta pelan, membuat Venout yang sedari tadi menelungkupkan kepala di antara ke dua tangannya di atas meja itu, menegakkan badannya. Sadari tadi bel istirahat berbunyi, Venout memutuskan untuk tidak pergi ke kantin. Ia merasakan kepalanya cukup pusing, belum lagi perutnya yang terasa perih.
Bisa dipastikan bahwa magh Venout kambuh, itu mengapa ia tak ingin pergi ke kantin. Karena jika maghnya kambuh dan ia memaksa nasi untuk masuk ke perutnya, yang ada hanya semua isi perutnya keluar detik itu juga, itu yang ia rasakan jika maghnya kambuh."Hm, gue ngga papa." Kata Venout yang kini menatap ketiga temannya berusaha menyampaikan bahwa dirinya baik baik saja.
"Mending lo minum deh, bel masuk udah bunyi kalo gue mau beliin lo makan," sahut Arnantha sembari menyodorkan botol air mineral miliknya yang tinggal setengah. Dengan tangan sedikit gemetar yang berusaha ia tutupi itu, Venout meraihnya lalu meneguknya.
Sungguh, ia benci terlihat lemah saat ini.
"Nanti kalo ada apa apa lo bilang gue yah,,"
Venout menimpali Atta dengan sebuah anggukan sebelum akhirnya guru kimia memasuki kelas mereka.
Venout menghela nafas panjang, berharap semua akan baik baik saja."Pagi anak anak, buka paket halaman 114, lalu kerjakan tugas proyek dengan kelompok kalian, seperti biasa. Jangan ramai, ibu mau ke kantor sebentar, 15 menit lagi ibu kembali."
Sontak saja kelas langsung ramai dengan ocehan anak anak yang mulai menghampiri kelompoknya, sedangkan Venout kini memilih kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja. Kembali menetralisir perih diperutnya.
"Ven, lo ikut kelompok kita aja. Ngga bakal keliatan kok kalo lo nyempil." Ujar Arnantha yang berada di belakang kursi Venout. Venout tak menanggapi, ia memilih diam.
"Mau sampai kapan lo tidur? Lo ngga mau ngerjain ?"
Sebuah suara membuatnya menegakkan badannya, dan iris matanya menangkap Xavier yang kini tepat berada di sisi mejanya.
"Venout biar sama kita aja Xav," elak Sheyla yang tak terima jika Xavier membawa Venout.
"Gue kelompoknya, dan gue pacarnya, jadi suka suka gue." Ucap Xavier yang membuat Sheyla dan Arnantha berdecih.
"Bucin !!"
"Venout khilaf nerima lo jadi pacar ! Ngga usah ge er,"
Sahut Arnantha dan Sheyla bersamaan, walaupun mereka bahkan belum tahu asal muasal dua sejoli ini bisa menjadi pasangan. Mereka hanya ingin mendengar Venout sendiri yang bercerita tanpa mereka minta karena mereka tahu, keadaan Venout tidak bisa ditekan.
Venout hanya menyimak tanpa ingin merespon, pandangannya kini malah teralih pada seorang gadis dengan langkah anggunnya berjalan kearahnya, atau lebih tepatnya berjalan ke arah Xavier.
"Xav, gue sama lo ya?" Dengan tanpa dosanya, gadis itu menggandeng lengan Xavier, membuat Xavier melepasnya dengan cepat. Venout kenal siapa gadis itu, itu adalah gadis yang seharusnya menjadi teman sebangkunya, Rea.
"Gue sama Venout," jawab Xavier singkat.
Rea menatap Venout yang masih ditempatnya,
"Lo sama temen temen lo aja, Xavier biar sama gue. Cewek goblok macem lo cuma manfaatin Xavier doang kan? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain | ArleaVenout
Lãng mạn'Kita ke dokter ya Ven,' 'Lo butuh penanganan Ven.' 'Trauma lo juga belum sembuh, kita ke dokter ya. Gue temenin sampe selesai.' Kalimat itu terus terngiang-ngiang di pikirannya, membuat ia merasa bahwa beban pikirannya sudah melebihi batas wajar...