💧Seven💧

93 32 15
                                    

Helaan nafas terdengar berkali kali mengudara di sebuah kamar yang cukup luas. Seseorang itu tidak melakukan pergerakan banyak, hanya sesekali mengangkat tangan kirinya untuk ia tatap. Tangan kiri itu kini terbalut perban yang mengelilingi pergelangan tangannya. Bukan dia tak tahu mengapa, malah ia faham betul apa yang terjadi dengan tangan kirinya itu.

2 jam yang lalu tepat pada pukul 10 malam, gadis yang tak lain Venout itu membuka matanya setelah hampir 3 jam lebih tak sadarkan diri. Dan yang pertama kali ia lakukan adalah merutuki dirinya yang masih bisa bertahan, merutuki dirinya yang masih bisa membuka matanya.
Padahal ia sendiri sudah berusaha untuk mengakhiri hidupnya, namun sepertinya tuhan masih menyuruhnya menyelesaikan hidup yang penuh ketidak adilan ini.

Ia kembali menghela nafas, setelah ia sadar adiknya Zeyra berada di sampingnya, namun ia tak sendiri. Ada sepasang perempuan dan laki laki paruh baya, seorang dokter, anak kecil seumuran dengan adiknya, dan juga laki laki tadi pagi yang mengajaknya adu mulut.
Gadis itu bisa menyimpulkan dimana ia sekarang berada, rumah tetangga nya. Ia tadi berusaha menolak untuk segera pulang, namun mereka melarangnya dengan dalih,

'Lo ngga mau dibawa rumah sakit biar bokap lo ngga nemuin lo kan? Terus apa faedah nya kalo lo tetep keras kepala buat pulang? Bokap lo bakal lebih mudah ketemu lo !'

Ya, akhirnya Venout mengalah. Sebenarnya bukan karena alasan itu juga. Namun karena bahkan sampai sekarang badannya terasa remuk. Bahkan untuk makan saja tadi dia harus disuapi adiknya.

Kreek

Suara pintu terbuka mengalihkan pandangan Venout, ia menatap dan mendapati ibu dari Angga berjalan mendekatinya sembari tersenyum.
Setelah sampai ia duduk persis di tepi ranjangnya.

"Udah mendingan?"

Venout mengangguk walaupun pada kenyataannya badannya malah semakin sakit untuk digerakkan.

"Syukurlah, bagaimana dengan ini? Apa masih sakit?"

Wanita itu menyentuh pergelangan tangan kiri Venout, membuat Venout seketika terdiam. Ia menatap wanita itu yang masih tak henti hentinya tersenyum. Melihat senyum wanita itu yang begitu hangat membuat Venout mengalihkan pandangannya,

"Kamu bisa duduk? Mau duduk sebentar?"

Veniut terdiam sebentar, lalu mengangguk. Gadis itu lantas dibantu untuk memposisikan diri, paling tidak ia tidak terlalu bosan untuk berbaring.

"Tante tahu, pasti berat berada di posisi kamu. Tapi apa kamu sadar, yang kamu lakuin tadi bukan hanya menyakiti kamu sendiri. Itu juga akan menyakiti Zeyra, ataupun orang irang yg sayang sama kamu.."

Venout tercekat, buru buru ia menundukkan kepalanya,

"Bahkan didunia ini ngga ada yg sayang sama aku,"

Ucapnya lirih,, sangat lirih.
Wanita di depannya ini menggengam tangan kanan Venout lalu tersenyum.

"Tante emang ngga tahu seberapa rumit masalah di keluarga kamu, tapi kalau kamu mau, tante ngga masalah kalau kamu mau anggap tante sebagai ibu kamu. "

Hening, Venout terdiam lama. Ia masih mencerna kata kata yg diucapkan wanita didepannya ini.

"Tapi aku masih punya mama,"

"Anggep aja tante sahabat kamu yg siap dengerin curhatan kamu. "

Venout mendongakkan kepalanya, menatap wanita didepannya yang masih terus memasang senyum hangatnya,

"Papa jahat,,, aku sayang papa. Tapi papa jahat sama aku, mama kadang meluk aku sayang tapi mama lebih sering pukul aku setelah berantem sama papa. Aku dirumah, tapi ngga pernah punya ketenangan. Aku yang hampir dilecehin, Zeyra yang hampir dijual.."

Rain | ArleaVenoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang