💧Jadilah orang
yang tetap sejuk di tempat panas
tetap manis di tempat yang begitu pahit
tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar
tetap tenang di tengah badai yang paling hebat💧Happy reading
*
*
*Aku sudah berada di sekolah sejak dini hari, aku pun ke kelas bersama Ahmad dan memilih untuk segera membersihkan kelasku. Aku mengambil sapu dan Ahmad mengambil kain pel. Aku memang sering membersihkan walau bukan hari jadwalku, begitupun dengan Ahmad. Apa yang kulakukan pasti ia selalu mengikut saja, kecuali jika ke toilet! Ya kali dia juga mau ikut.
"Al!" panggil Ahmad seraya memperhatikanku menyapu, sekiranya dia menungguku selesai menyapu.
"Um." jawabku hanya lanjut menyapu.
"Udah lama kita temenan, tapi kamu belum juga bermain ke rumahku," sahutnya.
"Kan kamu tau kalo aku kerja, jadi nggak ada waktu untuk bermain." jawabku telah selesai menyapu ruangan, Ahmad langsung melanjutkan untuk segera mengepelnya.
"Iya yah, ngomong-ngomong kerjaan ayah kamu apasih? Emang nggak pernah di kasi uang sampai kerja segala? Atau kamu nggak pernah di kasi yah?" tanya Ahmad berhenti sejenak mengepel.
Diam sejenak.
"Oi Al!" panggil Ahmad memecahkan lamunanku.
"Kenapa-kenapa?" tanyaku terkejud.
"Iihh kamu sih ngelamun, nggak dengar aku yah dari tadi?" tanyanya lagi.
"Nggak tau ah, udah lanjutin mengepelnya! Entar keburu temen-temen datang." tegurku mengalihkan pembicaraan.
"Iya...iya..." lirihnya seraya melanjutkan pekerjaannya.
Pekerjaanku dengan Ahmad pun telah selesai. Waktunya pembelajaran akan dimulai. Karna sedari tadi memang sudah banyak siswa-siswa yang berdatangan. Bu Mala tengah memberi kami tugas kelompok, kami pun mengatur meja dan bangku dengan penuh keributan karna suara gesekannya.
"Ketua kelas catat nama kelompoknya yah," pinta bu Mala.
"Iya bu." ucap Ahmad.
"Ahmad dengan Alma, Fina dan juga kiky yah," ucap Bu mala yang telah menyebutkan satu persatu nama teman sekelompokku.
"Hah? Aku sama Alma? Oh my god! Mana bisa aku sekelompok sama anak yang nggak berasal-usul ini," batin Fina.
"Wirda dengan Hana, Chika, dan Mamat," ucap bu Mala.
"Isshh! Aku nggak mau satu kelompok dengan manusia-manusia jelek itu," batin Wirda menatap Hana sinis.
"Fika dengan Ikram, Caca, dan juga Rifki. Dan yang terakhir Lisa dengan Rehan, Nabila, dan juga Kanaya," ucap bu Mala.
"Nah! karna nama-nama kelompok kalian udah disebut semua, kalian silahkan berpindah tempat ke nama kelompok masing-masing yah." pinta bu Mala.
"Iya bu," ucap para siswa serentak.
Bu Mala pun memberi kami tugas untuk kerja kelompok di rumah, setiap lain hari kami berpindah-pindah tempat untuk mengerjakannya. Hari pertama kami mengerjakannya di rumah Fina, karna Fina memang orangnya tidak mau mengalah. Akhirnya kami yang mengalah.
Kring.....Kring...kring....
Suara bel berbunyi, tanda waktu istirahat telah tiba. Aku dan Ahmad seperti biasa ke tempat dimana kita sering makan jika waktu istirahat. Ternyata di sana ada orang yang telah mengambil alih tempat kita. Aku dan Ahmad segera menghampirinya dengan cepat.
"Hai, kamu siapa? Kenapa bisa duduk di tempat kami?" sapa Ahmad dengan songongnya.
"Emang ini punya nenek moyang kamu apa?" tanya balik orang yang tidak ku kenali itu.
"Anak baru?" tanyaku dengan lembut.
"Iya, emang kenapa? Nggak suka? Oke aku nanti ngadu sama jakek aku," jawabnya seperti mengancamku dengan Ahmad.
"Ngegas amat! Orang nanya juga." ketus Ahmad mulai kesal.
"Bu'.... Ibu..... Ibu....." teriak orang itu dengan keras.
"Ada apa Miya?" tanya wali kelas Tia menghampiri kami karna mendengar suara teriakan anak ini.
"Mereka memukuliku bu' aku ingin pindah saja, kalau tidak pindah tanyakan saja pada kakekku supaya mereka dihukum." jawabnya beralasan seraya meneteskan air mata buayanya.
"Alma! Ahmad! Apa ini benar?" tanya bu Lia Memegang pundak Miya.
"Nggak bu, kami nggak ngapa-ngapain kok. Cuman nanya doang," jawabku.
"Iya bu, dianya aja yang cengeng," pekik Ahmad tidak terima.
"Siapa yang cengeng? Emang kamu kok yang tadi dorong aku hiks," ketus Miya memulai dramanya lagi.
"Udah-udah sekarang kalian ikut ke kantor saja!" pinta bu Lia.
"Gara-gara kamu tu." bisik Ahmad pada Miya tampak tidak senang. Miya hanya membalas dengan menjulurkan Lidahnya pada Ahmad seraya tersenyum licik.
"Kejahatan akan di kalahkan dengan kebeneran. " bisik Ahmad dengan senyum menyeringai.
Sesampainya di kantor, kami pun duduk di depan meja yang cukup panjang. Di sana sudah ada Kepala sekolah dan juga guru-guru lain.
"Ada apa bu Lia?" tanya salah seorang guru lain yang memakai baju olahraga.
Bu Lia pun menjelaskannya namun belum tentu siapa yang benar, sebab kami masih belum mendapatkan bukti bahwa siapa yang bersalah.
"Karna tidak ada bukti siapa yang salah dan yang benar, kalian sama-sama dihukum!" tegas kepala sekolahku.
"Aku nggak mau!" bentak Miya
"Loh! Kok dia berani banget bentak kepala sekolah kita." bisik Ahmad padaku.
"Entah." balasku.
"Miya......" Kepala sekolahku mengancamnya dengan tatapan tajamnya.
"Iya...iya..., cucu sendiri aja dihukum!" ketusnya bangkit dari duduk.
"Oke kalau begitu kami pamit keluar yah pak, bu," pamitku bersama Ahmad seraya menyalimi guru-guruku satu persatu.
"Iya jangan bandel yah nak." sahut nu Lia mengelus rambutku.
"Iya bu," jawabku dengan Ahmad.
Salam Auhtor☺
Alda Maylanda
KAMU SEDANG MEMBACA
ALMA
Teen FictionTidak ada anak yang ingin orang tuanya menjadi seorang pejudi dan ibu yang kerjanya cuman menghabiskan uang saja. Namun seorang gadis kecil yang sejak lahir mengalami kehidupannya ini. Hidupnya yang tak pernah merasakan bahagia bersama orang tua. Ai...