Aku yang sudah berada di dalam mall sudah memilih-memilih pakaian untuk Adikku, bukannya ingin mengahambur-hamburkan uang yah tapi kasian adikku pakaiannya cuman itu-itu terus.
Setelah urusan pakaian aku selesai, aku segera pamit pada Ahmad untuk ke alfamart samping mall ini.
"Ahmad!" panggilku.
"Um", jawabnya tanpa melirikku dengan memilih-milih sepatu.
"Aku ke alfamart dulu yah," pamitku.
"Tunggu aku aja, entar aku antar." tekuknya.
"Cuma seblahan doang kok, nggak papa," selaku.
"Aku ikut kak Ahmad aja deh kak," pekik Aska.
"Yakin nggak mau ikut kakak? Kakak mau beli makanan loo," tanyaku meyakini Aska.
"Nggak ah kak, Aska nebeng beli susu kotak aja, capek jalan-jalan mulu," tolak Aska tersenyum simpul.
"Oke deh," ujarku.
"Hati-hati Al," ucap Ahmad.
"Iya makasih," balasku.
"Kalo ada apa-apa telfon aku aja," kata Ahmad.
"Kan kamu tau aku nggak punya Handphone Mad," lirihku.
"Oh iya yah, besok beli deh." ucap Ahmad.
"Ihk ngomongnya gampang amat yah," pekikku.
Aku segera berjalan ke alfamart, suasana begitu ramai akan kedatangan pengunjung alfamart dan mall, aku yang hanya fokus berjalan di koridor antara alfamart dengan mall yang di tempati Aska dan Ahmad.
Tiba-tiba saja aku mendengar suara yang tengah memanggil namaku, spontan aku segera berbalik. Sepertinya yang memanggilku persis dengan suara yang memanggilku pas di parkiran, dan sejak aku berbalik, yah dia yang memanggilku.
"Ya," jawabku.
"Hehe ketemu lagi kita," ucapnya.
"Hm iya," ucapku melanjutkan langkah kakiku, namun sepertinya ia mengikutiku di samping.
"Lo tau nama gue nggak?" tanyanya.
"Nggak," jawabku singkat.
"Oh oke kenalin nama gue Devan," ucapnya.
"Iya," ucapku masih saja melanjutkan jalanku.
"Mau ke alfamart juga?" tanyanya lagi.
"Iya," jawabku.
"Oke kalau begitu kita sama aja yah," ucapnya.
"U'um" balasku.
"Lo sesayang apa sih sama Ahmad?" tanya Devan penasaran.
"Ahmad sahabat aku," jawabku mengalihkan pertanyaannya supaya tak berbelit-belit, karna Alma sudah tau persis apa yang ada dipikirannya itu.
"Owhh baguslah," tekuknya tersenyum.
"Bagus kenapa?" tanyaku.
"Mm nggak papa," jawabnya gugup.
Aku pun sampai di depan alfamart dan langsung memasukinya bersama Devan.
Hmm sebenarnya aku risih dekat dengannya, setiap ia berusaha dekat aku mala berusaha menjauh.
Aku risih karena aku nggak biasa berdekatan dengan laki-laki kecuali Ahmad dan juga ustaz Amar. Ahmad yang sudah kuanggap saudara sendiri dan ustaz Amar yang sudah kuanggap ayah sendiri.
Aku berusaha meraih susu yang terpampang rapi di depanku, namun sepertinya sulit bagiku. Raknya terlalu tinggi hingga aku tak bisa mengambilnya.
Devan yang melihatku kesusahan spontan membantuku untuk mengambil kaleng susunya.
"Makanya tinggi itu ke atas nggak ke bawah," canda Devan.
"Ihk ngejek yah?" tanyaku.
"Nggak," jawabnya.
"Nggak apa?" tanyaku lagi
"Nggak salah lagi," jawabnya terkekeh, aku hanya ikut terkekeh dengan ucapannya barusan.
"Aku nggak pendek, belum tinggi aja." ujarku berusaha membela diri.
"Idih yang bilang lo pendek siapa?" tanyanya tampak mengejek.
"Hm tau Ah," jawabku sudah tampak kesal.
"Btw makasih," ucapku kemudian.
"Iya," katanya sambil melontarkan senyuman.
Setelah belanjaanku sudah lengkap aku segera ke kasir bersama Devan, Aku segera membayarnya dan keluar dari alfamart.
"Ahmad dimana sih lama banget?" tanyaku dengan sendiriku seraya melirik kiri kananku.
"Nggak tau," jawab Devan.
"Ihk yang nanya sama kamu siapa?" tanyaku tanpa melirik Devan.
"Trus kamu tanya siapa?" tanya baliknya.
"Sama tembok," jawabku asal.
"Idih" katanya tertawa.
"Minta tolong telfon Ahmad dong," ucapku memohon.
"Nomornya nggak ada sama gue," katanya.
"Ahh nggak becus, mending kamu pergi aja deh dari sini! Nggak guna tau juga," pekikku.
"Dih galak banget, gue suka lo cewek jutek kek lo," ucapnya tersenyum lebar.
"Bukan urusan aku, udah minggir aku mau nyari Ahmad," ucapku menggeser sedikit badan Devan yang menghalangi jalanku.
"Hm mangsa baru nih," batin Devan.
Devan memang terkenal playboy dan suka main cewek, padahal umurnya masih di bawah umur. Ya elah, bocah jaman skarang emang beda dengan bocah jaman dulu. Skarang Style anak-anak ingusan aja nggak mau kalah dengan Style anak-anak remaja jaman skarang.
"Hei tunggu aku," teriaknya seraya mengejarku yang sudah berjarak agak jauh.
"Kenapa sih kamu ngikut-ngikutin aku?" tanyaku berhenti melangkah.
"Iya gue itu suka sama lo," jawabnya seraya memegang tanganku, aku merasa risih di pegang oleh seorang lelaki seumuranku kecuali pada Ahmad.
"Ihk lepasin," gerutuku memisahkan antara tangannya dengan tanganku.
"Alma... gue serius," ucapnya kembali memegangi tanganku.
"Kalo nggak mau jangan di paksa," bentak Ahmad dari belakang agak menaikkan sedikit kepalanya supaya terlihat songong.
"Ahmad sungguh menghancurkan rencanaku," batin Devan kesal.
"Iya nih kakak jelek! jangan centuh kakak aku. Kalau sampai kakak jelek centuh aku laporin ke nenek aku," ancam Aska, hm adek aku kirain mau baku hantam, tau-taunya mau ngadu.
"Aduh Aska di ajarin sama siapa sih pinter banget," ucap Ahmad tersenyum simpul.
"Adek... baru kali ini lo aku mendengar ada orang yang bilang aku jelek, aduh mungkin adek salah bilang kan? Bilang aja kakak handshome kan?" lirih Devan seraya jongkok memegang bahu Aska.
"Jelek nggak cukup pada muka aja, jika jelek dengan akhlaknya tetap saja aku anggap jelek," tekuk Aska.
"Hmm skat lo," batin Ahmad tersenyum kecut.
"Nah bocah aja pinter, lo nggak malu udah di skat sama bocah ?" ejek Ahmad tersenyum geli.
"Sial, Ahmad keknya sengaja mau manas-manasin gue, awas aja lo." batin Devan kesal.
"Hmm calon adek kakak pinter yah," Devan berusaha menampakkan senyuman manisnya walau dalam hatinya sangat bengis pada Ahmad.
"Idih, ngarep lo." pekik Ahmad.
"Aduh kenapa jadi gini, ayo pulang!" ajakku sudah berjalan menuju parkiran.
Salam Author
Alda Maylanda
KAMU SEDANG MEMBACA
ALMA
Teen FictionTidak ada anak yang ingin orang tuanya menjadi seorang pejudi dan ibu yang kerjanya cuman menghabiskan uang saja. Namun seorang gadis kecil yang sejak lahir mengalami kehidupannya ini. Hidupnya yang tak pernah merasakan bahagia bersama orang tua. Ai...