Ikhlaskan

88 68 28
                                    

Tuhan menghancurkan rencanamu supaya rencanamu tidak menghancurkanmu :)

Happy reading
*
*
*

Akhirnya sampai rumah juga, aku memegang gagang pintu yang sudah hampir rapuh dan menekannya hingga terbukalah sebuah pintu yang sudah terlihat tua itu. Aku menoleh kiri dan kananku hingga memasuki semua ruangan, masih tidak ada orang sama sekali.

"Sejak tadi pagi mereka belum datang juga? Sebenarnnya mereka kemana tanpa memberitahuku?" fikirku.

Tok...Tok...Tok...

Suara ketukan pintu itu memecahkan fikiranku yang sangat mengguncang di pendengaranku, spontan aku segera membukanya.

"Alma, orang tua dan adikmu nak!" ucap salah seorang yang tampak sangat khawatir.

"Kenapa mereka bu?" tanyaku terkejud setelah mendengar ucapan tetanggaku barusan dengan sangat khawatir.

"Mereka kecelakaan." katanya.

"Innalillah, dimana?" tanyaku dengan mengernyitkan alisku, nampak sekali raut wajahku yang sangat khawatir.

"Ayo ikut ibu nak," ajaknya. Aku yang segera menyimpan barang-barangku dengan langsungnya berlari menaiki motor tetanggaku.

Di sana sudah banyak orang yang berkerumun, tidak ada yang berani menyentuhnya.

Aku yang baru saja datang langsung berlari dan menghampiri orang yang berkerumunan itu. Aku segera menyelip di antara orang-orang itu dengan tergesa-gesa, aku melihat kedua orang tuaku sudah terbaring seperti tak bernafas lagi dengan lumuran darah di bagian kepala dan perut.

Rasanya badanku sangat tertusuk melihat mereka, aku segera memeluk ibuku terlebih dahulu. Pakaianku terpenuhi darah olehnya.

"Apa yang terjadi pak?" tanyaku yang sudah mulai meneteskan air mata.

"Kedua orang tuamu sudah meninggal nak," jawab pak Somat.

"Apa? Kenapa tidak ada sama skali yang menolongnya," protesku dengan air mata yang terus mengalir.

"IBUUU......" teriakku dengan sekencang-kencangnya. Warga disana yang melihatku sudah menangis pun ikut meneteskan air matanya.

"Ibu maafin aku, aku belum bisa banggain ibu, mungkin saja aku selalu menyusahkanmu ibu. Maafkan aku ibu, kamu memang tidak pernah memberiku kasih sayang selama hidupku namun aku menyanyangimu sampai akhir hidupku, meski aku tau kau selalu mengecawakanku. Maafkan aku yang belum bisa membuatmu bahagia," ucapku dengan meneteskan air mata dengan sederas-derasnya.

Aku segera melihat ke ayahku, kini lumuran darah di bagian kepala sudah mulai berhenti. Mungkin saja dia sudah kehabisan darah. Aku segera beralih ke ayahku.

"AYAAHH...." ucapku seraya memeluk ayahku dengan tetesan air mata yang semakin menjadi-jadi.

"Kenapa kalian begitu cepat meninggalkanku, aku belum bisa sholat berjama'ah dengan kalian kenapa harus pergi secepat ini. Aku belum bisa menjadi anak yang baik, aku belum bisa membuat kalian menyayangiku hiks." lanjutku seraya berusaha mengusap air mataku. Hatiku sangat teriris ibarat irisan dari pedang damaskus. Aku sudah tidak peduli dengan penampilanku yang tengah di hiasi darah ayah dan ibuku.

Mendengar kabar bahwa ayah dan ibuku, Ahmad segera mengajak ustaz Amar untuk menemuiku di tempat kejadian. Ahmad yang melihatku terduduk lemah seperti tak ada aliran darah yang kurasakan, ia langsung menghampiriku.

"Alma," panggil Ahmad lirih seraya merangkulku.

Sementara ustaz Amar yang juga menghampiriku yang tak tega melihatku seperti ini, kini meneteskan setetes demi setetes air matanya. Ia begitu berat melihatku seperti ini.

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang